17th of October -end-

1.9K 203 52
                                    

- D R E W-

Sudah 4 hari yang lalu aku memutuskan hubunganku dengan Zayn. Saat ini aku berada di taman tempat pertama kali Zayn mengaku kalau dialah unknown number nya.

Jujur, saat ini aku tidak sedih. Lebih tepatnya, aku bingung.

Kenapa ia berbohong tentang unknown number? Padahal aku sudah sangat percaya dengannya. Lalu kenapa unknown number tidak mau mengaku yang sebenarnya terjadi? Kenapa ia mengalah dengan keadaan seperti itu? Aku tidak mengerti, dan sampai sekarang aku tidak tahu siapa unknown sebenarnya.

Aku merasa semua berjalan tidak baik sebulan ini. Sikap Zayn yang berubah drastis dan akhirnya hubungan kita berakhir. Aku sangat butuh Calum pada saat-saat seperti ini, biasanya dia yang membuatku tenang pada saat-saat seperti ini.

Tapi saat ini ia malah membuatku makin bingung. Aku bingung dengan tingkah anehnya.Dia menjauhiku. Ia tidak pernah berbicara denganku lagi, dan ia juga tidak pernah membalas pesanku. Aku tidak tahu kenapa ia bersikap seperti itu kepadaku.

Ah, entahlah.

Aku mulai menyandarkan diriku ke kursi, dan memejamkan mataku untuk menenangkan diri.

Tiba-tiba ada seseorang memegang pundakku dari belakang,

"Drew, kenapa sendirian?"

Oh suara itu, aku sangat mengenali suara itu.

"Boleh aku duduk disampingmu?"

Aku hanya mengangguk, lalu Calum duduk di sebelahku.

"Kenapa diam saja? Biasanya heboh." Ucapnya sambil tersenyum ke arahku.

Aku hanya tersenyum tipis. Aku tidak tahu mau menjawab apa. Aku masih kaget karena dia tiba-tiba datang.

"Kebetulan sekali, aku ingin berbicara denganmu,baru saja aku ingin mengirim pesan agar kau menemuiku disini. Sudah lama kita tidak mengobrol kan?"

"Ya....kamu selalu menghindar, haha."

"Haha, lagipula kan sudah ada Zayn, mengapa harus mencariku?"

"Maksudmu? Ah sudahlah tidak usah menyebut nama Zayn lagi."

"Hahaha oke aku tidak akan membahasnya."

Suasana hening seketika. Aku tidak tahu mau membahas apa lagi. Aku masih canggung dengan Calum.

Tiba-tiba tangan kiri Calum merangkul pundakku.

"Dulu kalau kamu sedang sedih gara-gara lelaki, pasti suka bersandar ke pundakku sambil menangis, sekarang kenapa tidak begitu?" Ucapnya sambil tertawa.

"Hahaha mungkin karena....aku tidak sedih? Sejujurnya aku lebih sedih saat kau menjauh dariku."

"Oh benarkah? Aku kira kau akan menangis sampai kamar tidur mu banjir karena air matamu. Yasudah sekarang bersandar saja di pundakku, anggap saja aku masih menghindar darimu, haha." Calum memegang kepalaku dan menaruh kepalaku tepat di pundaknya. Lalu ia bermain-main dengan rambutku.

"Aku tidak seperti itu! Dasar berlebihan!" Ucapku sambil tertawa dan memukul pahanya.

Calum memandangiku sambil tersenyum, sekarang rangkulannya sangat erat, dan aku merasa nyaman, sangat nyaman lebih tepatnya.

"Kau tahu? Aku rindu dengan situasi seperti ini, saat kau menangis sesenggukan hingga baju ku basah dan aku hanya tertawa karena melihat wajahmu yang jelek itu."

"Secara tidak langsung kau menyuruhku untuk menangis sekarang."

"Hahaha tidak bukan begitu. Maksudku aku merindukan saat kau bersandar di pundakku. Kau tahu Drew, suasana ku sedang kacau saat ini, dan saat kau bersandar di pundakku seperti ini entah mengapa aku merasa...lebih baik."

No NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang