Setelah mengantarkan April, Leo bertemu dengan mahasiswa yang ia tunjuk menjadi mata-matanya.
"gimana?"
Mahasiswanya itu melihat sekeliling sebelum mendekat kearah Leo. "kemaren aku dapet beberapa foto mas didepan rumah itu, kayaknya ada cowok juga dirumah itu. Ini fotonya mas." Mata Leo semakin membulat ketika melihat foto yang ditunjukkan oleh mahasiswanya itu.
"Abyan?"
"mas kenal itu siapa?"
Leo menangguk pelan. "dia kenalan saya. Terus apa lagi yang kamu dapet?"
"aku kemaren sempet kurang kerjaan mas ngubek tong sampah mereka, dan nemu ini." Pemuda itu menunjukkan bungkusan alat tes kehamilan pada Leo.
"tugas selanjutnya, kamu coba cari itu punya siapa, dan coba cari tau soal wanita yang ke rumah sakit ibu dan anak kemaren." Ujar Leo berusaha untuk tetap tenang dan berpikiran positif.
"siap mas, aku balik duluan." Pemuda kurus itu pergi dan meninggalkan Leo di taman yang cukup sepi itu.
"gak mungkin, ini bisa jadi punya istri Abyan dan dia sama Meta itu sodaraan bisa aja. Iya, Leo kamu gak boleh mikir yang jelek-jelek dulu."
"Leo?"
Pemuda itu menoleh dan mendapati pemuda tinggi berdiri dihadapannya dengan segelas kopi dari penjual keliling yang ada disana.
"Damar?"
Pemuda jangkung itu langsung tersenyum sumringah.
"apa kabar bosku?" Damar menyalami Leo dan begitu juga sebaliknya.
"baik, astaga ngapain kon?"
"cari angin nih, ngapain sendirian disini? Awas diikutin mba kun lho!"
Bulu kuduk Leo merinding ketika Damar menyebutkan salah satu jenis makhluk halus yang menurutnya menyeramkan itu.
"ck kon lho mesti ngunu Dam. Eh iya gimana kabar nih mas wartawan? Mana gandengannya kok malah sendirian?"
Damar meneguk kopinya lalu tersenyum miring. "wes gak ono bos. Jomblo nih, pak dosen juga mana nih pacarnya?"
"lagi gak jalan sama pacar dulu, biasa lah. Ayoklah kapan gitu kita kumpul sama yang lainnya, kemaren Juna sama Wildan main ke Malang kon nang Boyo."
Damar tertawa samar. "ya maaflah, deadline sih waktu itu, lagian tuh curut dua dateng mendadak sih."
"hahah ya udah lah, aku mbalek disik yo Dam wes malem, wedi aku ambe mba kun." Pamit Leo.
'maafin gue Leo, gue gak bisa bilang soal Meta sekarang.'
--
Sudah sejak 3 jam yang lalu Brian berdiri di halaman rumah keluarga Fira, ia sengaja mengosongkan jadwalnya dengan mematikan ponselnya dan meminta tolong anak buahnya untuk mengatasi masalah yang ada.
"yah, kasian anak itu, suruh masuk ada toh niatan dia baik sama Fira, ibu punya firasat baik sama dia yah."
"gak bu, ibu gak inget apa yang dialamin Faya gara-gara punya calon suami polisi?"
"yah, apa yang terjadi sama Faya itu emang karena mas Izal yang salah, lagi pula adek sudah sering cerita ke Faya soal Brian, dan Faya juga pernah sekali ketemu dan ngobrol sama Brian, dia laki-laki yang baik kok yah."
"Alfaya! Kamu itu jangan ngebelain adek kamu! Kamu mau dia bernasib sama sama kamu yang bikin malu keluarga kita?!"
"ayah!" Fira yang sejak kemarin perang dingin dengan sang ayah akhirnya buka suara, ia tidak terima kakaknya disebut membuat malu keluarga, belum lagi ia juga kasihan pada Brian yang berdiri diluar sana.