♡14

14.5K 1K 67
                                    

Jarak waktu antara akad dan resepsi sengaja dijeda panjang oleh Rahil. Dua minggu. Sehingga ketika undangan disebar, posisinya dan Mia sudah menikah.

Heboh!

Tentu saja.

Saat Mia memberikan undangan resepsi pernikahannya dan membaca nama orang yang menjadi suaminya berikut tanggal akad nikah yang sudah lewat dua minggu itu.

"Ini nggak bercanda kan?" Pekik Winda. "Kok nggak ngomong-ngomong?"

"Maaf." Ucap Mia lirih. Sejak berangkat kuliah sambil membawa undangan dari rumah, ia sangat cemas dengan reaksi teman-temannya.

"Ih, jahat yo!" Gerutu Winda.

"Pak Rahil yang nggak bolehin." Jawab Mia apa adanya.

"Miaaaa! Ini booohooong kaaaan?" Teriak Ratri sok meratap.

Mia mencoba tersenyum tipis.

"Duuuh...diam-diam ae sih?" Ratri memicingkan matanya. "Jangan-jangan kamu sengaja pingsan buat narik perhatian Pak Rahil ya?"

Mia terkesiap. Jantungnya berdebar kencang. Ia hanya bisa menggeleng saja.

"Hush! Kamu ini!" Tegur Winda lalu menoleh pada Mia. "Tapi kamu hutang cerita sama aku!"

Di antara kekagetan dan godaan teman-teman sekelas, sebagian dari mereka justru ada yang mengira pantas saja Rahil sering menolong Mia karena memang sudah akan menikah. Dan pada akhirnya mereka semua mengucapkan selamat pada Mia.

Kemudian saat jam kuliah Rahil, semua memberondongnya dengan godaan-godaan. Membuat wajah Mia memerah.

"Duuuh, Bapak nih...meneng-meneng tibakno...(diam-diam ternyata)" celetuk seseorang.

"Halah! Sek apik ngono...timbang pacaran suwe-suwe tapi nggak ndang dirabi (masih bagus begitu, daripada pacaran lama-lama tapi tidak segera dinikahi)." Ujar yang lain.

"Betul! Ngomong tok nggak ono jebusane. (Ngomong saja tak ada kepastiannya)" sahut yang lain lagi.

Rahil masih diam, membiarkan mereka mengungkapkan ekspresinya.

"Mia kethipane kuat yo? (Kedipannya)"

"Witing tresno jalaran saka lara."

Setelah mereka puas, perlahan Rahil mengarahkan mereka kembali ke pelajaran. Dan dalam hati ia bersyukur tak ada sesuatu yang buruk terjadi antara Mia dengan teman-temannya.

Tapi justru reaksi rekan-rekan juga atasannya yang belum diketahui karena ia belum menyebar seluruh undangannya. Saat baru datang ke kampus, ia hanya bertemu beberapa.

Kemudian saat baru meninggalkan kelas Mia, Rahil yang bertemu Camilla di koridor segera memberikan undangannya.

Sekilas Rahil bisa melihat Camilla agak tertegun lalu segera biasa lagi. Atau pura-pura. "Undangan pernikahan nih?" Ia bertanya menggoda dan membukanya. "Mmia Aura?" Ia menoleh pada rekannya itu tak percaya. "Mia yang sering pingsan itu?"

Rahil mengangguk sambil tersenyum. "Yes, she is."

"Kok?" Ia teringat saat makan bersama di restoran seafood. "Jadi waktu itu Mia ikut makan di restoran  bersama keluarga Pak Rahil karena kalian memang akan menikah? Saya kkira yang calon Bapak itu yang satunya? Uhm...siapa? Tiii..."

"Tita? Dia hanya sahabat Mia. Dan memang kenapa dengan Mia?" Sahut Rahil cepat. Emosinya mulai tersulut tapi ia berusaha menekannya dan tersenyum ramah.

Camilla menggeleng. "Nothing. It's just..."

"Karena Tita lebih feminin dan cantik daripada istri saya?"

Elle S'appelle MiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang