[11] Bukan Nemean

50 15 17
                                    

"Hati-hati, Cosmo! Nemean itu seram, lho!" seru Samael yang bersender di bawah pohon, kekenyangan.

"Masa bodoh!" ketus Cosmo, "baiklah, Lazu. Sekarang, coba aktifkan kekuatan beast-mu." Remaja itu mulai mengeluarkan delapan tentakel merah dari belakang tubuhnya.

"Baik." Lazu segera memejamkan mata, konsentrasi.

Seharusnya ini tidak sulit. Ia sudah pernah melihat bagaimana pelindung keratin berwarna keemasan, dan lengan-lengan bercakar tajam yang menyeruak dari pinggangnya. Lazu hanya perlu melakukan hal itu sekali lagi, lalu berusaha mengendalikannya.

Akan tetapi, sudah sepuluh menit berlalu, tiada satu pun kekuatan yang muncul. Pemuda itu cuma berdiri, memejamkan mata, seperti orang bodoh.

"Ada apa ini?" gerutu Lazu, "kenapa tidak bisa?"

"Bagaimana, Lazu?" Cosmo coba memastikan kondisi rekannya.

"Entahlah. Kemarin-kemarin monster itu selalu mengoceh di dalam kepalaku. Kenapa saat dibutuhkan ia malah menghilang?!"

"Hmm ... seharusnya mengeluarkan kekuatan beast itu hanya semudah menggerakan lengan atau memiringkan kepala. Ah, mungkin kau perlu berkonsentrasi lebih lama lagi," saran Cosmo.

"Akan kucoba." Lazu kembali memejamkan matanya.

Sayang, selama dua belas menit mengejan tak keruan, ia tetap kehilangan kontak dengan Nemean. Lantas, sebaris pertanyaan menggelayut di pikirannya. Apakah beast itu telah mati akibat ditusuk si preman bertangan empat tempo hari?

"Tidak, tidak. Bukan begitu peraturannya," sanggah Cosmo, "beast tidak bisa mati. Mereka hanya berpindah dari satu tubuh ke tubuh lain. Selain itu, Nemean tidak mungkin pergi dari tubuhmu, karena kau belum mati."

"Aneh sekali. Terakhir kali ia bicara ketika aku ditusuk oleh seorang penanggung bertangan empat. Setelah itu, aku tak pernah mendengar suaranya lagi."

"Aku tidak tahu pasti dengan masalah yang kau alami. Jadi, lebih baik kita lanjutkan latihannya besok saja. Untuk sekarang, berlatihlah untuk berkomunikasi dengan Nemean."

"B-baik," sahut Lazu.

Lazu sedikit kecewa karena Nemean tidak muncul di saat ia membutuhkannya. Demi menjadi penanggung beast yang kuat diperlukan kekompakkan antara beast dan sang inang. Namun, jika bicara dengan beast saja sulit, bagaimana cara Lazu meningkatkan kemampuannya?

Sebuah problema yang sulit. Kini, pemuda itu musti memikirkan caranya bangkit dari kondisi demikian. Tentu, ia tak ingin ada di Red Code hanya sebagai kepala chef eksekutif saja, tetapi juga pejuang yang siap mewujudkan cita-cita kelompoknya. Akan tetapi, tanpa Nemean, semua itu takkan terwujud.

Alhasil, Lazu jadi tidak tenang. Sepanjang hari, pemuda itu dipusingkan dengan sentimen negatif yang datang dari dirinya sendiri. Seperti; apakah ia akan tetap diakui sebagai anggota Red Code jika tidak bisa menggunakan kekuatan Nemean?

Meski Cosmo bilang itu hanyalah persoalan biasa, tetap saja Lazu pesimis. Terlebih, ia tak ingin menjadi beban bagi Red Code. Masih jelas di ingatannya mengenai kejadian beberapa hari lalu, di mana rusuknya patah akibat terjangan musuh.

"Bagaimana jika hal itu terjadi lagi, dan Kak Mei tak ada untuk memulihkanku?" gumamnya sembari berbaring di kamar.

Lazu tahu pasti apa yang akan terjadi. Di tangan penanggung beast biasa saja nasibnya sudah begitu suram, apalagi ketika berhadapan dengan Scythe.

Malam sudah larut, tetapi kerisauan demi kerisauan terus bercokol di kepala Lazu. Ia sontak kesulitan tidur. Pikirannya selalu terpaku kepada Nemean.

BEAST: RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang