méno

3.4K 667 73
                                    

.

"Smile carry your magical fragrance and vibrations which sooth the surroundings where you go."

― Kishore Bansal

Taehyung membuka mata dengan malas, lalu mengacak-acak helai legamnya lebih dulu sebelum duduk di kasur, mematikan alarm di ponsel yang terletak di atas nakas di sebelah kasur, kemudian menguap lebar-lebar dan meregangkan lengan.

Hari-hari berlalu dengan cukup cepat, dan ini sudah hari Jumat lagi. Pukul enam Taehyung bangun tidur, dan dalam satu setengah jam, kelas Liberal Art Pak Kim Namjoon akan dimulai. Tidak ada waktu malas-malasan di kasur terlalu lama, Taehyung sebaiknya bergegas kalau mau sarapan dengan tenang dan berjalan ke kampus dengan santai serta mendapat kursi strategis di ruang kuliah.

Setelah mandi, sambil menunggu sardin kalengannya panas di penggorengan, Taehyung membuka kunci layar ponselnya, lalu mengecek notifikasi. Tidak ada pesan baru.

"Hmm? Apa Jimin belum bangun?" monolog Taehyung. Diliriknya sekilas jam digital di pojok kiri atas layar ponsel, setengah tujuh memang tergolong masih pagi. Mungkin Jimin tidak ada kelas pagi, sehingga memilih untuk tidur lebih lama.

Taehyung berjalan ke arah kompor dengan membawa mangkuk nasi instan dan sepasang sumpit kayu. Api kompor dimatikan, dan satu persatu daging sardin diambil dengan sumpit, "Tapi pesanku sudah dibaca.... Ah. Mungkin dia tertidur saat membuka pesanku dan belum sempat menjawab."

.

.

.

Pukul sembilan, kelas Liberal Art selesai. Taehyung masih di tempatnya biasa duduk, baris keempat dari paling depan, tepat di depan papan tulis spidol ruang kuliah. Tempat yang rupanya juga menjadi favorit mahasiswa lain selain dirinya, karena deret itu selalu penuh lebih dulu dibanding deret lain. Mungkin karena jaraknya tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dengan meja dosen.

Tapi hari ini, meskipun Taehyung berhasil duduk di spot favoritnya, pikirannya tidak ada di kelas untuk mengikuti raganya memperhatikan penjelasan Pak Namjoon. Beberapa kali ponselnya dalam saku bergetar, tiap kali bergetar Taehyung selalu cepat-cepat mengecek notifikasi, berharap Jimin bangun dan menjawab pesannya semalam. Sayangnya, tiap kali pula Taehyung harus meredam kecewa karena pesan yang dia terima bukan dari seseorang yang ditunggunya.

"Tae, kau mau di sini sampai kapan?" Hoseok dan Seokjin menyapa Taehyung, kedua Beta sahabat Taehyung tersebut sudah siap keluar kelas untuk masing-masing menghadiri kelas di jurusan masing-masing.

"Kau tidak berangkat ke gedung seni rupa? Memang tidak ada jadwal apa-apa hari ini?" kali ini Seokjin yang bertanya.

Taehyung menggeleng. "Tadinya aku mau asistensi sketsa, tetapi hari ini dosen untuk asistensiku tidak hadir. Barusan aku baca di grup angkatan. Jadinya sekarang aku kosong seharian," jawab Taehyung.

"Oh! Good!" Hoseok bertepuk tangan heboh. "Kau bisa temani aku olahraga sedikit di jurusan dance. Santai saja, aku kenal baik dengan karyawan di gym sana, kalau sekali-sekali kau ikut olahraga tidak akan masalah," Hoseok memegang lengan Taehyung, memaksa pemuda itu untuk berdiri dari kursinya tanpa menunggu jawaban dari Taehyung.

"T-Tapi--"

Hoseok sudah memotong, "Lagipula, kau tampan. Kalau tampan 'kan bebas bebas saja." Hoseok cepat-cepat menarik Taehyung keluar dari ruang kuliah Liberal Art, sebelum Seokjin mencerna utuh kalimat terakhir Hoseok dan melempar sepatu padanya. Peraturan nomor satu jika berada di sekitar Kim Seokjin: jangan pernah bilang orang lain selain dirinya tampan. Hoseok baru saja melanggar, dan kelihatannya sama sekali tidak menyesal karena berhasil mengerjai dan meledek sepupunya itu sekali lagi.

✔️| Scent [kth x pjm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang