Berteman, boleh.
Asal jangan ada rasa.-Alif
🌺 Dalam Tasbih 🌺
Jarum jam terus melangkah setiap detiknya. Mentari mulai menyapa kehangatan semesta. Tadi malam turun hujan yang lumayan derasnya. Membuat lelap setiap insan hangat di bawah selimut akibatnya.
Begitu juga dengan Zahra, hari ini ia telat masuk sekolah akibat tidur larut malam. Ditambah hawa dingin yang membuatnya betah di bawah selimut.
Zahra terbangun jam setengah enam, setelah berbagai cara yang Alif lakukan untuk membangunkannya. Meski seperti itu tetap tidak bisa menolong banyak untuk Zahra, karena masuk sekolah saja setengah tujuh. Belum lagi, tiga puluh menit perjalanan menuju sekolah. Ditambah macet-macetan, sudah dipastikan ia terkunci di depan gerbang hingga pintu dibuka kembali setelah berdoa.
Dan terbukti, di sinilah Zahra sekarang, berada di barisan siswa dan siswi terlambat masuk sekolah.
Zahra malu, amat sangat malu. Rekor yang ia bangun mulai SD sebagai murid yang tidak pernah telat, ia hancurkan sendiri di penghujung kelas 12 ini. Sungguh bukan contoh yang baik.
Guru piket yang membawa penggaris panjang beserta absen menginterupsikan baris sesuai tingkatan kelas masing-masing. Zahra merasa lega karena ada beberapa orang yang menempati barisan kelas 12. Itu artinya ia tidak sendirian. Tapi tetap saja malu, ia belum bisa disiplin.
"Kamu. Ah iya benar kamu, pindah di baris depan, sini." Salah satu guru piket perempuan berteriak menyuruh Zahra untuk pindah ke barisan depan. Mungkin karena ia pendek, jadi harus berada di depan.
Zahra melangkah dengan wajah menunduk, ia malu. Pandangannya masih lurus menatap pot bunga yang berjejer rapi di bawah sana.
"Hm, bisa telat juga kamu," celetuk orang di samping kirinya, Zahra menoleh sekilas.
Lah, kenapa dia lagi sih, sesal batinnya. Tapi lebih memilih acuh.
"Selain telat, juga gak bisa ngomong ternyata," tambah lelaki itu santai, sesekali melirik Zahra.
Zidan urung melontarkan ucapan selanjutnya saat guru piket menanyakan nama dan kelas Zahra.
"Aathifa Azzahra."
"Kelas?"
"Bahasa 1."
Matahari bersinar dibenaknya. Bersyukur bisa bertemu dengan perempuan yang Zidan temui di perpustakaan tempo hari. Sekaligus kebahagiaan ketika mengetahui nama dan kelasnya, tanpa repot-repot ia tanyakan.
Tersadar, Zidan terkekeh mengerutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia tidak mengenali semua teman kelas 12-nya ini. Pikirnya ada dua faktor, kalau bukan dia yang hanya fokus pada pelajaran dan lomba, atau perempuan itu yang terlalu pendiam, sehingga tidak terkenal.
Setelah Zahra, satu persatu juga ditanya nama dan kelasnya, akan tetapi Zahra tidak memerhatikan sekitar. Ia terlalu malu, yang ia ingin sekarang yaitu cepat masuk kelas.
Beruntung kali ini, kelas 12 yang telat diperbolehkan masuk kelas tanpa mengikuti hukuman tambahan, dengan alasan agar tidak tertinggal pelajaran.
"Ya sudah, kalian kelas 12 boleh masuk kelas. Ingat, jangan sampai terlambat lagi!" tukas Bu Irma selaku guru BK yang menangani kelas 12.
Wajah Zahra terpancar lega, ia melangkahkan kaki tanpa mengindahkan ucapan terakhir Zidan, "Nanti jangan lupa bertemu di perpustakaan."
🌺🌺🌺
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tasbih
SpiritualStory of Life Awal pertemuan di perpustakaan sekolah dengan sosok lelaki yang menyebalkan, membuat kesal akan tingkahnya. Lambat laun hati Aathifa Azzahra yang kerap disapa Ara oleh temannya merasakan hal aneh menyelimuti hatinya. Mungkin Zahra tela...