Tak ada hidup yang bahagia melainkan cinta kasih dan anugerah yang dilimpahkan oleh-Nya.
•••
Mata elang itu tak bosan mengamati objek di depan sana dari balik kaca jendela.
Hilya. Ah, ralat! Kakak ipar. Ya, sekarang ia sudah tak enggan lagi mengakui bahwa wanita itu merupakan kakak iparnya.
Ditambah telah lahir satu malaikat kecil yang Allah titipkan untuk Abang dan kakak iparnya itu. Semakin mengenyahkan masa lalu yang kadang kala melintas begitu saja dalam memori ingatan.
Sekaligus ... mengingatkannya akan sosok Anna yang sudah sekian lama pergi meninggalkan ia, keluarga serta menitipkan satu buah hati mereka di dunia. Menggantikan dirinya yang lebih dulu Allah panggil.
Secercah senyum pun terbit dari wajahnya yang kian hari semakin terlihat aura kedewasaan dibandingkan yang dulu.
"Ayah."
Ia menoleh ke asal suara. Di ambang pintu terdapat gadis mungil berkerudung merah dengan anak rambut yang keluar dari asalnya. Serta peluh membanjiri wajahnya yang tampak mengkilap karena keringat.
"Hm? Enggak main lagi sa- em ... Ya Allah, kakak ... bajunya sampe basah gini," Rakha berujar takzim ketika anak satu-satunya menggelayut manja disamping saat itu juga ia merasa baju yang dikenakan oleh sang anak lembap.
"Kak Nifa!."
Nifa, gadis berusia enam tahun itu mengalihkan pandangan dari meja petak di depan beralih menatap anak laki-laki yang terpaut usia satu tahun di bawahnya dengan tampang bertanya.
"Om Rakha. Ummi Iyan kenapa jatuh tiba-tiba?," tanya anak laki-laki bernama Iyan itu dengan penuh keheranan.
Rakha yang semula membaca buku '76 Dosa Besar' lantas bangkit dengan spontan setelah menatap sesaat putra sulung abangnya.
Ia melangkah lebar berniat memastikan kebenaran dari perkataan keponakannya.
Matanya membulat sempurna ketika sampai di tempat kejadian perkara tepatnya di area pekarangan rumahnya dimana Hilya terduduk di rerumputan hijau itu sembari memegang perut buncitnya dengan sebelah tangan.
Wanita itu tampak kesakitan jika dilihat dari sorot matanya serta dahinya yang ikut berkerut.
"Kak, kamu kenapa?," tanya Rakha gusar. Sekarang ini, hanya matanya yang bertindak menyaksikan pemandangan di depan. Sebenarnya Rakha tak cukup berani menolong Hilya yang tentunya akan bersentuhan jika dia bantu memapah wanita itu.
Namun, logikanya memerintah seluruh anggota tubuhnya untuk membantu Hilya. Di tengah-tengah perang batin, Hilya meringis dan merengek kesakitan meminta bantuannya. Hal itu memberi semangat tersendiri untuk segera menolong sang kakak ipar.
"Aduh, aduh, Ya Allah," Hilya menjulurkan lengan ke arah Rakha yang hendak meraih pundaknya untuk ia papah.
"Kak, kenapa sama perutnya? Kamu mau melahirkan, ya?," tanya Rakha antara ingin membawa segera Hilya ke rumah sakit atau menunggu kepulangan Azam yang sedaritadi pagi hingga sore menjelang belum terlihat batang hidungnya.
"Aku rasa iya. Tapi enggak tau juga. Ini baru masuk sembilan bulan padahal," jelas Hilya yang sudah mendudukkan diri di sofa single setelah di bantu berjalan oleh Rakha.
Ringisan kesakitan tak luput dari mulutnya. Hilya memegangi perut dengan sesekali elusan berharap dengan itu nyeri yang dirasa dapat berkurang.
Tetapi malah sebaliknya, Hilya merasakan gemuruh di dalam perut. Bibirnya terus merapal zikir hingga ia tak tahan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Kamu Pemilik Suara [SELESAI]
Spiritual[PUBLISH ULANG - FREE FOR READ] Hilya Mafaza Azizi, gadis manis yang mengagumi seseorang tanpa tahu wujud dan rupa orang tersebut. Semuanya bermula saat Hilya mendengar suara merdu nan lembut tiap waktu salat tiba. Ya, Hilya menyukai si Muazin itu h...