"Ibu tau kekecewaanmu, tapi tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Agama mengajarkannya pada kita, untuk menghadapinya dengan sabar hati dan ikhlas" Ujar Ibunya Arini.
"Apakah seorang wanita dilahirkan hanya untuk ikhlas dan disakiti, Bu?" Tanya Arini dengan nada agak tinggi karena tidak setuju dengan argumen Ibunya. "Rini nggak sekuat Ibu".
"Ibu juga nggak ingin kamu seperti Ibu, tapi ada satu hal yang harus kamu ingat. Masa depan Nadia.
"Banyak anak yang sukses dari single parent" Ucap Arini ketus sambil memberikan minuman ke Ibunya.
"Astagfirullohaladzim..." Sahut Ibunya tak percaya dengan jawaban Arini.
"Dongeng Madaniah yang ku bangun dengan Mas Pras, sudah hancur" Ujar Arini.
"Ibu tau, tapi dongeng itu belum berakhir" Ucap Ibunya menenangkan. Arini lalu menatap Ibunya dan mengerutkan dahinya.
Hari pementasan Nadia telah tiba. Nadia bersiap-siap di backstage.
"Ayo sayang" Ucap Arini sambil mengepang rambut Nadia.
"Bun, kok Ayah belum datang?" Tanya Nadia.
"Udah, nggak usah nungguin Ayah, kan udah ada Bunda sama Nenek disini" Ujar Arini.
"Telfon Ayah Bun....Nadia mau ada Ayah disini, ayolahh Bun....Ayah kan udah janji" Rengek Nadia. Arini lalu menatap Ibunya. Ibunya memberi isyarat agar Arini menuruti permintaan Nadia.
"Iya, Bunda akan telfon Ayah. Kamu disini dulu sama Nenek ya" Ucap Arini sambil mencium Nadia.
Arini pun menelfon Pras. "Assalamu'alaikum, kamu lagi dimana sih Mas?" Tanya Arini agak ketus. Matanya tetap saja berkaca-kaca.
"Ini masih dijalan, paling 30 menit lagi sampai" Jawab Pras.
"Yaudah, Assalamu'alaikum" Ucap Arini.
Setelah menutup telfon dari Arini, Hp Pras berdering lagi. Ternyata itu telfon dari Meirose.
"Mas, Akbar muntah-muntah" Ucap Meirose.
"Astagfirulloh, sejak kapan?" Tanya Pras kaget.
"Sejak subuh tadi" Jawab Meirose. "Simbok juga lagi nggak masuk Mas".
Pras bimbang. Disatu sisi dia harus pergi ke pementasan Nadia, namun disisi lain dia juga harus kembali ke rumah Meirose untuk membantu Meirose merawat Akbar.
"Emmmm,...Kamu sudah kasih apa?" Tanya Pras.
"Aku belum kasih apa-apa Mas, aku nggak tau dan aku takut salah" Ujar Meirose.
"Emmm......Oke, kamu tunggu, aku kesana sekarang" Ucap Pras. Dengan rasa bersalah kepada Nadia, Pras pun berbalik arah kembali ke rumah Meirose.
Pementasan disekolah Nadia pun segera dimulai. Sementara itu Pras sampai di rumah Meirose.
"Masih muntah saja?" Tanya Pras.
"Iya Mas" jawab Meirose.
"Yaudah, kamu siapkan perlengkapan, kita pergi ke dokter sekarang" Ujar Pras.
Tiba-tiba Arini menelfon. "Dimana kamu Mas?" Tanya Arini.
"Emmm....Akuu....."
"Suara siapa itu?" tanya Arini karena mendengar suara Akbar menangis. "Katanya kamu dijalan?"
"Aku....aku dirumah Meirose. Akbar sakit" Jawab Pras. Tanpa menjawab, Arini langsung menutup telfonnya.
"Bu, dia sudah janji Bu, dia sudah berjanji sama Nadia, gimana sama perasaannya Nadiaa" Ucap Arini sambil menangis ke Ibunya.
"Sudah biarkan saja" Jawab Ibunya menenangkan.
Saat ingin berangkat ke dokter, Hp Pras berdering.
"Muntahnya padat atau cair?" Tanya Arini diseberang sana. Pras mengerutkan dahinya.
"Cair" Jawab Meirose.
"Suhu badannya tinggi?" Tanya Arini lagi.
"Iya mbak"
"Buang-buang air nggak?"
"Iya 3 kali sejak tadi pagi" Jawab Meirose.
"Kalo menurutku ini cuma masuk angin, jadi kamu olesin aja minyak kayu putih di badannya" Ujar Arini. "Tapi kalau masih buang-buang air dan masih muntah, kamu bawa ke rumah sakit" Sambungnya.
"Makasih Mbak" Ucap Meirose.
"Dan kalau kamu nggak bisa datang kesini nggak papa Mas, aku bisa jelasin ke Nadia" Ucap Arini pelan lalu menutup telfonnya.
Ibunya yang sedari tadi memperhatikan Arini bertelepon pun langsung memeluk Arini. Bangga dengan keteguhan hati Arini.
"Marilah kita saksikan, wakil dari TK A 1, Nadia Citra Prasetya" Ucap MC Pementasan itu.
Nadia pun keluar dari balik tirai dengan terseyum. Tampak banyak boneka tangan di belakang Nadia. Nadia akan menampilkan cerita Madaniah seperti yang biasa diceritakan Bundanya. Nadia melambai ke arah Arini. Namun setelah melihat keseluruh penjuru penonton, senyum Nadia menghilang. Nadia mencari Ayahnya.
Nadia pun sedih karena Ayahnya tak datang. Tiba-tiba seseorang masuk kedalam ruang pementasan. Dan itu adalah Pras.
Senyum Nadia yang tadi hilang, kembali menguntum lagi. Nadia langsung memulai pementasannya.
Pada suatu hari, dikerajaan yang bernama Madani, tinggallah seorang raja dan permaisurinya yang baik. Mereka mempunyai seorang putri yang cantik, bernama Sabrina. Raja dan permaisuri sangat sayang kepada Sabrina. Pada suatu hari, sang Raja harus pergi dari istana karena ada musuh yang mengancam kerajaan. Sabrina sedih karena harus berpisah dengan ayah tercinta. "Kenapa harus ayah yang pergi? Ayah kan bisa menyuruh prajurit-prajurit kerajaan". "Sabrina sayang, prajurit-prajurit kerajaan tidak berani melawan ratu jahat, hati mereka kecut seperti jeruk". "Jangan sedih Sabrina, ayah sedang berjuang untuk kita, kita doakan agar ayah selamat dan cepat pulang". Setelah sekian lama sang raja akhirnya pulang dan membawa orang lain. "Ayah, Sabrina takut, kenapa ayah bawakan peri jahat buat Sabrina?". "Sabrina sayang, dia bukan peri yang jahat, dia peri yang sangat baik, kita yang jahat, karena kita tidak peduli dengan orang lain, kita lupa kalau ada orang lain yang juga sayang sama kita, sekarang kita harus baik sama orang lain agar kerajaan madani dihargai".
Semua orang bersorai-sorai dan bertepuk tangan setelah penampilan Nadia. Arini terharu dan memeluk ibunya.
Setelah pulang, Nadia langsung tidur. Pras pun menghampiri Nadia kekamarnya. Tampak boneka tangan masih ditangan Nadia, beserta piala yang dimenangkan Nadia karena penampilan spektakulernya.