Supernova || 1

1.2K 111 2
                                    

SUPERNOVA
_________________________________________

Setelah baru saja menggegerkan anak satu sekolah gara-gara perlakuannya pada seorang gadis yang notabenenya adik kelasnya sendiri. Riksa sekarang malah tampak anteng-anteng saja melewati setiap koridor kelas masih lengkap dengan almamater osisnya. Sama sekali tak peduli dengan bisikan-bisikan siswi-siswi tiap kali ia melangkahkan kaki. Bagi Riksa, yang penting mereka tidak mengusiknya. Maka terserah mereka mau melakukan apa. Itu prinsipnya.

"Oy, Sa!" Riksa menoleh, mendapati sahabatnya melambaikan tangan kearahnya. Saat ini ia tengah berjalan menuju kantin. Lantaran waktu sekarang menunjukkan waktu istirahat kurang lebih selama 15 menit.

"Udah pesen?" Riksa bertanya tak kala ia mendapati ketiga temannya duduk anteng di meja makan.

Oliv yang pertama kali nyengir mendengar ucapan big bos mereka. "Kan bos mau traktir-traktir kita. Tradisi biasa kalo ada yang udah jadian!"

Riksa mengerutkan kening. Saat ia menatap Varrell, laki-laki itu malah sibuk dengan ponselnya.

"Pj lah bos!" kata Raju, cs Oliv dengan semangat membara. "Ceweknya mana bos?" tanyanya sambil celingak-celinguk.

"Cewek?"

Melihat raut wajah kebingungan Riksa, Oliv berujar. "Adek tingkat yang tadi lo tolongin pas sebelum pidato pembukaan MPLS. Yang gara-gara tingkah lo buat nama cewek itu auto viral! Siapa tadi namanya, Ju? Rani, Rina, Rini-"

"Rain."

"Nah, Iya! Rain. Bos nggak liat grup lambe turah sekolah yak? Penuh sama gosipan tentang adik kelas itu tau!"

"Gue ngeliatnya jadi kasian." ucapan Raju membuat Riksa dan Oliv menatap arah pandang Raju. Tepatnya ditengah sana terlihat gadis yang mereka bicarakan tengah menjadi pusat perhatian.

"Ditambah kelakuan lo tadi bos, dia jadi gunjingan cewek-cewek yang naksir sama lo. Padahal pas gue teliti tuh cewek, lumayan cantik juga."

"Lah lah? Mau kemana bos?" Oliv menyela.

Tanpa menoleh, Riksa menjawab. "Tanggung jawab."

"Jangan!!" Riksa menatap kedua sahabatnya, bingung. Pasalnya teriakan dua makhluk kampret itu mampu membuat mereka menjadi pusat perhatian. Riksa mendengus, lantas kembali duduk ketempatnya.

"Sorry bos sorry. Kelepasan." Oliv nyengir. Lantas berujar kemudian. "gini bos, seandainya aja bos tadi nolongin dia. Bisa buat anak-anak disini makin yakin ada apa-apa antara kalian bedua."

"Gue nggak ada apa-apa sama dia."

"Yak emang! Tapi kelakuan lo yang baru pertama kali itu lo lakuin ke cewek. Huft, oke gue tanya, lo sadar nggak bos, itu kali pertama lo care sama cewek setelah--Ck! Iya iya inget gue! Santai!" Raju mengelus lengannya yang ditabok keras oleh Oliv.

"Gue cuman kasihan." setelah detik lama Riksa mendiamkannya.

"Hah?" respon kedua temannya. Bahkan mampu membuat Varrell meliriknya, sekilas. Sudah dibilang kan, Varrell itu bisa tiba-tiba menjadi cowok super cuek.

"Pagi tadi dia jatoh." ucap Riksa menjelaskan, tanpa mau memperhatikan kedua temannya. Matanya menatap di radius satu meter, gadis itu tengah berbicara dengan Fera. "gue kasihan. Nggak lebih. Persepsi gue nggak semudah itu berubah."

Raju dan Oliv kontan saling menatap.

Malas meladeni kelakuan sahabatnya, Riksa menatap Varrell. "Ke Ro, Rel." ucap Riksa lantas berjalan keluar kantin diikuti Varrell yang berjalan setelah menyimpan ponselnya kesaku.

Mau nebak kenapa Varrell bisa berubah jadi cuek?

Raju dan Oliv sendiri masih sibuk dengan keterdiaman mereka. Sampai akhirnya, Oliv berujar membuat Raju mengangguk pelan.

"Lo tadi ngeliat tatapan bos Riksa nggak?" Oliv menatap kembali adik kelas mereka yang sekarang tengah makan sambil berbincang dengan seorang perempuan. "Mitosnya, kalau bos natep cewek lebih dari 10 detik--"

Sambil mengangguk-angguk, Raju melanjutkan. "Ini nih fix, bos udah move on!"

****

Raina tak henti menundukkan kepala saat ia baru saja sampai dikantin. Jujur, ia tak tahan melihat ekspresi orang-orang saat melihatnya. Terutama melihat keadaan fisiknya.

Didalam hati ia menyeru. Apa yang salah dengan ia yang berjalan menggunakan tongkat?!

Toh, ia tidak membebani siapapun. Ia tidak bergantung dengan orang lain, meskipun kakinya tidak bisa berjalan.

"Hei?"

Raina mengerjap pelan melihat seorang perempuan yang berada didepannya. Entah kenapa ia takut jika perempuan ini ingin mencelakainya. Ya, faktanya setelah kejadian 'itu' Raina menjadi separanoid itu.

"Kenapa diem?"

"Eh? Itu,"

Gadis didepannya, tersenyum ramah. "Santai aja. Gue nggak gigit kok." katanya bermaksud bercanda.

Raina mengumbar senyum tipis. Sepertinya perempuan ini tidak berniat jahat padanya.

"Lo mau makan?"

"I-iya."

"Yaudah bareng ya," Raina mengerjap.

"Kita makan disitu yuk!" kata gadis itu sambil mengarahkan pandangannya pada sudut paling kanan meja kantin. "batagornya enak banget loh! Percaya deh sama gue! Itu ya kalo lo mau tau bumbu batagornya turun-temurun. Jadi, pas lo udah ngerasain sekali lo pasti mau lagi."

"Kak Ngah! Beli batagor dua! Extra jumbo plus spesial, oke?"

Seorang wanita paruh baya tampak mengacungkan jempolnya. "Siyap Neng Fera!"

"Nah, terus lo mau minum apa?"

Rain tersenyum tipis, sepertinya sekolah tak semenakutkan itu. "Makasih ya,"

"Santai. Es teh mau?" Raina mengangguk.

Beberapa saat kemudian, Fera datang dengan tangan yang memegang dua gelas es teh. "Oh ya gue lupa ngenalin. Kenalin nama gue Fera dari kelas 11 IA 1."

"Raina. Kelas 10."


Fera mengibaskan tangannya. "Udah tau gue." kekehnya pelan. "lo kan udah terkenal. Satu sekolah pada ngomongin lo."

"I-iya."

"Lo kenapa?"

Raina menggeleng. "Lo nggak nyaman ya?" Fera mengitari pandangannya dan ia baru sadar anak-anak lain terang-terangan menatap mereka, tepatnya menatap cewek didepannya ini.

Fera menghembuskan nafas. Inilah yang ia tak suka. Fera lantas berdiri. "LO SEMUA TAUNYA GIBAHIN ORANG MULU YAA! BILANG AJA KALIAN IRI SAMA DIA! JANGAN SOK-SOK-AN--"

"Ssstt, u-udah, kak udah."

"Iihh biarin kali Rai. Mulut mereka emang kadang lebih pedes daripada cabe! Taunya gibah. Tapi nggak pernah intropeksi diri!" begitulah manusia hanya tau membicarakan keburukan orang lain, seolah merasa dirinya yang paling sempurna.

"Udah, Kak. Aku biasa aja kok."

"Tapi, makasih ya, Kak." Raina mengumbar senyum tulus. "kakak temen pertamaku. Eh tapi, Kakak mau nggak jadi temenku?" Raina nyengir membuat Fera spontan terkekeh pelan.

"Iya, kita temenan sekarang."[]

SUPERNOVA [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang