13. Penyelamat

151 12 0
                                    

Seok Jin masih berusaha menyuruh Tae Hyung untuk membunuhnya. Namun laki-laki itu melayangkan tinju ke perutnya. Membuat Seok Jin terbatuk seraya meringkuk. Tae Hyung bangkit berdiri, menatap tajam ke arah Seok Jin.

"Yaakkk! Kau harus bisa melawannya! Kau ingin teman-teman mu mati di tangan dia?" Tae Hyung meludah ke samping. "LAWAN DIA SEOK JIN-YA!"

Seok Jin melengkukkan tubuhnya, meremas kepala yang terasa ingin pecah. Dia mendengar suara derap langkah, bisikkan suara memanggil namanya. Tawa nyaring di kejauhan, tangisan duka, rintihan ketakutan. Dalam kegelapan dia melihat sosok dirinya. Meringkuk memeluk lutut, menangis dalam ruangan.

Rambutnya berantakan, dengkulnya terluka gesekan. Seok Jin kecil, lirihnya dalam hati. Dia merasakan pedih atas luka bagaikan jendela. Tersibak dalam satu hentakan. Seok Jin tahu, bahwa dia selama ini berada dalam kurungan.

"Aaarghhh!"

Tae Hyung melangkah mundur ketika melihat Seok Jin menjerit. Mengangkat kepalanga dalam posisi ke atas. Kedua matanya melotot penuh air menggenang di pelupuk mata.

"Tae." Seok Jin bangkit, meringkuk seperti posisi anjing. Air matanya menetes ke bawah. "Bunuh aku," bisiknya bergetar.

Nam Joon dan yang lainnya sungguh bingung dengan situasi sekarang ini. Jung Kook menyuruh Tae Hyung untuk melepaskannya lebih dulu. Tae Hyung menurut, walaupun matanya tidak bisa berpaling dari Seok Jin.

Tae Hyung sudah tahu kalau Seok Jin memiliki jiwa lain yang hidup di dalam dirinya. Namun dia tidak menyangka kalau Sae Woon mati di tangan Seok Jin. Tae Hyung pikir, dengan berteman dengannya. Membawa Seok Jin bersama dengan yang lain, akan menghilangkan luka di dalam diri Seok Jin.

"Argghhh!" Seok Jin kembali berteriak, semakin merunduk. Tangannya kembali meremas kepala. "AKU MOHON TAE!"

"Seok Jin-ah, kau harus melawannya." Nam Joon berusaha mendekat, walaupun dia tidak tahu apa sebenarnya yang dialami Seok Jin. "Kita di sini ada bersama mu."

"Jebal," lirih Seok Jin merintih. "Arghhh!"

"Hyung, haruskah kita melarikan diri terlebih dahulu? Paling tidak selamatkan Hoseok." Jung Kok memapah tubuh Hoseok, darah terus mengalir dari wajahnya.

Tae Hyung teringat kalau teman-temannya dalam bahaya. Terutama Yoongi yang belum jelas sedang berada dimana. Dia menyuruh Jung Kook dan yang lain kecuali Nam Joon untuk pergi menyelamatkan Jimin dan Jong Un. Mereka menurut, namun di depan pintu kepala Kang muncul bersama Yoongi  dan Jong Un yang tak berdaya.

Dia melempar mereka berdua ke tengah, tubuh Yoongi meringkuk di atas lantai dengan kedua tangan terikat. Kepalanya terangkat perlahan, berusaha membuka mata lebih lebar. Saat itu juga penglihatannya melihat Seok Jin dalam raungan dan rintihan.

Tubuh Yoongi reflek bergerak cepat, seperti ulat di ranting. Berusaha mendekat ke arah Seok Jin.

"Ya... ya... lihat lah kalian. Seperti pahlawan." Ujar kepala Kang bangga.

Nam Joon bergegas membukakan tali di tangan Yoongi. Menariknya agar menjauh dari Seok Jin, tetapi dia berontak. Berhambur mendekat pada Seok Jin yang kini masih menarik rambutnya kuat-kuat. Berjuang atas dirinya sendiri.

Yoongi mencengkram kedua lengan Seok Jin. "Yaakk. Sadarlah Seok Jin-ah!"

"Teruslah berusaha," ujar Kepala Kang memotivasi. "Apakah Seok Jin yang terbangun atau... singa?" Dia mendelik, merasa puas atas kesenangan malam ini.

🐠🐠🐠

Dokter Lee membuka berkas profil Jong Un yang diberikan oleh suster tadi sore. Dia membaca segala informasi laki-laki itu, sampai telunjuknya berhenti pada kata SMA Yeran. Dia jadi teringat sesuatu di kepalanya, tentang seorang siswa SMA sekaligus pasien profesornya.

Dia segera beralih ke komputer, tangannya segera berkutik di atas keyboard. Mencari daftar pasien profesornya yang bersekolah di SMA Yeran.

"Kim Seok Jin," bisiknya pelan.

Dokter Lee merasa janggal ketika memorinya mengingat kisah yang diceritakan Jong Un selama sesi konsultasi. Dia mengetuk-ngetuk jemarinya ke meja nampak berpikir. Dia memutuskan untuk menghubungi orang tua Jong Un. Karena yang dia tahu kalau Jong Un tidak tinggal di asrama sekolah.

Sambungan terhubung dalam jangka waktu singkat.

"Selamat Malam Nyonya, ya kabar saya baik. Apakah Jong Un-ssi ada di runmah?"

Kelopak matanya melebar mendapatkan kenyataan bahwa Jong Un tidak pulang sejak seminggu yang lalu, laki-laki itu berada di Asrama beralasan tidak bisa pulang. Kening Dokter Lee semakin terlipat, matanya melirik jam di sudut meja merjanya. Pukul sepuluh malam.

Tanpa pikir panjang dia beranjak berdiri, melepas jas kerjanya seraya meraih kunci mobil. Entah kenapa hatinya menyuruh untuk pergi ke SMA Yeran, ada sesuatu yang janggal dalam skenario ini. Dokter Lee mengemudikan mobilnya di atas kecepatan rata-rata, menerobos malam yang mungkin akan terasa sangat panjang.

Dia menginjak rem begitu sampai di depan gerbang utama. Pos penjaga nampak kosong, gedung sekolah pun terlihat sangat gelap. Dia segera turun, berjalan perlahan. Mata Dokter Lee menelusuri sekitar, ada CCTV yang terpasang di setiap sudut gerbang. Tangannya mendorong perlahan,  terkunci. Sudah jelas.

Kepala Dokter Lee menengadah, melihat seberapa tinggi gerbang itu untuk dia panjat. Tanpa berpikir akhirnya dia memanjat dinding pembatas mengingat jeruji gerbang begitu tajam.

Dokter Lee terkejut begitu mendapatkan seorang siswa terkapar di bawah pohon. Area perutnya berdarah, kepalanya beredar ke sekitar. Jantungnya berdegup cepat karena memikirkan betapa bahayanya sekolah ini.

Dia mengecek denyut nadi siswa tersebut, masih hidup. Jika dia memanggil ambulans kemungkinan akan memperpendek umur siswa itu. Dokter Lee memutuskan untuk membawanya segera, melihat dari ruam wajah siswa tersebut sepertinya sudah agak lama. Dokter Lee menggendong tubuhnya, berlari ke depan gerbang. Lalu merutuk karena gerbang terkunci oleh rantai dan gembok.

Dia menidurkan siswa itu, lalu mencari batu dan mengahancurkan rantainya. "Jebal," lirihnya saat berkali-kali menghantam rantainya.

Napasnya mendesah saat gemboknya terbuka. Gerakan tangannya membabi buta untuk membuka, lantas kembali membawa siswa tersebut ke dalam mobilnya.

Dokter Lee menyalakan mesin mobil, lalu dia teringat sesuatu. Tangannya meraih ponsel, menekan tombol laporan.

"Saya melihat ada korban di SMA Yeran, dia terluka parah. Ada kasus penusukan di sini. Namanya..." Dokter Lee menoleh ke belakang, membaca name tagnya. "Jimin."

See you di next chapter (gak janji)

Vandori
Jakarta, 11 Sept 2019

SAVE ME or KILL ME [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang