Jong Un berlari di tegah kegelapan, menyusuri lorong panjang yang seakan tak ada habisnya. Dia menoleh kebelakang entah sudah keberapa kali, memastikan sosok bertopeng itu tidak mengikutinya. Dia tersungkur di lantai, meringis kesakitan saat merasakan kakinya robek. Tak sengaja tersangkut pada besi yang mencuat dipinggir dinding kelas. Matanya melihat tanda renovasi pada kelas seni yang berada di samping aula olahraga. Saat dia menyadari keberadaan dirinya Jong Un menoleh ke belakang bergetar, melihat pintu aula menjulang di atas nya. Dia menangis dalam kebisuan, merasa muak dengan semua ini. Lalu telinganya mendengar suara sepatu pantopel meyentuh lantai.
Tak... Tak... Tak...
Begitu tenang.
Di dalam kegelapan di tengah lorong matanya menangkap sosok menjulang tinggi bertubuh tegap sedang berdiri. Jong Un menatap perlahan ke atas, sosok bertopeng itu. Napasnya tercekat, berusaha menggeret tubuhnya sendiri untuk pergi. Namun luka di kakinya tidak hanya robek ringan. Dia bahkan merasakan darah mengalir tak ada hentinya.
Sosok tersebut melangkah mendekat lalu berjongkok di depan Jong Un. Tangan sosok tersebut menyentuh kepalanya. Lalu mengelus nya dengan perlahan. Semua ini terjadi setelah kematian Sae Woon, hidupnya berantakan. Terutama saat dia mencoba untuk mengungkapkan yang sebenarnya terjadi. Sae Woon bukan mati karena bunuh diri. Tetapi karena terbunuh. Dengan sadis. Tambahkan itu.
"Ssttt... tenang lah, nak."
Mata Jong Un terbelalak mendengar suara sosok itu. Dia kenal suaranya, sangat hapal. Bibirnya bergetar penuh ketakutan, kenapa ada orang-orang gila di sekolahnya. Kenapa dia harus berakhir di sekolah mengerikan ini?
"Kau sangat ketakutan," ujar sosok tersebut lagi, masih mengelus kepala Sae Woon.
"Kepala Kang," lirih Sae Woon dengan suara bergerar.
Kepala Kang tertawa kecil, tangannya beralih untuk membuka topeng di wajahnya. Dia menatap wajah penuh ketakutan Jong Un, tersenyum tipis menyapa laki-laki itu.
"Aku pikir jarang sekali murid yang mengenali suara ku," katanya lugas. "Ahhh iya, kau sering datang ke ruangan ku karena kasus bullying dengan Sae Woon, ya. Aku lupa."
Kening Jong Un tercetak jelas berkerut, apa yang akan dilakukan kepala Kang padanya? Sikapnya sudah aneh, bukan seperti kepala Kang yang dia kenal. Apakah Sae Woon mati dibunuh olehnya?
Kepala Kang yang melihat raut kebingungan di wajah Jong Un segera mengelus kembali kepala muridnya. Dia memiringkan wajah agar lebih dekat menatap wajah Jong Un.
"Aku hanya bertindak selayaknya kepala sekolah, menjaga murid-muridku." Dia berbicara secara tenang. "Dan aku menjaga mu, atas pengkungkapan kematian Sae Woon." Lalu kepalanya mendekat ke telinga Jong Un dan berbisik di sana, "Kalau kau tidak ingin diincar."
Kepala Kang menjauhi kepalanya, tersenyum puas atas ketakutan di wajah Jong Un. Dia menepuk pundak laki-laki itu lantas bangkit bediri. Matanya melihat luka di kaki Jong Un, meringis penuh keprihatinan.
"Kakimu terluka, nak." Kepala Kang menendang pelan dengan ujung sepatunya. "Segeralah ke ruang kesehatan untuk mendapat perawatan. Dan jangan berkeliaran saat malam hari."
Kepala Kang berbalik untuk pergi, namun saat dia teringat sesuatu mengurungkan langkahnya. Dia menoleh ke sisi kiri seraya berkata dengan kening berkerut, "Bukankah sekolah masih ku liburkan? Dan kau tidak tinggal di asrama, apa yang kau lakukan di sini?"
Jong Un terdiam beberapa saat, dia menelan ludah susah payah.
"Ahh... pokoknya jangan berkeliaran malam hari," kata Kepala Kang lagi, kali ini benar-benar pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVE ME or KILL ME [TAMAT]
Mystère / ThrillerMereka tidak akan pernah menyaka kalau malam itu akan menjadi sebuah petaka. Berawal dari sebuah kesepakatan, 'Kita harus pecahkan misterinya, maka kita adalah teman.' Siapa yang akan mengira bahwa misteri itu justru membawa mereka ke dalam nereka...