4 (Sehelai Daun)

218 20 2
                                    

Aula olahraga hari ini penuh dengan semua murid dan orang tua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aula olahraga hari ini penuh dengan semua murid dan orang tua. Dia atas panggung yang dijadikan mimbar terpampang peti mati dan foto besar Sae Woon beserta karangan bunga.

Di depan peti kedua orang tua Sae Woon menangis meraung. Guru Sora mendampingi Ibu Sae Woon di sebelahnya, menepuk-nepuk pundak untuk menenangkan. Tangis Ibu Sae Woon semakin meraung-raung, tak percaya kalau anaknya mati karena bunuh diri.

"SAE WOON-AH... KENAPA KAU LAKUKAN ITU, NAK?! KENAPA KAU MENINGGALKAN IBU DENGAN TINDAKAN BODOH! SAE WOON-AH!!!"

Guru Sora dan Ayah Sae Woon berusaha menenangkan. "Eommoni, tenang lah."

"Songsaenim, kenapa anakku bisa mati?" Ibu Sae Woon menarik pundak guru Sora dan menggoyang-goyangkannya.

Guru Sora mengedarkan pandangannya menatap sekitar karena malu, dia menahan tangan Ibu Sae Woon agar tak menariknya.

"Eommoni, tenang kan dirimu dulu." Guru Sora menarik paksa tangan Ibu Sae Woon dari pundaknya.

"Kami ingin melihat wajah putra kami, songsaenim." Ayah Sae Woon memohon.

Guru Sora terbata-bata, matanya melihat ke arah Guru Dong Un cemas. Lalu tak lama kepala Kang datang, menghampiri kedua orang tua Sae Woon. Dia membungkukkan badan memberi salam.

"Saya kepala Kang, turut berduka atas kematian putra mu yang selama ini telah menjadi siswa kami. Ini semua adalah kesalahan kami sebagai pihak sekolah. Namun saya harus menjelaskannya atas apa yang terjadi." Kepala Kang menunduk sskali lagi, lalu berjalan ke arah podium. Dia akan berbicara untuk semua orang. "Selama pagi, saya Kepala Kang. Kematian siswa kami adalah hal terburuk yang dialami oleh pihak sekolah. Ini semua kelalaian karena telah membiarkan Sae Woon berkeliaran saat malam hari. Tingkat bunuh diri memang tidak bisa kita pungkiri lagi di negara kita. Namun ini adalah tindakan yang sangat disesalkan, ada sebagian orang menganggap bunuh diri adalah cara tercepat untuk menemukan jalan keluar. Tapi kalian ketahui lah, ada satu nyawa setiap detiknya di dunia ini yanh ingin diberikan kesempatan untuk hidup."

Kepala Kang terdiam beberapa saat, dia menarik napas lalu dihembuskan perlahan dan melanjutnya, "Kasus Sae Woon bukan lah contoh yang baik untuk kita dan anak-anak kita. Tetapi ada pelajaran atas kematian Sae Woon. Dia mati setelah mendapatkan sebuah hukuman skors selama seminggu karena telah mencelakai siswa lain. Namun ternyata Sae Woon memilih jalannya untuk menyelesaikan masalah. Saya selaku Kepala Sekolah memohon maaf karena telah membiarkan siswa kami pergi dengan penyesalan. Saya berharap, tidak akan ada lagi kasus seperti Sae Woon setelah ini. Sekian dari saya." Kepala Kang membukkan badan memberikan penghormatan.

Yoongi yang bediri tepat di depan foto besar Sae Woon menatapnya tajam. Dasar pengecut!

🐠🐠🐠

Jong Un mengusap wajahnya keras, wajahnya sangat frustasi. Dia tak menyangka kalau Sae Woon mati begitu cepat. Dia merasa kalau kematian Sae Woon bukanlah bunuh diri. Jelas sekali itu adalah pembunuhan.

Tangannya bergetar ketakutan, jika Sae Woon bisa mati mengenaskan seperti itu kemungkinan dirinya pun sama. Dia harus mengungkapkan kematian Sae Woon.

Jong Un menyalakan air di wastafel, membasuh wajahnya dengan cepat. Pintu salah satu toilet terbuka, menampilkan sosok Yoongi yang menatap Jong Un curiga. Yoongi melirik Sae Woon karena tingkahnya sangat aneh untuk sekadar mencuci muka.

Yoongi menyentuh pundak Jong Un seraya berkata, "Kau tak apa?"

Jong Un sontak menepis tangan Yoongi keras dan mengindar beberapa langkah. Matanya membelalak terkejut, seperti melihat hantu. Dia berlari keluar kamar mandi, menyisakan tanda tanya untuk Yoongi.

"Ada apa dengan anak itu?" tanya Yoongi menatap pintu kamar mandi.

Dia berjalan keluar untuk menghampiri Jong Un, namun laki-laki itu sudah hilang entah dimana. Akhirnya dia memilih untuk kembali berkumpul bersama teman-temannya di kamar.

"Kau lihat Han Seok?" tanya Jimin pada rekan-rekannya saat Yoongi memasuki kamar. Dia menyipitkan mata karena merasa janggal. "Tingkahnya sangat aneh, begitu ketakutan dan seperti menyembunyikan sesuatu."

"Maksudnya?" tanya Jung Kook.

Yoongi duduk di atas kasurnya, memilih untuk menjauh dari kerumunan mereka yang sedang membahas kasus Sae Woon. Dia mengamati dari jaraknya seraya membuka-buka buku.

"Aku melihat Han Seok seperti melihat hantu, wajahnya penuh ketakutan." Jimin berkata mantap.

"Apa mereka tahu kejadian yang sebenarnya?" timpal Hoseok.

Seok Jin menggelengkan kepala, masih belum bisa mencerna dengan baik atas kejadian ini. Semua terlalu tiba-tiba, untuknya dan semua orang. Seperti kedipan mata, Sae Woon mati mengenaskan di aula olahraga.

"Dimana Tae Hyung?" Nam Joon memecahkan keheningan di antara mereka. Semua mata tertuju padanya dan memberikan jawaban dengan gelengan kepala.

🐠🐠🐠

Tae Hyung melempar sehelai daun yang dia potong perkecil ke udara. Membiarkan helaian daun terbang terbawa angin. Di atas atap gedung sekolah dia menyendiri. Menenangkang pikirannya. Kenapa semuanya menjadi rumit?

Dia merindukan saat-saat dulu. Ketika mereka tertawa gembira, menangis bersama atas kegagalan dan keberhasilan mereka di sebuah pertandingan. Mungkin musim mereka tidak akan kembali ke pertandingan.

"Tae!"

Dia melihat Seok Jin melambaikan tangan di bawah, tersenyum cerah padanya. Tae Hyung mengejek dengan cibiran melihat tingkah laki-laki itu. Lalu datang Nam Joon dan belakang Seok Jin. Merangkul Seok Jin dan melambai ke arahnya.

"Cepat, kita harus latihan!" teriak Nam Joon.

"Hyung cepatlah! Pelatih Kang menunggu!" kali ini Jong Kook berlari dari arah lapangan.

Tae Hyung melihat bayangan dirinya sedang berlari keluar dari gedung sekolah. Menghampiri mereka dengan tinjuan kecil di perut lemah Seok Jin. Laki-laki itu meringis dan mereka tertawa. Lalu Jong Kook akan melompat untuk mengapit lehernya.

Mereka berjalan menuju lapangan, semua tim dan pelatih Kang sudah menunggu seraya melambaikan tangan. Hoseok berlari gaya kuda andalannya seraya mengangkat helm bersama Jimin.

"Cepat lah! Kita harus menang di pertandingan musim ini!" teriak Jimin keras di samping Tae Hyung, membuatnya gusar dengan tingkah laki-laki itu.

"Yakk! Cepat! Pakai perlengkapan kalian! Dasar gerombolan boys flower!"

Tae Hyung melihat Sae Woon mengumpat kesal karena menunggunya. Dia hanya tertawa meledek, dan laki-laki itu berjalan mengabaikan.

Dan semuanya hilang... bersamaan dengan angin yang membawa helai daun. Tae Hyun menggariskan sudut bibirnya ke atas.

"Bajingan brengsek!" lirihnya dengan tawa kecil.

See you di next chapter (gak janji)

Jakarta, 28 January 2019 12:18 PM

Salam pena
Vandori teman Nemo

SAVE ME or KILL ME [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang