🍃Duapuluhenam🍃

8.4K 1.2K 170
                                    

650 vote
193 komentar

🍏🍏🍏

                                                

Siang ini, saat sang surya sudah bertahta kokoh di atas langit sana, sambil merengkuh bahu rapuh istrinya, Yusuf menerima kedatangan Ardhanu Ramadhan dan Arsakha Virendra di ruang tamu rumahnya.

Kedua pria itu datang dengan mimik wajah yang serius, menandakan jika kemungkinan besar pencarian mereka telah menemukan hasil. Karena itu pula, Yusuf meminta Salwa turut duduk di sampingnya. Sudah waktunya istrinya itu mengetahui semuanya, tentang misteri yang selama ini ditutupi darinya.

Meski sedari tadi Salwa memasang raut tak mengerti mengapa ia harus turut mendengarkan pembicaraan ketiga pria yang memasang ekspresi tak mengenakan di penglihatannya, sekalipun Salwa tak membantah. Ia tetap diam, duduk di samping pria paruh baya yang telah mengikat hatinya itu.

Dalam hatinya yang terdalam, Salwa bisa merasakan ada yang tidak beres yang nantinya akan ia dengar. Entah itu apa, tapi yang pasti Salwa sudah mengambil kesimpulan bahwa ia tidak akan pernah menyukainya.

Hidupnya sudah baik-baik saja sekarang. Ia punya seorang suami yang selalu melimpahinya dengan cinta, kasih sayang, juga perhatian. Dan yang lebih menyenangkan lagi, kedua anak tirinya mau menerima kehadirannya. Sekarang Salwa sudah mempunyai keluarga, tidak akan kesepian lagi saat harus menjalani hari. Karena itu, untuk urusan yang lainnya, Salwa tidak ingin mengetahuinya, andai saja ia bisa bersikap seperti itu.

                                                        
Akan tetapi rupanya Tuhan sudah memiliki rencananya sendiri. Begitu mendengar apa yang dikatakan suaminya, tubuh Salwa menegang kaku, tak mampu berbicara, dan menatap nanar wajah tampan suaminya.

"Sayang, kami sudah menemukan siapa pembunuh ayahmu."

Yusuf merasa was-was melihat Salwa yang tak bersuara setelah mendengar apa yang ia katakan. Mulut istrinya itu masih terkunci rapat dan hanya menatapnya dengan mata yang berkaca.

"Kamu ingat, kalau kamu pernah cerita soal ayahmu yang dibunuh di depan matamu sendiri?" saat kepala wanitanya itu mengangguk, Yusuf tak bisa menyembunyikan rasa leganya. Ia langsung menghembuskan napas lega, lalu kembali berkata, "Karena cerita kamu itu, makanya aku minta orang buat nyari siapa pelakunya.

"Lalu?" suara Salwa tercekat di tenggorokan, terasa ada batu yang menyumbat jalur pernapasannya.

"Dan ternyata, ayahmu di bunuh karena beliau tahu bahwa rem mobil ibumu dirusak hingga membuatnya meninggal dunia malam itu."

Mata Salwa membeliak besar. Napasnya terhembus cepat kala merasakan ada tangan tak kasat mata meremas jantungnya saat mendengar ada orang yang telah berbuat jahat kepada ibunya. Ibunya yang baik, berhati lembut, dan selalu mengajarkannya arti berbagi karena setiap seminggu sekali mengajaknya ke panti asuhan untuk memberikan santunan, rasa-rasanya tidak pantas dijahati seperti itu.

Sakit hatinya membayangkan wajah wanita yang sudah melahirkannya itu saat akan menjemput ajal dalam kecelakaan tragis yang rupanya sudah direncakan orang untuknya. Salwa tidak tahu, siapa orangnya yang sudah begitu tega merenggut nyawa sang bunda di saat dirinya sedang membutuhkan banyak perhatian dari kedua orang tuanya.

"Siapa?" lirih Salwa berucap, kedua tangannya menekan dada, demi menahan debaran menyakitkan di dalam sana.

Untuk sejenak Yusuf memilih menahan setiap kata yang sudah ada di ujung lidahnya. Pria paruh baya itu terlebih dahulu membalas tatapan kedua pria yang duduk di seberang meja sana.

Takdir Cinta [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang