Supernova || 9

589 68 0
                                    


***

"Go Riksa, Go Riksa, Go!"

Di tribune terlihat riuh sekali dengan penonton. Tentu Raina akan berfikir dua kali untuk ikut menonton disana. Bisa-bisa bukannya jadi penonton ia malah akan jadi yang ditonton. Tapi, karna kegiatan bulan bahasa kemarin masih berlanjut maka hari ini pun jam belajar full kosong. Itu yang membuat Raina tak ada pilihan lain selain menonton. Lagipula, jujur saja hati kecilnya tertarik melihat penampilan cowok dengan nomor punggung 1 itu. Cara dia men-dribble, menge-shoot bola, sampai mengelabui lawannya dalam merebut bola membuat Raina terpana. Oke, dia akui cowok resek itu punya skill yang bagus dalam bermain bola basket.

Karna menonton di tribune sana tidak memungkinkan bagi seorang seperti Raina maka dirinya berinisiatif meminjam kunci perpus pada Bu Kinar. Oleh karena itu, sekarang dia terdampar disini. Duduk sendirian seraya menopang dagu menatap Riksa yang terus saja digaung-gaungkan oleh para perempuan dan cheerleader. Melihat itu, Raina tersenyum miris. Arah pandangannya beralih pada sepasang kakinya. Melihat begitu lincahnya para cheers itu mengangkat dan menggerakkan kakinya membuat Raina iri.

Seandainya saja hidupnya tak begini.

"Astaghfirullah," Raina menggeleng-geleng pelan saat lagi-lagi pikiran seperti itu terlintas di benaknya.

Berusaha mengenyahkan rasa irinya, Raina tidak menatap para cheerleader itu, ia memfokuskan pandangannya pada para cowok yang terlihat masih sibuk berebutan bola. Lewat kaca jendela besar perpus yang terletak di lantai dua, Raina menopang dagunya menonton. Sejujurnya ia tak begitu tertarik juga dengan olahraga, tapi jika dilihat sekali lagi, sepertinya permainan basket lumayan menyenangkan juga.

Raina melihat skor di papan yang menunjukkan selisih yang tipis. Dimana skor tertinggi masih di pegang tim Riksa. Raina iseng menghitung jumlah tembakan yang dilakukan cowok resek itu.

Satu.

Dengan mudahnya cowok itu melempar di jarak three point.

Dua.

Setelah berhasil mengelabui musuhnya, ia langsung melakukan lay up shot.

Tiga.

Sempurna. Saat Riksa melakukan jump shoot mata Raina benar-benar terpesona tatkala cowok itu melompat.

Raina tanpa sadar ikut bertepuk tangan sendirian di perpus bersama dengan seluruh penonton dibawah. Raina tak bohong jika permainan cowok itu bagus. Permainan selesai dan sudah bisa dipastikan jika tim Riska pemenangnya, anak kelas sebelas IPA.

Riksa dan teman-teman satu timnya merayakan kemenangannya membuat pendukung tim sebelas IPA bersorak senang. Raina akui kharisma kakak kelasnya itu lumayan kuat juga.

Namun senyum gadis itu entah sebab apa tiba-tiba lenyap saat matanya menangkap pemandangan itu. Raina menunduk. Apa yang sedang terjadi padanya? Ia langsung beranjak dari sana.

Raina bingung, kenapa saat melihat Riksa menerima air mineral dari Fera, perasaan Raina tiba-tiba tak nyaman.

***

Berbeda dengan Raina, Fera malah merasa takjub saat untuk pertama kalinya Riksa, cowok yang selama setahun ini ia kejar menerima pemberiannya. Baginya ini suatu kemajuan. Fera menatap Riksa yang masih memegang botol mineral darinya. Senyumnya masih saja mengembang. Namun, langsung pupus seketika saat melihat yang dilakukan Riksa selanjutnya.

SUPERNOVA [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang