Kedua lengan Danzell dibelenggu, tak sanggup berupaya sama sekali. Namun, ia justru kegirangan. Mata besar monster itu menelisik ke puncak salah satu gedung, coba menemukan seseorang.
"Di sana kau rupanya, Eien! Kemarilah!" racau Danzell seiring kelebat bayangan yang mendatanginya dalam kecepatan super.
DBLASH!
Mereka bertubrukan. Goncangan kuat berulang kali memporak-porandakan kota. Mobil polisi yang mengelilingi tempat pertarungan pun terseret berpuluh-puluh meter jauhnya. Lebih buruk lagi, bangunan di sekitar sana mulai runtuh satu per satu.
"Ya Tuhan!" Lazu merangkak ke kolong meja kasir. Wajahnya pucat pasi.
Toko kelontong sederhana itu rusak parak. Dindingnya berjatuhan, sementara rak-rak dagangan remuk tak keruan. Tamatlah sudah. Siapa pun tak pernah menyangka kalau bencana sebesar ini akan tiba.
Beralih ke jalan raya, Danzell rupanya telah meloloskan diri dari belitan sulur emas. Tinju kirinya menahan kaki sang musuh incaran, Eien.
"Elite akan mendapatkan apa yang mereka inginkan, Eien!"
"Bicaralah sepuasmu, Kawan. Pertarungan ini akan seperti yang sudah-sudah."
Bicara soal Eien, ternyata ia tidak lagi tampak seperti turis yang kelaparan. Pria itu mengenakan topeng singa yang dibelinya dari toko Lazu, serasi dengan lapisan keratin bercorak emas yang membungkus badannya, juga ekor berkepala tombak yang menjulang dari pinggang.
"Kau akan bertekuk lutut hari ini!" Kepalan kanan Danzell meluncur ke depan, penuh nafsu.
Debuk nyaring pecah tatkala Eien melompat ke belakang, lolos dari serangan lawan. Ekor berkilatnya bergerak cepat menghujam Danzell.
TANG!
Percikan api menyala sesaat ujung ekor Eien, disergap oleh ekor capit Danzell. Mereka lawan yang seimbang.
"Kena kau!"
Puluhan julai emas menerobos tanah, lekas-lekas mengunci pergerakan Danzell. Orang itu seketika tersungkur saat kaki dan tangannya dijerat kuat.
"Kau melupakan sesuatu!" Danzell tergelak bersamaan memelesatnya ekor capit ke arah Eien.
"Tidak juga."
Tembok lelehan emas menjulang tepat di antara mereka. Ekor Danzell yang berayun ganas sontak menghujamnya, dan detik itu juga tersangkut akibat lelehan emas yang kering dalam sekejap.
"Harus berapa kali kubilang padamu, Danzell? Pertarungan bukan sekadar asal serang, tetapi juga tentang strategi dan momentum." Eien mengintip dari balik tembok, bertemu dengan wajah berang lawannya. "Bertobatlah. Elite hanya memanfaatkanmu untuk kepentingan mereka. Semakin cepat kau sadar, maka semakin cepat kita bisa menghentikan orang-orang ambisius itu."
"Tutup mulutmu, Bedebah!"
"Ada dua belas penanggung beast terbaik di sana, dan mereka cuma mengutusmu. Bukankah itu terkesan berat sebelah?" Eien duduk bersila menghadap sang musuh.
"Apa maksudmu?" Danzell menatap sengit.
"Kau pikir mengapa aku keluar dari sana?" Eien balik bertanya.
"Karena kau egois dan keras kepala. Kau dan para pembelot lainnya harus disingkirkan."
"Salah. Aku keluar karena tahu hal busuk yang direncanakan Elite. Kita telah berteman sejak lama, Danzell. Kebodohanmu membuat jarak yang terlalu jauh. Kuharap kau menyadarinya."
Baru usai kalimat Eien, Danzell sudah kelabakan termakan emosi. Ia menggeram, disusul uap panas yang yang mengepul dari sekujur tubuhnya.
Mendapati hal tersebut, Eien sontak mengambil langkah mundur. Pria itu tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tetapi ia sama sekali tak menyangka momennya akan datang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAST: Revenge
FantasyUpdate satu chapter per minggu. Main Genre: Fantasy-Action. Sub-Genre: Supernatural, Gore, Slice of Life, Minor-Romance. Cover by Yogatrisna. BLURB: Lazu tidak lagi bisa hidup normal setelah seorang pria bernama Eien memasukkan monster ke dalam...