Bukan seberapa banyak orang yang kau kenal.
tapi
Seberapa manfaat yang telah kau berikan untuk mereka.🌺 Dalam Tasbih 🌺
"Mau pakai hpku?"
Zahra mengarahkan pandang pada pemilik suara di sebelah kanannya. Kemudian beranjak.
Tidak ada pilihan lain, "Emang boleh?" tanya Zahra dengan ragu.
"Iya, ini pakai."
Si baik hati mengulurkan hp dan diterima oleh Zahra, tak banyak bicara ia mengetikkan nomor Alif yang ternyata masih diingat.
Suasana sekolah sudah sangat sepi, semua guru dan staf lainnya telah berkemas untuk pulang. Satpam yang berjaga mulai menghidupkan lampu di beberapa titik untuk penerangan.
Zahra terus mencoba menghubungi Alif. Perasaan takut menyelimuti hatinya. Ia berusaha tenang. Yang ia pikirkan, bagaimana jika Alif ternyata belum pulang kuliah. Otomatis Zahra akan menunggu lebih lama. Ia takut jika menaiki ojol, entah mengapa Zahra takut saja.
Tak lama setelahnya, lelaki yang memakai jaket bomber dengan tas ransel di punggungnya mendekati Zahra, "Ra, ayo pulang. Maaf tadi lupa nggak langsung jemput."
"Fyuhhh.."
Zahra bernapas lega saat Alif datang ketika ia mulai berputus asa. Senyum tipis tercetak menghiasi wajah lelahnya.
Cepat-cepat Zahra mengembalikan hp dan tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Hardi yang telah menolongnya.
Setelah mengucapkan salam, Zahra menaiki motor bersama Alif, tak lupa mengenakan helm yang dibawakan untuknya. Rencananya setelah ini mereka melaksanakan salat maghrib di masjid yang tidak jauh dari sekolah.
Setelah salat, Alif dan Zahra duduk bersama di pelataran masjid yang telah sepi. Jika tidak kenal, dikiranya mereka pacaran. Padahal mereka kakak beradik kandung yang jaraknya hanya satu tahun lima bulan.
Serta, tidak banyak teman Alif dan Zahra yang tahu jika mereka kakak beradik. Berbagai asumsi mereka berpacaran membuat Zahra jengah, tapi tidak dengan Alif. Ia tertolong oleh kehadiran Zahra, karena bisa menjadi tameng jika ada teman perempuannya mendekati. Alif juga beberapa kali mengajak Zahra untuk menemani hadir pada acara kondangan temannya. Lumayan buat gandengan, itu yang selalu Alif ucapkan.
"Tadi siapa? Pacar kamu?" tukas Alif membuka pembicaraan.
Zahra terkejut, kemudian menatap Alif yang berada di sebelah kirinya, "Eh.. bukan. Dia temen sekelasku. Tadi hp aku mati, terus dia minjemin hpnya, gitu. Aku gak pacaran kok."
Alif tersenyum mendengarnya, "Bagus, jangan pacaran. Awas kamu ya, jangan bikin malu keluarga. Pokoknya kalo ada cowok yang deketin kamu ya gak papa untuk berteman, tapi tetep jaga jarak. Satu lagi, jangan sekali-kali pacaran, ibu sama ayah gak pernah ajarin kayak gitu."
"Omongannya, kayak Mas Alif gak pernah pacaran aja."
Pertanyaan Zahra seakan menabur garam di atas luka lama Alif. Berpura-pura tak mendengar, Alif langsung mengajak Zahra untuk makan di warung nasi bebek Bu Tumini, tempat makan favorit mereka sejak kecil. Beruntung Zahra tidak menanyakan lebih lanjut.
Sepuluh menit menempuh perjalanan dari masjid menuju warung makan sederhana di pinggir jalan itu. Tapi jangan salah, banyak orang yang mengantre untuk membungkus dibawa pulang.
Memang warung makan ini sangat legendaris, cita rasa yang disajikan tetap sama dari dulu hingga sekarang. Jadi, meski tempatnya berada di pinggir jalan, tapi rasanya juara, dijamin tidak menyesal membelinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tasbih
SpiritualStory of Life Awal pertemuan di perpustakaan sekolah dengan sosok lelaki yang menyebalkan, membuat kesal akan tingkahnya. Lambat laun hati Aathifa Azzahra yang kerap disapa Ara oleh temannya merasakan hal aneh menyelimuti hatinya. Mungkin Zahra tela...