Pilu Trotoar Biru

9 0 0
                                    

Cerpen challenge
Ditulis oleh: xzsw89

Kala itu, udara sejuk menghujam setiap jiwa penuh kasih. Banyak insan berlalu lalang disekitarnya. Hiruk pikuk kesibukan melanda setiap insan yang mentuhankan materi, mengesampingkan letih yang sedang dirasa.

“Hei, sorry lama nunggu, ya?” Pria dengan style casual-nya datang tak sesuai kesepakatan yang
mereka buat.

“Kau membuatku menunggu lebih dari 2 jam! Apakah kau tak merasa bersalah?” Ucap gadis
cantik bernama Sheila dengan sadis.

“Aku harus menyelesaikan pekerjaanku terlebih dahulu, banyak sekali masalah yang menimpa
perusahaanku akhir-akhir ini. Maafkan aku, Sheila.”

“Aku sudah terlalu lelah dengan kesibukanmu. Aku hanya meminta sedikit waktumu, barang
sebentar saja. Apakah itu terlalu sulit untuk aku dapatkan darimu?” Air mata sang gadis meluruh begitu saja dihadapan sang kekasih.

“Aku berjanji, hari minggu nanti akan ku habiskan hanya berdua denganmu. Kita akan menikmati hari dengan sangat bahagia. Aku bahkan akan mengajakmu ke suatu tempat, sangat spesial. Tapi aku mohon, maafkan kesibukan ku ini. Aku mencintaimu, Sheila, sangat
mencintaimu.” Ucapan manis keluar beserta janji keluar dari bibir pria tersebut.

“Tak perlu berjanji. Yang ku butuhkan hanya kesungguhan ucapanmu itu. Sejuta janji bisa kau ucapkan, namun hanya satu yang kau ingat atas janjimu itu.” Perlahan, bibir mungil itu tersenyum sangat menawan. Membuat siapapun yang melihatnya terhanyut dalam buaian
indah manisnya.

“Kau sudah memaafkan ku?” Tanya pria itu dengan raut wajah sangat bahagia. Sang gadis mengangguk sebagai jawabannya.

“Terima kasih, Sheila. Aku sangat menyayangimu.” Dekapan hangat terasa memeluk tubuh mungil gadis bernama Sheila tersebut.

“Sheila?” Suara itu begitu merdu terdengar oleh telinga Sheila. ia menguraikan pelukan
tersebut.

“Iya?”

“Jangan pernah berfikir untuk meninggalkan ku pergi. Ku mohon, tetaplah disampingku, bersamaku menghabiskan hari tua bersama anak-anak kita kelak.”

“Baiklah, Tuan Muda. Akan hamba usahakan.” Jawabnya sambil tersenyum hangat.

“Berhenti memanggilku dengan panggilan itu, Sheila. Sungguh aku merasa kesal.”

“Oh baiklah, Juna. Aku tak akan memanggilmu Tuan Muda lagi. Tapi aku akan memanggilmu Pandawa Muda, boleh?” Tanyanya sambil mengerlipkan mata.

“Boleh, tapi aku akan memanggilmu Anyelir Larasati. Setuju?” Kata Juna sambil merentangkan telapak tangannya. Namun dijawab dengan gelengan kepala oleh Sheila.

“Tidak, aku tidak setuju.”

“Hei, jangan memanyunkan bibir manismu itu. Atau aku akan membungkamnya dengan bibir
sexy-ku ini.”

Sheila seketika mendelik sambil menutup bibir itu menggunakan kedua tangannya. “Sampai kau berani menyentuh bibirku ini, aku akan mengahajar wajah tampanmu hingga membiru.” Ancam Sheila.

“Itu sebuah ancaman atau peringatan, hm?” Juna bertanya sambil mendekatkan wajahnya
kepada bibir Sheila.

“Kyaaaaa! Juna stop it! Atau aku akan marah sungguhan kepadamu.”

Seketika Juna memundurkan kembali tubuhnya. “Aku hanya menjahilimu, Sheila. Oh ayolah, membuat dirimu kesal adalah hal sangat ku sukai.”
Juna menggenggam erat kedua tangan Sheila.“Mari ku antar pulang. Aku merindukan cake buatanmu. Maukah kau membuatkan untukku lagi?” tanya Juna dan dijawab anggukan oleh Sheila.

“Sure.”

Siang itu mereka lewati dengan kebahagiaan. Sheila memang gadis dan juga kekasih yang sangat pengertian. Ia tak pernah menuntut lebih kepada Juna, hanya waktu luang milik Juna yang selalu ia rindukan. Namun Juna tetaplah Juna, ia adalah Chief Executive Officer yang
mewajibkan dirinya harus turun tangan menyelesaikan berbagai permasalahan di perusahaan.

Waktu berlalu, hari yang mereka tunggu pun tiba. Beruntung, hari ini cuaca sangat cerah. Sheila telah siap dengan dress peach-nya, dan Juna
dengan pakaian casualnya.

“You look so beautiful, love.” Puji Juna, Sheila hanya tersenyum mendengarnya.

“Kita mau kemana, Jun?” tanya Sheila ketika keduanya telah berada dalam mobil mercy milik Juna.

“Rahasia. Pokonya hari ini kita bakal having fun, sayang.” jawabnya kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. 1 jam waktu yang mereka butuhkan untuk dapat sampai ke wahana bermain di Ibu kota ini.

“Ayo turun, sayang. Udah sampe.” Juna membukakan pintu mobil untuk Sheila.

“Wahana bermain? Kamu ajak aku kesini? Makasih ya, Jun.” kata Sheila sambil tersenyum.

Juna hanya membalas dengan anggukan. Kemudian ia menggenggam erat tangan Sheila. Juna dan Sheila menaiki beberapa wahana yang tersedia disana. Mulai dari Bianglala, roller coaster, hingga wahana seru lainnya.

Hari semakin petang, tiba saatnya Juna mengajak Sheila ke suatu tempat yang telah ia siapkan. “Ayo, aku mau ajak kamu ke tempat yang udah aku janjiin minggu lalu.” Ajak Juna sambil merangkul bahu Sheila.

Tiba-tiba firasat buruk hinggap dibenak Sheila. Entah mengapa ia begitu takut, namun ia mencoba bersikap biasa saja. Ia tak ingin merusak suasana hatinya dan Juna yang tengah bahagia.

“Kita mau kemana sih, by? Segala rahasia gitu, bikin aku penasaran aja.” tanya Sheila ketika mereka sudah berada didalam mobil.

“Ke suatu tempat, sayang. Surprise dong, kalo aku kasih tau sekarang namanya bukan kejutan. Hehehe.” jawab Juna sambil mengacak rambut Sheila.

Astaga, kenapa firasat aku gak enak gini? Semoga gak akan terjadi apa-apa.’ batinnya.

Disepanjang perjalanan, hanya lantunan musik yang mengisi kebisuan keduanya. Juna dengan
perasaan bahagianya, dan Sheila dengan perasaan takut yang menyelimuti hatinya kian
membesar.

“Sheila?” Panggil Juna lembut sambil menengok ke arah Sheila.

“Apa, Jun?”

“Aku sayang banget sama kamu. Aku cinta sama kamu, please jangan pernah tinggalin aku, ya? Kamu harus tetep cinta sama aku, apapun situasinya. Aku janji gak akan bikin kamu sedih lagi, aku akan luangin waktu untuk kamu.”

Ucapan Juna terdengar sangat manis. Namun membuat degub jantung Sheila berdetak sangat kencang. Bukan, ini bukan degub jantung bahagia, ini degub jantung menandakan aku akan kehilangan sesuatu. Tak mungkin Juna akan pergi meninggalkanku.

Bersamaan dengan itu, suara teriakan terdengar memekikkan telinga Sheila dan juga Juna.

Brughhh!

Mobil yang dikendarai Juna menabrak trotoar jalan raya, membuat keduanya tak sadarkan diri.

Dahi Sheila membentur dasboard mobil. Sedangkan kepala Juna membentur stir mobil dengan
sangat kencang. Darah segar mengalir begitu saja, kerumunan orang ramai mendatangi mobiltersebut.

Naas, Juna dan Sheila tak dapat diselamatkan. Mereka meninggal dalam kecelakaan tersebut.

END

Kumpulan Cerpen MemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang