♡21

14.7K 1.2K 91
                                    

Kawan-kawan, maafin yaaa...bales komentarnya nggak bisa cepat.

Makasih banyak udah komentar, makasih juga udah vote, makasih udah mau baca cerita ini 😍😍😍

🌽🍢🍡

"Aku pikir semua yang aku lakuin itu dosanya aku tanggung sendiri." Kata Mia lirih dengan nada sendu dalam pelukan Rahil. "Kan katanya nggak ada seorang pun menanggung dosa orang lain."

Rahil mengangguk. "Tentu setiap orang akan menanggung dosanya sendiri. Tapi kamu lupa sesuatu. Justru karena menanggung dosanya sendiri dimana perhitungannya itu diambil dari setiap hal yang kita lakukan. Kenapa suami yang menanggung dosa atas segala tindakan istri dan anak-anaknya? Kalau suami itu nggak bisa membimbing dan menjadikan istrinya seorang yang sholehah begitu juga anak-anaknya nggak bisa jadi anak yang sholeh-sholehah, pastinya akan ditanya ngapain saja selama ini? Kok bisa keluarganya jauh dari agama?"

Mia terdiam. Perlahan ia mengangguk.

"Hidayah itu nggak selalu ditunggu tapi kita juga harus menjemputnya. Allah memberikan kita akal buat apa coba?" Kata Rahil sambil mengelus-elus kepala istrinya sayang.

"Berarti kalau ada yang bilang, aku pakai hijab nggak pakai hijab itu urusanku, dosaku sendiri, aku yang menanggungnya dan nggak merugikan orang lain, itu salah ya?" Tanya Mia lirih.

"Kalau hal itu hanya tersimpan di hatimu sendiri tanpa ada orang lain yang tahu apalagi nggak kamu share di medsos, catatan amalan dan dosanya masih kamu tanggung sendiri."

"Gitu ya?"

"Coba pikir, kamu sharing pemikiranmu itu ke banyak orang, eh ternyata banyak juga yang setuju dan punya pemikiran yang sama kayak kamu, akhirnya akan menjadi pembenaran diri sendiri kan? Dan kata siapa nggak merugikan orang lain? Pasti merugikan dong, kan berhijab itu wajib hukumnya. Di Al-qur'an ada. Al Ahzab ayat 59, hendaklah istri-istri dan anak petempuanmu, istri-istri orang mukmin mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Kurang jelas apa? Karena adanya orang yang membenarkan dirinya sendiri bahwa nggak berhijab itu urusanku sendiri dan nggak merugikan orang lain, akhirnya membuat orang lain semakin nggak berhijab dengan dalih apapun kan? Kan merasa ada temannya."

Mia manggut-manggut.

"Padahal kita tahu kalau kita berbagi hal negatif, hitungan dosanya adalah dosa kamu ditambah dosa orang-orang yang mengikuti kamu."

"Ih ngeri ya?" Mia bergidik.

"Apanya yang ngeri?" Tanya Rashad dari dalam sambil membawa jagung yang akan mereka bakar.

Mia meringis, tidak tahu harus jawab bagaimana.

"Itu lho, Pa, Mia tanya kalau ada orang yang merasa benar bahwa pakai nggak pakai hijab itu urusannya pribadi eh tapi di share di medsos, kan dosa. Sudah dirinya dosa, yang nge-like juga ikut dosa. Yang namanya urusan pribadi itu ya nggak usah woro-woro, nggak perlu pakai di share segala. Apanya yang pribadi kalau semua orang tahu?" Terang Rahil.

Rashad manggut-manggut. "Dan orang-orang yang mendukung seseorang untuk lepas hijab juga dosa. Biar saja kelakuannya buruk. Itu masalah akhlaq dan ada Allah yang Maha Menilai. Kita nggak perlu ikut campur. Minimal hargai dia sudah mau berhijab. Harusnya didukung agar tetap berhijab. Ingat, jangan mengolok-olok orang lain karena belum tentu orang yang kamu olok itu derajatnya lebih rendah dari kamu."

"Jadi, besok belanja kerudung? Sama Mama atau Mas Rahil aja?" Tawar Frannie sambil membawa baki tempat untuk jagung yang matang nantinya.

"Mas Rahil aja." Jawab Mia malu-malu dan berusaha melepaskan diri tapi ditahan suaminya. "Malu ih."

Elle S'appelle MiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang