Berapa lama aku dapat bertahan untuk mencintaimu?
-annisyatmJANGAN LUPA LIKE DAN COMMENT⚠
Pagi ini jalanan sangat ramai dan padat daripada hari biasa. Klakson mobil dan motor memenuhi pendengaran. Beberapa orang terpaksa berjalan kaki atau setengah berlari agar dapat dengan cepat mencapai tujuan. Hal ini kebanyakan dilakukan oleh pelajar yang taat aturan dan takut dihukum karena terlambat ke sekolah. Atau yang menaiki kendaraan beroda dua, dengan lincahnya menyelip dengan lancar kendaraan didepannya. Pagi di hari Senin memang kadang dapat memberikan kejutan kecil, termasuk bagi gadis berusia 16 tahun yang sedang duduk manis di mobil bersama Ayahnya. Namanya Ameliana. Hanya itu nama yang tertulis di akte kelahirannya. Simpel memang, tetapi teman-temannya lebih nyaman memanggilnya Amel.
Bagi Amel, pagi ini adalah sebuah keberuntungan. Ketika dia yang biasanya menaiki ojek setiap pergi ke sekolah, pagi ini Ayahnya menyempatkan untuk mengantar Amel ke sekolah menggunakan mobil. Dan jelas, karena ramainya pagi ini, memakai mobil dapat memperpanjang waktu perjalanan. Bodoh? Tidak, Amel tidak bodoh. Dia senang karena dapat dengan mudah melakukan niatnya untuk terlambat datang ke sekolah. Terlambat ke sekolah bukan hal yang asing bagi Amel, apalagi di hari Senin. Ia lebih memilih untuk membersihkan lapangan dari daun-daun yang jatuh, dengan kondisi lapangan yang teduh, di bandingkan berpanas-panasan di lapangan upacara.
"Mel, ini hampir deket loh sama sekolah kamu. Gak jalan kaki aja? Jalan lima menit pasti udah sampai. Macetnya keterlaluan nih," tanya Ayah Amel, Zul. Nama aslinya adalah Zulkifli, tetapi agar lebih simpel, Ayah Amel memilih untuk dipanggil Zul.
"Enggak Yah. Amel di mobil aja," jawab Amel singkat.
"Gak takut telat kamu? Ayah juga capek loh lama-lama di panggil ke sekolah cuman gara-gara kamu sering telat," kata Zul.
"Berarti Kakek juga capek dong ya dulu sering di panggil ke sekolah karena Ayah nakal?," tanya Amel iseng. Zul terkekeh mendengar pertanyaan Amel. Dulu saat masih SMA, Zul memang tergolong anak nakal, tetapi hanya dalam konteks bolos dan sering terlambat ke sekolah.
"Jadi ini maksudnya kamu mau ngikutin jejak Ayah, hm?," tanya Zul.
"Amel gak pernah bolos kayak Ayah. Tapi buat onar sih sering, sama telat juga. Ah udah ah Yah. Nanti readersnya malah protes lagi. Ntar dikira Ayah ngajarin yang gak bener sama Amel," kata Amel. Zul terkekeh dan hanya mengangguk.
Sepuluh menit kemudian, Amel sudah berada di sekolah. Dan sesuai harapannya, sudah ada beberapa anak yang telat berbaris di depan gerbang, dan di depan mereka ada Pak Manus yang siap memberikan hukuman. Setelah pamit dengan Ayahnya, Amel turun dari mobil dan ikut berbaris dengan murid lainnya.
"Telat di hari Senin lagi, Amel?," tanya Pak Manus.
"Maaf, Pak. Tadi jalanannya macet banget. Bapak tahu sendiri kan Bandung itu ramai," alibi Amel.
"Sudah, kamu jangan banyak alasan. Semakin lama dibiarkan, sifat kamu makin tidak baik, Amel. Sekarang kamu bersihkan toilet guru yang ada di lantai dua, sebersih mungkin!," perintah Pak Manus.
"Loh, kok jadi bersihin toilet sih Pak? Biasanya kan bersihin lapangan," protes Amel.
"Kali ini hukuman kamu saya bedakan. Cepat, kerjakan! Sebelum upacara selesai, toilet itu harus sudah bersih," kata Pak Manus. Amel mendengus kesal, dan akhirnya masuk ke dalam sekolah. Tetapi baru beberapa langlah, gadis itu berbalik.
"Toilet guru yang cewek atau yang cowok, Pak?," tanya Amel.
"Ya cewek lah!," kata Pak Manus jengkel. Amel nyengir, lalu melanjutkan jalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Knows?
Teen FictionAmel. Jika setiap siswa SMA Harapan mendengar nama Amel, maka yang terlintas dalam kepala mereka adalah anak populer kelas 11, tomboy, biang onar, seorang atlit, dan anak kesayangan guru olahraga. Walaupun mempunyai dua sahabat yang feminim, tetap s...