[6] Red Code

43 17 12
                                    

"Siapa namanya?"

"Lazu."

"Jadi, Nemean benar-benar diwariskan kepadanya, ya?"

"Begitulah, tapi cukup aneh melihatnya kalah dari penanggung beast lemah. Bahkan, badannya sampai tertusuk empat kali."

"Barangkali tubuhnya belum terbiasa. Kalian tahu sendiri, 'kan? Kak Eien saja masih kesulitan bekerja sama dengan Nemean. Padahal, mereka sudah berbagi tubuh sejak lama."

"Mungkin saja. Yang terpenting, kita sudah mengembalikan Nemean ke Red Code. Sampai saat ini, Elite masih belum tahu kalau Nemean telah berganti inang. Itu sebuah keuntungan buat kita."

"BHAH!" Lazu tersadar. Napasnya memburu.

Pemuda itu berkeringat, duduk termenung di sofa merah. Sesekali, matanya mengintip ruangan yang terasa asing baginya. Ya, itu seperti ruang tengah bergaya klasik, di mana perapian terpampang di hadapannya, dan permadani lembut menjadi pijakan kaki.

Teringat sesuatu, Lazu langsung meraba perut dan dadanya. Ia terhenyak manakala sadar kalau luka tusukan yang sempat membuatnya tumbang telah pulih sempurna. Selain itu, pakaiannya yang robek juga terjahit kembali. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Akhirnya kau sadar," ucap seseorang, mengagetkan Lazu.

"K-kau!" Matanya terbeliak. "S-Samael, 'kan?"

"Wah, masih ingat ternyata. Senang bisa bertemu lagi, Lazu." Pelan namun pasti, Samael beringsut ke dekat sofa, duduk berhadapan dengan lawan bicaranya. "Aku menemukanmu sekarat saat waktu terkutuk muncul. Jadi, aku membawamu ke sini."

"Di mana ini?"

"Markas Red Code."

"R-Red Code?" Lazu bingung.

"Red Code adalah kelompok para penanggung beast. Tugas kami menggagalkan rencana jahat Elite, organisasi penanggung beast terbesar di dunia," tutur Samael.

"A-anu ... mengapa luka-lukaku bisa sembuh secepat ini?" Lazu mengganti topik.

"Oh, soal luka, ya. Di Red Code, kami punya seorang penanggung beast yang dapat melakukan penyembuhan dengan cepat. Namanya Mei. Dia yang telah memulihkan kondisi tubuhmu."

"Jadi begitu. T-tolong sampaikan padanya kalau aku berterima kasih."

"Sama-sama," sahut seseorang. Rupanya itu Mei, wanita yang disinggung Samael sebelumnya.

Wanita tersebut mengenakan blazer kelabu, dipadu celana panjang berwarna senada. Rambutnya pirang sepinggang, tergerai rapi. Berkulit putih bersih, Mei tampak anggun dengan mata tajam beriris hitam dan hidung kecil—mancung. Selain itu, bibir berlipstik merahnya terkesan menawan manakala tersenyum.

"Perkenalkan, aku Mei. Kamu pasti Lazu, pewaris beast milik Eien," sapanya ramah.

"I-iya." Lazu menunduk, malu karena ungkapan terima kasihnya langsung disambut.

"Lukamu cukup parah Lazu." Mei bergabung dalam obrolan. Ia duduk di samping Samael. "Untung Samael dan Claire sempat menyelamatkanmu."

"Maaf, s-siapa itu Claire?" Lazu bertanya.

"Itu aku," sahut Claire yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka.

Biasanya Lazu akan langsung menunduk atau buang muka ketika bertemu seorang gadis karena cangggung. Namun, kali ini entah mengapa lehernya tegak, dan sorot matanya terpaku pada paras jelita Claire. Sebuah isyarat ketertarikan, jelas sekali.

"Claire, kemarilah," pinta Samael. "Ada banyak hal yang akan kita bahas hari ini."

"Kamu nggak keberatan, 'kan, Lazu?" Mei coba memastikan.

BEAST: RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang