Sehari berlalu semenjak insiden amukan Lazu. Kondisi di luar markas masih sama berantakannya dengan kemarin. Tak ada satu pun anggota Red Code yang sukarela membenahi pekarangan mereka.
Lumrah saja, Samael dan Claire baru pulih, Mei sibuk dengan tugas novelisnya, Reggy terlalu malas untuk memunguti beberapa daun di lapangan, dan Cosmo belum habis merenung di kamar. Entah jawaban apa yang akan mereka cecar seandainya Lazu terbangun dan menanyakan kondisi markas yang berantakan.
TOK! TOK!
"Rapat darurat, Cosmo," tukas Samael, bersambut knop pintu yang berputar cepat. Cosmo keluar.
"Aku sudah menunggunya dari tadi," sahut remaja beralis tebal itu.
Keduanya bergerak ke ruang tengah, di mana anggota Red Code yang lain—kecuali Lazu—sudah menunggu. Claire tampak duduk dengan gusar, sementara Mei hanya diam seraya bersedekap.
"Bagaimana kondisimu, Samael?" Wanita berambut pirang itu bertanya.
"Aku masih Samael yang keren dan hebat, kok. Tak perlu khawatir," respons Samael, setengah bercanda, "daripada itu, kita punya masalah yang lebih penting untuk diributkan." Ia berehat di salah satu sofa.
"Ya, kita beruntung karena Lazu lupa soal amukannya tempo hari. Benar, 'kan, Claire?" Mei melirik rekannya.
"Benar. Tadi pagi Lazu sempat sadar, sebelum akhirnya pingsan lagi. Kelihatannya kondisi tubuhnya belum pulih betul. Namun, satu hal yang mengagetkanku, ia tidak bisa mengingat secuil pun tentang kejadian kemarin."
"Menarik." Samael tersenyum.
Tepat selepas Cosmo duduk di samping Reggy yang mengantuk, rapat darurat Red Code pun dimulai.
"Seperti yang kalian tahu, Mavro Nemean muncul kemarin, menghancurkan semuanya dengan sangat mudah. Kita telah kecolongan banyak hal," tutur Samael.
"Kecolongan?" Mei mengernyit.
"Ya, kejadian kemarin sama sekali tidak masuk dalam prediksi kita. Awalnya aku cuma ingin Lazu bisa menggunakan sedikit kekuatan Nemean. Namun, ia malah kelewatan."
"Aku tidak menyangka Nemean dapat dengan cepat membentuk alter ego di dalam inang barunya. Sulit dibayangkan," komentar Claire.
"Kau benar, Claire. Mavro hanya akan tercipta ketika kadar kebencian di dalam tubuh seorang penanggung beast telah mencapai ukuran tertentu. Untuk Lazu, ia baru menjadi penanggung beast, dan kebenciannya tak mungkin terakumulasi secepat itu."
"Itulah yang aku dan Cosmo permasalahkan," timpal Mei, "kami masih belum mampu mengungkap pemicunya."
"Kira-kira bagaimana, ya, reaksi Master Lazu saat melihat kekacauan di luar?" Reggy bersuara, mengilhami yang lain.
"Ah, pertanyaan bagus, Reggy," sanjung Mei, "kita tentu nggak bisa jujur pada Lazu, mengingat sifat anak itu pesimis dan gampang merasa bersalah. Ia pasti akan terpukul ketika mendengar kebenarannya. Jadi, bagaimana, Samael?"
"Kalau itu, sebenarnya aku sudah punya rencana. Mungkin terdengar agak egois, tetapi aku ingin memanfaatkan momen ini untuk mengasah mata pedang Lazu."
"A-apa rencanamu, Kak Samael?" Claire penasaran.
"Sampai saat ini, Lazu membenci Elite hanya karena kakeknya dibunuh oleh seseorang yang bernama Scyth. Bayangkan jika suatu saat nanti ia berhasil membalaskan dendammya. Kebencian Lazu mungkin akan padam dengan sendirinya. Maka dari itu, agar semangat bertarungnya terus berkobar, aku ingin mengkambinghitamkan Elite atas kekacauan ini."
"Aku nggak setuju," celetuk Mei, "itu mustahil, bukan? Lazu nggak akan semudah itu menerimanya. Apalagi, kita sudah telanjur membeberkan bahwa markas Red Code ada di tempat yang tersembunyi."
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAST: Revenge
FantasyUpdate satu chapter per minggu. Main Genre: Fantasy-Action. Sub-Genre: Supernatural, Gore, Slice of Life, Minor-Romance. Cover by Yogatrisna. BLURB: Lazu tidak lagi bisa hidup normal setelah seorang pria bernama Eien memasukkan monster ke dalam...