🍃Duapuluhdua🍃

8.6K 1.2K 199
                                    

590 vote
185 komentar

🍏🍏🍏

                                         

"Papanya ada di rumah 'kan, bik?" suara Adelia Biantara terdengar gugup meski sang kakak berdiri di sampingnya untuk menguatkan.

Mina yang masih berdiri di ambang pintu tentu saja terkejut saat membuka pintu, ternyata kedua anak majikannya sudah berdiri menanti pintu kokoh tersebut dibukakan untuk mereka.

Waspada, itulah yang Mina rasakan setelah melihat si putri bungsu kembali menginjakan kaki di rumah ini. Mina takut kejadian tempo hari kembali terulang, hingga menyebabkan majikan kecilnya yang sedang mengandung kembali terluka. Yang mana bukan hanya fisik, tetapi hatinya juga turut serta dilukai.

"Bik... kali ini Adel datang nggak lagi ingin buat keributan. Dia datang cuma mau minta maaf karena papa nggak pernah mau ngangkat telfon darinya." Fari ikut bersuara karena mengetahui apa yang sedang wanita paruh baya yang baik hati itu.

"Tapi... "

"Bik Mina," ketakutan bik Mina yang terpancar dari kedua matanya tentu saja harus dimaklumi, tapi Fari juga mengetahui jika adiknya tidak akan pernah merasa baik-baik saja sebelum mendapat maaf dari ayah mereka. "Percaya sama saya ya, bik. Saya jamin, Adel nggak akan buat ulah lagi."

Mina menghela napas panjang demi membuang curiga dalam hati. "Sebentar ya, mas, saya panggilkan tuannya. Mas Fari dan mbak Adel tunggu aja di dalam, soalnya tadi saya liat, bapak lagi nyuapin non Salwa yang sepagian ini nggak mau makan."

"Memangnya Imu lagi  sakit, bik?" tanya Fari yang merasa khawatir akan kondisi ibu tirinya.

Mina menganggukan kepala. "Iya, mas, badannya agak panas." jawabnya seraya mempersilahkan kedua anak majikannya itu masuk, dan menunggu di ruang keluarga, baru setelahnya Mina pamit untuk memanggil sang majikan yang sangat telaten menyuapi istrinya.

                                                          Sedang di ruang keluarga, sepeninggalan Mina, si putri bungsu mengerutkan keningnya bingung. "Imu itu siapa sih, mas? Nama istrinya papa, ya?" tanyanya penasaran.

Fari terkekeh geli. Ditepuknya sayang puncak kepala sang adik, yang untungnya setelah tempo hari menyaksikan secara langsung perbuatan tak senonoh ibu mereka, tidak membuat gadis muda itu histeris. Dan Fari langsung menyetujui kala Adel ingin ikut pulang ke apartemen dengannya daripada pulang ke rumah ibu mereka yang megah.

"Mas Fari ih, bikin kesal. Ditanya bukannya dijawab, malah senyum nggak jelas gitu." gerutu Adelia memalingkan wajah.

"Imu itu singkatan dari Ibu muda, Del, bukan nama istri barunya papa." jawab Fari yang tak tega melihat wajah Adelia yang tertekuk.

Si adik yang tak lagi merajuk, kembali menatap sang kakak yang duduk di sampingnya. "Kok dipanggil Ibu muda? Emangnya, istri barunya papa, umurnya berapa?" tanya gadis itu dengan tatapan tak mengerti.

Bibir Fari menyengir lebar. Tatapannya memancarkan sinar geli kala menjawab, "Kalau nggak salah, kata papa nggak sampai 2 minggu lagi umur istrinya baru genap 18 tahun. Dan pada hari pertambahan usia itu, papa mau bikin syukuran, sekalian buat ngasih tau orang-orang sama rekan kerja kalau dia sudah beristri lagi."

Asyik menjelaskan perihal mengenai ibu tirinya, Fari tak menyadari jika mata Adelia sudah membelalak, kaget setelah mendengar informasi mengenai betapa mudanya istri ayahnya yang baru. Bahkan wanita muda yang hampir saja ia buat keguguran itu berusia hampir 2 tahun lebih muda darinya.

Takdir Cinta [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang