Supernova || 4

724 83 1
                                    

Selagi nunggu epilog sama extra part di cerita Gravity. Baca yang ini dulu ya:)

Baca dari ulang kalau lupaa:( aku enggak minta banyak kok^_^

***

Raina turun dari angkot langganannya. Setelah membayar, ia bergegas membuka pagar panti asuhan yang diplangnya bertuliskan Panti Kasih Bunda.

"Bu," sapa Raina melihat ibu pantinya.

Bu Rani yang tadi sibuk merajut pakaian langsung menoleh. Tersenyum saat Raina dengan agak susah duduk disampingnya lalu menyalami dirinya.

"Gimana sekolah kamu hari ini?" tanya Bu Rani seperti biasa.

Raina meletakkan tongkatnya agak jauh. "Ai udah mulai terbiasa kok. Ibu jangan khawatir. Ai seneng sekolah di sana."

Bu Rani menghela nafas, lega. "Syukurlah. Enggak ada yang ngejek atau bully kamu kan?" tanya ibu pantinya itu khawatir sekali. Apalagi mengingat di zaman sekarang pembullyan adalah hal yang sering terjadi di kalangan anak sekolah. Raina tersenyum melihat kekhawatiran yang terpancar jelas di wajah ibunya. Raina merasa bersyukur karna masih diberikan kesempatan untuk merasakan kasih sayang dari seorang ibu.

"Ibu ni khawatirnya berlebihan. Di sekolah Ai mana ada yang kayak gitu. Mereka semua welcome kok sama Ai." meskipun, Ai diasingkan sama mereka.

"Ibu cuman takut mereka jelekin karna keadaan kamu. Ibu enggak mau kamu sedih."

Raina terharu. Ia lantas memeluk Bu Rani. "Makasih udah khawatirin Ai ya, Bu." bisik gadis itu,  lemah. "kehadiran ibu buat Ai masih bisa ngerasain kasih sayang Mama. Ai bener-bener bersyukurr banget bisa ketemu orang sebaik ibu. Makasih ya, Bu udah mau nampung Ai. Udah mau nerima Ai di panti ini." gadis itu sudah berderai air mata. "Ai nggak tahu bisa jadi apa Ai kalau enggak ketemu ibu."

"Sstt, udah." Bu Rani menepuk-nepuk punggung Raina lembut, khas seorang ibu. Membuat tangisan Raina semakin terdengar. "nanti didenger adek-adek kamu. Enggak malu kan, hm?" ujar Bu Rani berusaha menenangkan. Raina melepas pelukannya.

Bu Rani membantunya menghapus jejak air matanya. Raina terkekeh. "Ai cengeng banget ya, Bu."

"Udah ah, nanti ibu ikut nangis juga ni. Mandi dulu gih. Habis itu makan, ibu ada masak makanan kesukaan kamu."

"Ai mandinya mesti gercep ni." canda gadis itu. "nanti makanannya habis ludes dulu. Ai kan jadi enggak bisa nyicipin masakan ibu yang paling enak."

"Gampang, nanti ibu pisahin khusus buat kamu."

"Makasih, Bu." Raina lalu mengambil tongkatnya. Ia berdiri dengan bertumpu pada tongkatnya. "Ai masuk dulu, ya."

Bu Rani mengangguk seraya tersenyum. Setelah Raina pergi, ibu paruh baya itu menyeka air matanya.

Nyatanya, gadis sebaik Raina tak seharusnya merasakan pahitnya kehidupan diusianya yang masih muda.

***

Ada dua hal yang Raina sukai didunia ini yaitu ketenangan dan melukis. Raina senang berada di tempat sepi apalagi jika di temani dengan kanvas dan kuas. Percayalah, Raina bisa berlama-lama dalam keadaan begitu. Seperti saat ini, saat jam kosong di kelasnya. Raina memilih untuk mendekam di perpustakaan lantas mulai menggambar di buku gambar.

Ia duduk di tempat biasanya. Dengan tekun ia mulai menggores kertas kosong itu dengan pensilnya. Mengikuti hatinya untuk menggambar. Raina terbiasa menggambar tanpa pola. Ia lebih senang langsung dengan berani menggoreskan tangannya.

Tak terasa jam kosongnya sudah berakhir. Diikuti dengan bunyi bel tanda istirahat. Raina segera mengemasi buku gambar dan pensilnya. Mengambil tongkatnya yang ia sampirkan di sampingnya lantas berjalan untuk menuju mushalla. Karna, masa haid Raina sudah selesai jadi gadis itu ingin kembali melaksanakan rutinitasnya yakni shalat dhuha.

Karna terlalu tergesa, Raina sampai-sampai menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya. "Maaf, maaf." ujarnya tak enak pada gadis yang di tabraknya. Gadis itu terlihat tak suka melihatnya.

Ia menghentakkan kakinya meski tahu buku gambar Raina dibawah kaki gadis itu. Raina hanya mampu menggigit bibir bawahnya. "Lo tuh jalan yang bener! Udah tau pincang, mata lo juga jangan meleng. Badmood kan gue gara-gara elo!" dan gadis itu langsung berjalan setelah menyenggol Raina. Gadis itu memegang tongkatnya dengan erat. Menghela nafas ia pelan-pelan berjongkok untuk mengambil buku gambarnya. Nyaris saja ingin menangis karna cover bukunya itu sudah kotor.

Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya kasihan, Raina melanjutkan jalannya. Menguatkan hatinya seperti biasa. Bahwa kejadian seperti itu adalah hal biasa. Meski, hatinya begitu sakit menerima perlakuan seperti itu.

Karna, sejak memilih bersekolah di sekolah normal. Raina sudah memprediksi tingkah laku orang terhadap keadaannya. Dan Raina tak bisa berbuat apa-apa selain menerima semuanya dengan lapang dada.

***

Disujud terakhirnya, Raina tak bisa menahan untuk tidak menangis. Perlahan air mata yang di tahan-tahannya menguar begitu saja. Jika saja boleh jujur, Raina sakit hati dengan segala cobaan yang menimpanya. Ia ingin sekali memiliki hidup seperti orang lainnya. Ia juga ingin memiliki keluarga yang sempurna. Ada ayah yang bisa menasehatinya jika ia nakal, ada ibu yang selalu membangunkannya pagi, dan ada adik yang selalu membuatnya tertawa. Namun, nyatanya semua itu tinggal kenangan. Karna, sekarang dirinya sudah ditinggal sendiri.

Semuanya pergi meninggalkan Raina. Entah dosa apa yang ia lakukan sampai membuat Tuhan memberinya hukuman seberat ini. Sesaat ketika mengingat ia baru saja mengeluh dengan cobaan hidupnya, Raina langsung mengucap banyak-banyak istigfar.

Raina kemudian selesai menunaikan ibadah shalat dhuha. Ia menjangkau tongkatnya lalu berdiri. Ia keluar dari mushalla sembari menundukkan kepala. Ia tak mau ada yang melihatnya habis menangis. Raina tak mau semakin terlihat menyedihkan dimata teman-temannya. Dan Raina tak suka tatapan kasihan yang orang-orang lemparkan padanya.

Itu membuat hatinya sakit. Raina bergegas sebisanya untuk kembali ke kelas. Ia ingin cepat-cepat pulang saja rasanya.

Karna, terkadang berbeda dari orang-orang membuat Raina merasa terasingkan.

Karna, terlalu larut dalam kesedihannya Raina sampai melupakan bukunya yang ia letakkan di dekat pintu mushalla. Seorang yang mau keluar dari mushalla tak sengaja melihatnya. Ia berjongkok dan meraih buku itu.

Membukanya dan bergumam takjub melihat lukisan dibuku gambar itu. Goresannya nyaris seperti pelukis-pelukis pro. Karna, merasa jika buku gambar ini pasti tak sengaja pemiliknya tinggalkan, ia lalu membawanya.

Meski didalam hati, Riksa begitu penasaran. Tentang pemilik buku gambar itu.[]

SUPERNOVA [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang