paraitoúmai

3.5K 671 88
                                    

.

I miss the smell of him. I miss his lips and his strong arms. I miss him.

Kimberly Derting, Dead Silence (The Body Finder, #4)

Bagi Taehyung, menerima Jimin di hatinya sebagai seorang laki-laki yang mungkin juga seorang Alpha, meskipun Namjoon dan Hoseok setengah tahun yang lalu bilang kalau bisa saja Jimin bukan Alpha, sudah cukup menguras akal sehat dan tenaga. Taehyung sangat suka anak kecil, dan sejak usianya masih sangat muda Taehyung selalu memimpikan keluarga kecil yang meskipun hidup sederhana namun lengkap dan bahagia--keluarga yang tidak pernah dimilikinya.

Perjumpaan tidak sengaja dengan Jimin di toilet restoran daging, hanya karena Taehyung mengikuti entah suara insting atau rasa kemanusiaan dan keinginan untuk menolong. Siapa yang menyangka kalau hal sekecil itu benar-benar menjungkirbalikkan hidupnya. Hari perjumpaannya dengan Jimin adalah pertama kalinya dalam hidup Taehyung, dimana dia tidak bisa mengontrol dirinya dan agresinya sendiri. Hari dimana Taehyung sebetulnya gemetar ketakutan pada dirinya sendiri, sampai-sampai dia mengunci pintu rapat-rapat sepanjang akhir pekan setelah berjumpa dengan Jimin, karena tidak ingin hasratnya tiba-tiba meletup dan Taehyung tidak menjadi dirinya sendiri lagi.

Mau bagaimanapun, Taehyung tetap manusia. Taehyung tetap seorang Alpha biasa, yang tidak pernah bertarung dengan Alpha lain, tidak pernah berkelahi dengan Beta karena berebut dominansi, dan tidak pernah dekat dengan Omega karena semua Omega yang dikenalnya mengira dia adalah seorang Beta.

Sebelum akhirnya tenang dan bercerita pada Hoseok dan Seokjin di hari Senin--yang untungnya berakhir  dengan dua Beta  itu sepenuhnya suportif atas keputusan Taehyung, bahkan memotivasinya untuk mengejar Jimin--Taehyung takut untuk menghadapi dirinya sendiri. Takut untuk menghadapi Jimin juga, apalagi dengan segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi, berkelahi, misalnya. Taehyung tidak ingin dilukai dan melukai siapapun. Karena Jimin, Taehyung kehilangan fokus dan waktunya, karena sebagian besar tersita untuk memikirkan bagaimana caranya lari dari Jimin.

Tapi, karena Jimin pula Taehyung menjadi lebih terbuka pada dirinya sendiri. Mau lebih jujuJimin membuat Taehyung kembali pada nasihat ibunya dulu, waktu pertama kali hasil tes laboratoriumnya keluar.

Mencintai pasangannya, bagaimanapun keadaannya.

Karena Jimin, Taehyung tidak takut untuk membuat lompatan keyakinan itu. Taehyung mendobrak sendiri jalan pikirannya. Taehyung memang kehilangan dirinya karena Jimin, tapi dia juga menemukan dirinya sendiri karena Jimin.

Sebelum akhirnya benar-benar yakin untuk mengajak Jimin berkencan, Taehyung sudah meyakinkan dirinya sendiri, bahwa dia mencintai pemuda tingkat dua jurusan dance itu.

Dan penolakan secara sepihak Jimin padanya benar-benar menghancurkan Taehyung.

Sudah nyaris delapan bulan sejak pertemuan Taehyung dengan Jungkook di jurusan musik SAPAD. Berarti sudah selama itu pula Taehyung tidak bertukar kabar lagi dengan Jimin.

Taehyung patah hati. Juga putus asa. Merasa kontemplasinya sia-sia. Merasa pergulatan batinnya sendiri selama dua hari tiga malam setelah bertemu Jimin tidak ada artinya, karena tidak membuahkan hasil apapun selain penolakan.

Sebenarnya, di empat bulan pertama setelah Jimin tidak lagi bisa dihubunginya, Taehyung masih berulangkali mencoba mencari dan menghubungi Jimin. Ke jurusan dance, ke kantin musik, ke penthouse besar yang menjadi tempat kediamannya, Taehyung sudah berkali-kali merepotkan Hoseok dan Seokjin untuk membantunya mencari setidaknya Yoongi dan Jungkook, karena dua pemuda itu bisa mengantarkannya pada Jimin.

Hasilnya tetap nol besar. Jungkook tiba-tiba pindah melanjutkan studinya di luar negeri, dan Yoongi tidak lagi terlihat bersama Jimin. Tiap kali Yoongi ditanya bagaimana keadaan Jimin sebenarnya, Yoongi selalu menjawab Jimin tidak pernah mengontaknya untuk hal remeh-temeh seperti dulu lagi.

Empat bulan, dan semakin Taehyung merasa dia jatuh pada Jimin, semakin dalam juga panah kenyataan bahwa Jimin tidak menginginkannya.

"Kau menyerah, Tae?" tanya Hoseok, empat bulan yang lalu.

Taehyung mengangguk lesu. "Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, Hoseok. Mungkin sebaiknya aku fokus pada skripsi dan tugas akhirku saja, segera lulus, dan mencari orang lain."

Setelah saat itu, nama Park Jimin tidak pernah disebut lagi dalam diskusi Taehyung dan Hoseok, tetapi dalam diam selalu disebut Taehyung dalam hati, hanya hidup sebagai satu harapan yang redup.

.

.

.

Jimin meletakkan kepalanya yang terasa berat di atas meja kelas teori jurusan dance. Sudah delapan bulan terakhir ini dia mengikuti training program di Tarragon Entertainment, yang pada awalnya mengejutkan sang ayah dan kakak.

"Kau yakin, mau mengambilnya sekarang? Kau bisa mengambilnya tahun depan, sesudah konferensi pers, ketika umurmu sudah dua puluh!" Bogum yang pertama kali menentang ide Jimin. Wajar, dia tahu betul rasanya membagi waktu antara kuliah di siang hari dan mengikuti training di malam harinya. Bogum yang semasa kuliah mengambil jurusan manajemen bisnis dan belajar soal laporan pajak, administrasi, peraturan dan hukum perusahaan, strategi pengembangan pasar saja masih dibuat pusing ketika mengikuti training program dari perusahaan Chanyeol, apalagi Jimin yang jurusannya sama sekali tidak berkaitan dengan manajemen bisnis?

Jimin mengangguk mantap. "Tidak ada salahnya mulai lebih dulu. Lagipula, aku harus mulai berkenalan juga dengan Han Minhyuk, 'kan? Akan sangat canggung kalau aku berkenalan dengannya sebagai partner bisnis, tapi suatu saat akan bertunangan dengannya. Aku mau mengenalnya secara pribadi."

"Kau yakin dengan semua ini, Jimin?" tanya Chanyeol.

"Tidak ada masalah. Aku baik-baik saja."

.

.

.

"Tae, Seok, bagaimana skripsimu? Lancar?" tanya Seokjin pada Taehyung dan Hoseok yang masih sibuk mengerjakan laporan akhir masing-masing di laptop mereka, di ruang makan apartemen Taehyung.

"Hyung, kenapa universitas khusus seni seperti SAPAD tetap mewajibkan pengerjaan skripsi tertulis begini, sih? Bukankah lebih penting di bagian praktik, ya? Aku sama sekali tidak pandai mengerjakan laporan, dan Joon-ie belum pulang dari studi lanjutannya di Amerika. Aku tidak bisa tanya siapa-siapa lagi," Hoseok meregangkan tubuhnya sedikit karena pegal duduk berjam-jam untuk mengerjakan revisi laporan akhirnya.

"Mungkin SAPAD ingin punya lulusan yang tidak hanya unggul dari segi praktik, Seok," jawab Seokjin. "Kerjakan saja. Aku sudah ada di posisi kalian tahun lalu, waktu itu aku sama muaknya dengan kalian sekarang. Lebih cepat dikerjakan, lebih cepat selesai, bukan?"

Hoseok menghela napas panjang, "Andai nilai praktik tertinggi sejurusan sudah cukup untuk meng-skip seluruh proses skripsi ini. Aku lelah."

"Tae?"

"Ah, ya. Maaf, sedang fokus," balas Taehyung. "Sejauh ini lancar. Tidak ada masalah. Aku baik-baik saja."




Please kindly read the quote at the beginning of this part again :')


✔️| Scent [kth x pjm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang