13 : on rescue

341 42 2
                                    

13
on rescue

Benda itu terlihat menyatu dengan warna bingkai TV yang hitam.

"Maksudmu, kuhancurkan saja?"

"Bukan! Cepat kita lihat siapa tau ada clue selanjutnya atau apa pun itu," ketus Winwin mulai tak sabar.

Yuta meraih benda tersebut dengan tangannya yang panjang. Sesaat mereka memperhatikan alat tersebut lekat-lekat, berharap memang ada sebuah harapan mengatasi kekhawatiran mereka saat ini.

"Tidak ada apa-apa," gurau Haechan dengan suram.

"Hanya benda bodoh hitam yang mempermainkan kita dalam satu malam!" Yuta sebenarnya sudah ancang-ancang akan membanting alat tersebut ke lantai. Namun, ia selalu dicegah oleh anggota-anggotanya.

"Jangan, jangan dihancurkan! Kalau misalnya tidak menyelesaikan segala sesuatu bagaimana?" getir Mark.

"Lalu kita harus apa?! Taeyong bisa-bisa membunuh kita dengan gaya psikopatnya saat ini!" suara Yuta mulai melengking.

"Apa kau mau, ketua kita menjadi gila seperti itu tanpa ada yang bisa menyembuhkan?" bantah Mark, mengigit bibir bawahnya.

"Bagaimana publik harus tau Taeyong hyung menghidap perilaku tak waras setiap saat? Apa kata agensi? Apa kata keluarganya? Lalu.."

Mark tersendat, menelan ludah, hingga mengatakan sesuatu sembari matanya mulai tergenang air mata. "Apa jadinya reaksi Czennie..?"

Tangan Yuta yang telah mengepal kuat-kuat perlahan mengendur dan menatap pilu adik-adiknya yang ketakutan tersebut. Jujur, semua takut. Yuta juga. Hanya saja Yuta ingin cepat menyelesaikannya dengan cara apapun. Untung saja ia berhasil menahan dirinya setelah melihat air mata jatuh dari kedua mata Mark.

"Aigoo, kau ini sudah besar jangan menangis," Jaehyun tersenyum mencoba menenangkan dengan cara memeluk, tangan kirinya mengelus punggung Mark, tangan kanannya mengusap puncak kepalanya. Mark jauh lebih tenang, dibalut dengan bisikan kata-kata penyemangat oleh suara kalem Jaehyun.

Yuta menarik napas panjang dan menepuk-nepuk punggung Mark. "Jarang sekali aku melihatmu menangis. Maafkan aku Mark Lee, seharusnya aku tidak membuatmu seperti ini."

"Guys, uhm, maksudku, hyung, bagaimana nasib kita dan Taeyong hyung sekarang?" Suara kecil Haechan menyadarkan mereka dari situasi sunyi itu.

Winwin terkesiap dan menepuk pelipisnya. "Astaga, kita sampai lupa. Bagaimana nasib Taeil dan Johnny hyung?" 

Sebelum mereka mengotak-atik lagi alat tersebut atau mendiskusikan sesuatu, terdengar teriakan Taeil samar-samar yang menggumamkan kata-kata 'maaf' atau 'ampun'. Mereka tak mendengar suara Johnny, tapi dari bunyi benda-benda berjatuhan dari arah yang sama dengan Taeil berteriak, mereka tahu waktu mereka tipis.

Jaehyun tiba-tiba mengatakan sesuatu, ia belum merubah posisinya yang masih merangkul Mark. "Kita benar-benar akan menuntaskan penderitaan Taeyong hyung, bukan?"

Pertanyaannya lebih seperti jawaban pasti dari seluruh anggota. Tapi apa? Apa yang bisa mereka lakukan saat ini?

"Uh, bagaimana kalau ada yang menolong kedua hyung kita dan ada yang memecahkan misteri disini?" ujar Jaehyun ragu-ragu.

"You mean, sacrifical?" Winwin memekik.

"Tidak, maksudku, dengarlah, Taeil hyung tampak berteriak makin tak baik." Jaehyun melepas rangkulannya dari Mark.

"Aku tahu, kita juga tak tahu Johnny hyung kemana. Tapi kita sama saja harus mengorbankan diri kita kepadanya." Haechan yang biasanya lebih berisik pada jam-jam begini menjadi sangat pendiam dibandingkan yang lain.

irregular : nct127 [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang