♡39

16.5K 1.1K 84
                                    

Mia pulang makan malam syukuran ulang tahunnya dengan membawa setumpuk kado. Ternyata yang diundang Rahil bukan keluarga saja melainkan pasukan anak bebek Papa. Bahkan Eyang Arman dan Eyang Kusuma sengaja datang ke Malang juga walaupun menginapnya di rumah Rashad. Yang paling istimewah tentu orang tua Mia dan juga Tita.

Dan sungguh saat makan malam itu banyak cerita. Termasuk laporan Rene yang melihat Mia ke kampus dengan mata sembab gara-gara diisengin Rahil.

Tentu saja Rahil yang duduknya di sebelah Mamanya langsung dapat hadiah jeweran di telinga.

Setelah bersih-bersih diri, Mia ke ruang tengah dimana kado-kadonya digeletakkan disana. Ia duduk di lantai dan membuka kado. Mia membuka kado paling besar. Sepasang bantal bertuliskan masing-masing nama Mia dan Rahil dari Ai dan Rene. Lalu sepasang handuk besar dengan sulaman masing-masing nama Mia dan Rahil lagi dari Padma dan Rendra. Tas cantik dari Sertu Yana dan Sertu Firda. Tiga kerudung instan seperti yang sering dipakai Mia dari Praka Jackson dan Pratu Indra. Satu set gamis semi formal, satu gamis kasual dan satu piyama dari Frannie dan Rashad. Satu set toples serbaguna dari Eyang Kusuma dan Eyang Arman. Satu mukena motif batik dari Mbak Ira dan terakhir kado paling kecil tapi menurut Mia paling mahal adalah jam tangan kulit warna hitam yang kecil minimalis dari Sahil. Dipaketkan khusus tapi dialamatkan di rumah Papanya.

Mia tak kuasa menahan haru.

"Lho, dapat hadiah kok nangis?" Tanya Padma yang memang menginap di rumah Mia.

"Semua sayang sama aku." Jawab Mia sambil mengusap air matanya.

"Heleh...kok nangis lagi? Aku nggak gangguin kamu lho." Ujar Rahil yang kembali dari dapur sambil bawa nampan berisi empat cangkir teh hangat. "Nanti kupingku yang sebelah dijewer Ibu nih kalau kamu nangis. Ibu, tehnya monggo."

Padma malah tertawa sambil mengambil secangkir teh. "Perasaan Mia itu nggak cengeng lho. Wajar sedih kalau disakiti tapi dasarnya nggak cengeng. Tapi sama Mas Rahil kok cengeng ya? Kayak punya saudara." Katanya setelah meminum tehnya dan meletakkannya lagi di meja.

"Mas Rahil nakal sih." Sahut Mia dengan bibir mengerucut tapi bersandar pada Rahil yang ikut duduk di sampingnya.

"Asyiiik...aku dapat hadiah juga." Seru Rahil mengabaikan Mia dan mengambil bantal serta handuk bertuliskan namanya.

"Iiih...aku yang ulang tahun, Mas Rahil yang dapat." Cibir Mia.

"Ya dong. Rejeki anak shaleh." Sahut Rahil sambil tertawa.

"Lho...bukannya anak Pak Rashad ya?" Cetus Mia.

"Aku bukan anaknya Pak Shaleh. Tapi anak Shaleh."

"Lho, sejak kapan ganti?"

Rahil menatap istrinya dengan mata menyipit. "Sengaja gangguin aku ya?"

Mia mengangguk. "Iya."

Rahil langsung mencubit kedua pipi istrinya dari arah belakang. "Nakal. Sejak kapan kamu iseng, heh?"

"Sejak Mas Rahil iseng lah." Jawab Mia sambil terkikik.

"Mia di kampus rajin nggak, Mas?" Tanya Padma yang ikut tersenyum melihat anaknya yang sudah lebih bahagia sekarang. Bukan karena orang tua Rahil berecukupan, bukan juga karena Rahil mapan tapi karena Rahil sendiri yang bisa membuat anaknya itu nyaman dan disayangi. Juga Rahil yang bisa ngemong.

"Tuh? Ibu tanya kamu rajin nggak?" Rahil melempar balik pertanyaan mertuanya ke Mia.

"Ehehehe..." Mia meringis.

"Dasarnya sih rajin. Tapi suka nyontek juga." Jawab Rahil akhirnya. Jujur.

"Ehehehe..." Mia kembali hanya meringis. "Kok guru-guru itu tahu ya kita nyontek?"

Elle S'appelle MiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang