♡32

15K 1.1K 129
                                    

Selama liburan Mia menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Dan ia menikmatinya apalagi Rahil sangat sabar kepadanya. Walaupun tidak selalu tetapi Rahil juga mengajaknya liburan. Kadang menginap sebentar, kadang jalan-jalan saja. Atau menginap di rumah mertua.

Dulu Mia takut kalau bertemu mertuanya walaupun tahu mereka baik dan memperlakukannya dengan lembut. Salah satunya karena ia tidak berhijab. Tapi sekarang ia malah ikutan bermanja pada mertuanya. Kalau Rahil dan Ai lebih ke Papa, Mia ke Mama. Ia mulai nyaman dengan Mama mertuanya yang terasa seperti Ibunya memperlakukannya. Apalagi Mama mertua suka buat makanan. Rasanya tertular kebiasaan suaminya suka ngemil.

"Mas Rahiiil!" Jerit Mia dari kamar.

Rahil yang tengah membuat nasi goreng untuk makan siang langsung mematikan kompor dan lari ke kamar.

"Ada apa?" Tanyanya cemas.

"Beratku naik dua kilo...Hiks!" Keluh Mia ketakutan.

Rahil melotot seketika. "Untung sayang." Gerutunya. "Cuma dua kilo saja ribut."

"Nanti aku bulat lagi gimana?" Rengek Mia.

"Tinggal digoreng terus dijual dadakan." Sahut Rahil enteng. Ia merasa rugi sudah cemas setengah mampus.

Ganti Mia yang melotot.

Rahil menghela nafas dalam. "Kamu tuh kurus. Gini kan bagus. Nambah sekilo lagi juga oke. Jadi aku kan nggak pelukin tulang aja."

Mia turun dari timbangan dan menyimpannya lalu naik ke kasur dan ambil guling. Berbaring sambil gondok. "Kalau bulet lagi nanti digelindingin. Jahat ih."

"Lah ngambek." Kening Rahil mengernyit.

"Biarin!"

Rahil menyusul ke kasur dan memaksa Mia menghadapnya. "Hati-hati...jangan terlalu mencemaskan berat badan. Mau Anoreksia lagi?"

Mia menggeleng. "Tapi...tapi..."

"Kamu nggak gendut kok. Masih wajar. Nggak usah terobsesi kurus. Yang wajar saja. Kalau dulu bisa cuek, kenapa sekarang kepikiran?"

Mia terdiam. Ia menghela nafas dalam. "Kan kan...Mas Rahil cakep. Keren. Bodynya oke. Masa istrinya bulet?"

"Aku memang cakep dari sononya. Itu kenyataan tak terbantahkan. Jadi kamu nggak usah iri apalagi sampai membandingkan diri kayak gitu. Lagian bulet, bulet kan istriku. Aku tetap sayang. Masih kurang?" Tanya Rahil sambil bersedekap.

Mia cemberut.

"Nggak usah mikirin pendapat orang lain. Kamu pikir kenapa perempuan harus berhijab? Itu biar mudah dikenali. Dan kenapa harus menutup dirinya dari pandangan umum? Biar kecantikannya yang hakiki itu buat suaminya saja. Ngerti?" Tegas Rahil. "Kamu nggak bakalan bulet. Percaya deh."

Mia melotot lagi. "Nggak bakalan bulet? Gara-gara Mas Rahil, jadi suka ngemil."

"Lho, salahku gitu? Itu kan cemilanku. Ngapain ikut makan? Hayooo..."

"Ih, pelit ih. Pelit!" Cetus Mia keki.

"Sudah ah, nggak usah aneh-aneh." Rahil turun dari kasur sambil menarik istrinya ikut turun dan mengajaknya ke dapur. "Duduk manis disini. Nggak usah kemana-mana." Perintahnya setelah mendudukkan istrinya ke kursi makan.

Lalu Rahil melanjutkan menggoreng nasinya yang sudah setengah jadi. Dan sepuluh menit kemudian semua siap.

"Dimakan. Nggak usah dipelototi aja." Perintah Rahil lagi.

"Iya." Mia mengambil sendok dan menyendok nasinya dengan wajah cemberut yang berubah ceria seketika begitu nasi masuk ke mulutnya. "Enaaaak!"

Rahil tersenyum. Ia mati-matian menahan tawa. "Enak kan?"

Elle S'appelle MiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang