8.1

2.5K 224 6
                                    

Shani menghampiri Gracia yang berdiri dipembatas balkon.

“sayang maaf, ya...” Shani memelas, nada suaranya terdengar sangat menyesal.
Ia menggenggam erat tangan Gracia.

Gracia memejamkan mata, menarik napasnya dalam, lalu dihembuskannya pelan.
Kemudian matanya ia buka untuk menatap Shani, “iya, ga apa-apa, kok. Aku ngerti.” Gracia memaksakan senyumnya, ia membalas genggaman Shani.

Shani membalikkan badan Gracia untuk memunggunginya membuat ia memeluk Gracia dari belakang.

Shani memeluk kekasihnya erat, mengecup pundaknya sayang, “Minggu depan aku bakal kosongin jadwal deh, janji.”

“jangan janji, ah. Jangan juga direncanain.” Gracia berkata dengan nada lembut sambil mengelus lengan Shani.

Shani baru pulang  dari kegiatan bekerja sehariannya. Menjadi fotografer magang membuatnya harus siap menggantikan senior yang bisa sewaktu-waktu berhalangan datang.

Ia sangat dipercaya sebagai pengganti atas kemahirannya menggunakan lensa tersebut.

Bisa saja ia menerima tawaran atasannya untuk untuk menjadi fotografer inti di perusahaan majalah tempat ia magang tersebut. Namun ia menunda menyetujuinya dengan alasan tak ingin mengganggu kegiatan kuliahnya. ‘setelah lulus aja,’ pikir Shani dengan matang.

“kenapa?” tanya Shani sambil merengut.

Harusnya, malam ini pun ia lembur, diminta agar tak pulang oleh pihak majalah.

Namun dengan keahliannya membenahi pekerjaan, Shani akhirnya diperbolehkan pulang.

“minggu lalu aja kamu bilang mau kosongin jadwal, tapi besok malah harus berangkat kerja, kan? Padahal weekend. Jadi aku antisipasi, ga mau aja nanti tiba-tiba dibatalin lagi.” Gracia sudah membalikkan badannya, lagi, menghadap Shani.

Dilihatnya, pacarnya tersebut memasang ekspresi sangat menyesal, matanya menatap kearah bawah.
Gracia tau Shani sedang menyalahkan dirinya sendiri.

Gracia menarik Shani untuk duduk. Ia mengangkat dagu Shani hingga menghadap padanya, namun Shani membuang pandangannya ke arah lain.

“kamu pasti kecewa ya?” shani berkata pelan.

Kini Gracia menangkup pipi Shani, memaksanya menatap pada Gracia.

“kalo kecewa, udah aku tinggalin kamu dari dulu!” Gracia berkata dengan wajah jutek yang dibuat-buat.

Dilihatnya mata Shani yang sudah berembun dan semakin menunduk.

Ya, Shani bisa dibilang sudah lumayan sering membatalkan janji secara mendadak. Bukan hanya pada Gracia, tapi pada temannya yang lain juga.

Untung saja semua orang yang berada didekatnya sangat pengertian, ‘keliatannya sih, gitu. Tapi ga tau deh di belakang, pasti pada kesel. Tapi, makasih banyak buat mereka semua,’ Shani tau hal tersebut pasti saja ada meski tak terjadi secara langsung dihadapannya. Ia selalu berpikir seperti itu saat melakukannya dan dengan rasa menyesal yang sangat pula.

Seperti saat ini.

“eh, eh, kok nangis? Kan akunya ga beneran ninggalin kamu.” Gracia menarik Shani kepelukannya.

Shani menangis sesenggukan. Gracia masih memeluk dan mengusap punggung Shani lembut.

Kepribadiannya yang terkesan supel dan sangat cuek akan luntur seketika jika berhadapan dengan Gracia, pun Shani tak pernah menunjukkan tangisnya di depan banyak orang. Namun Gracia selalu mampu membuatnya dengan mudah mengekspresikan hal apa pun yang ia rasakan.

Saat Shani masih menangis. Bahu Gracia bergetar pelan.

“kenapa? Apa yang lucu?” Shani mendongak, mendapati Gracia yang wajahnya memerah menahan tawa.

Gracia terkesiap, “eh? Ngga, kok. Aku ga ketawa.” ia masih menahan tawanya.

“ngetawain apa!” Shani bukan bertanya, nada suaranya agak meninggi dan dengan matanya yang sembab.

Hahaha!!!

Gracia sudah tak bisa menahannya, ia tertawa lepas namun masih bisa ditahan agar tak menggelegar.

Shani memandangnya dengan diam seribu bahasa, dengan bibir yang sedikit dimanyunkan, dan dengan tatapan yang menyipit tajam.

Gracia meredakan tawanya, menegakkan duduknya, “badan kekar, muka datar, kelakuan sangar, eeeh bisa nangis juga ternyata.” ia sedikit menarik dan menggoyang hidung Shani.

Shani masih diam menatap Gracia.
“kenapa? kok bisa nangis gitu?” tanya Gracia sambil mengusap-usap pipi Shani.

"ga boleh? Aku juga manusia!"

















Maaf, selalu dijadiin lebih dari satu part.

Biar irit! Hehe

Maaf juga kalau yang baca bikin keningnya berkerut sambil mikir, 'ini cerita apa, sih?!'

Hmmm, baik 🙏🏻



Bagaimana, Jika Aku Tanpamu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang