[9] Sang Penanggung Kraken

48 15 17
                                    

Matahari baru menyingsing, tetapi Lazu sudah sibuk dengan rutinitas barunya. Lari berkeliling markas sebanyak tujuh putaran tidak lagi menjadi beban, melainkan sebuah hobi yang menyenangkan. Selain itu, ia harus berlatih lebih keras agar bisa mengalahkan Claire atau Samael, setidaknya satu kali saja.

Terengah-engah, pemuda itu sedikit memperlambat ayunan kakinya. Keadaan di sekitar Lazu cenderung sepi. Tak ada secuil pun tanda-tanda kehidupan manusia, selain kerik jangkrik dan kicau burung. Wajar saja, sebab ia sekarang ada di masa lalu.

Konsep perjalanan waktu yang dipahami Lazu sewaktu kecil ternyata sangat berbeda dari fakta yang ada. Menurut Samael, manusia hanya hidup di masa sekarang. Artinya, ketika hari berganti, maka semua manusia yang hidup di hari sebelumnya akan menghilang.

Fakta tersebut mematahkan rencana Lazu yang ingin kembali ke masa di mana manusia dan monster melakukan perjanjian untuk mencegahnya terjadi. Sayang, hal itu cuma angan belaka. Seluruh dunia di masa lalu tidak lebih dari kota mati yang tidak terpakai.

Sesaat menikung di dekat beranda markas, ujung mata Lazu menangkap sosok yang mengamatinya dari balik pohon. Ia kira itu Samael, tetapi sulit membayangkan lelaki penidur itu bangun sepagi ini. Penasaran, Lazu pun mendekatinya.

"H-hey, namaku—" Belum usai memperkenalkan diri, orang itu sudah tancap gas menjauh. Lazu yang kaget pun hanya bisa diam. "Aneh," komentarnya.

*****

"Aku melihat seorang remaja saat latihan tadi pagi. Anehnya. ia malah lari saat kudekati."

"Cosmo, mungkin. Dia orang pertama yang menjadi anggota Red Code setelah Eien," timpal Samael, lalu menghirup tehnya. "Anak itu memang sulit menerima orang baru. Apalagi setelah kematian Eien."

"Pasti ia kecewa karena pengganti Eien adalah orang payah sepertiku," keluh Lazu, muram.

"Dasar! Kau ini selalu saja meremehkan diri sendiri." Samael sontak menutup buku bacaannya. "Bagaimana kalau kalian adu tarung? Kita lihat apakah kau benar-benar payah."

"Eh!?" Lazu terkesiap. "T-tidak usah!"

"Wah, jangan girang begitu, dong, Lazu."

"GIRANG?!" Lazu sewot.

"Sudah diputuskan. Aku akan membujuknya untuk menjadi lawan latihanmu." Lelaki itu tersenyum. "Pasti seru sekali." Ia melangkah pergi.

"Hey, Samael. Tu-tunggu dulu!" sergah Lazu, berusaha menahan langkah rekannya. "A-aku be-belum siap."

"Tidak masalah. Cosmo bahkan belum tahu," kelit Samael.

"Pokoknya tu-tunggu dulu." Bersikeras, Lazu menahan lengan Samael kuat-kuat.

"Yo, Cosmo! Apa kabar?"

Lazu seketika mematung. Pelan-pelan, kepalanya menoleh ke arah orang yang barusan disapa Samael. Seorang remaja lima belas tahun bertank-top hitam. Rambutnya hitam pendek, dengan alis yang cukup tebal. Ya, itu Cosmo, memandang mereka dengan wajah kusut.

 Ya, itu Cosmo, memandang mereka dengan wajah kusut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BEAST: RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang