Part 12 : Waktu sampai sabtu

8 1 0
                                    

Apa mencintai itu harus menahan? Mengekang? Membuat dia menuruti apa mau kamu? Jika dia memang mencintaimu,kamu tidak perlu memintanya untuk menjaga hatimu. Karena tanpa kamu minta sekalipun,dia tetap menjaga hatimu.

Sudah seminggu lebih Rena menjalin hubungan dengan Tama. Hubungan yang sedikit terselingi pertengkaran. Ah! Bahkan tidak jarang. Entah masalah kecil yang dibesarkan atau masalah besar yang bahkan sampai dibesar-besarkan.

Seperti sebelumnya dan selalu seperti itu,Rena mempunyai sisi yang lembut dibalik sikap pemarahnya. Pada setiap pertengkaran,Rena lah yang selalu mengalah dan selalu meminta maaf walaupun dia tidak tau bagian mana yang membenarkan jika dia benar salah.

Alasanya mengalah hanya satu. Hanya tidak ingin hubungannya bubar begitu saja. Apa lagi,Rena bukanlah seorang yang mudah percaya dan tidak mudah pula menaruh percaya.

Dan mungkin alasanya karena sudah terlalu mencintai Tama.

"Ekhem!"

"Ih! Apa si," kesal Rena.

"Ranking satu yaaaaaa.." goda Tama.

Rena hanya terkekeh. Tidak seperti dulu yang selalu ceria menanggapi apapun yang terjadi tiap waktunya.

"Ga minta apa-apa?"

"Engga."

"Bunda kamu kesini?"

"Maksudnya?" Tanya Rena menutup novelnya.

"Yang ngambil raport."

Rena tersenyum memaksakan. Mengingat bagaimana kesibukan kedua orangtuanya,mengingat siapa yang mewakili orangtuanya mengambil hasil nilai satu semester. Mungkin salahnya sendiri memilih pindah ke Semarang seorang diri.

Yang malah membuat yang jauh semakin menjauh.

"Tante yang ngambil."

"Oh gitu.." Tama mengangguk faham.

"Ko bisa ranking satu si?"

"Kan belajar."

"Emang kamu belajar?"

"Jarang si. Yang penting kita harus tepat waktu buat ngumpulin tugas. Jadi setiap guru ga ada alesan buat ga ngasih kita nilai lebih. Apa lagi sampe ga naik kelas," jelas Rena membuat Tama tersenyum kagum.

"Kenapa ngeliatin gitu?" Tanya Rena mengusap-usap wajahnya. Takut jika wajahnya terdapat coretan pulpen.

"Engga. Kagum aja. Kamu yang berisik bisa ya kalem gitu. Pas udah sama aku lagi," kagum Tama menyombongkan dirinya.

"RENAAAAAA!!"

"Huuhhhh...dateng terus.."

"Hay Rafa. Hay Alex. Hay Ardy. Hay Jani. Hay Tina. Hay Lia," sapa Rena melembut yang sebelumnya sempat jengah dengan mengusap dadanya.

"Eh..hay Renaa.. suara gue kekencengan ya?" Tanya Rafa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Nah tuh tau."

"ASIIIKKKK!!!! RANKING SATU WOIII!!" Tina histeris.

"Tin! Bacot!" Geram Jani.

"Bisa ya bocah kaya lo dapet ranking satu," heran Alex mengetuk-ngetuk dagunya.

"Bisa dong," jawab Rena bangga.

"Selamat ya," ucap Ardy mengulurkan tangannya. Namun,saat Rena akan membalas,tangan Ardy segera ditepis Tama. Membuat seisi meja menatapnya takut.

"Gausah pegang-pegang," tegas Tama.

"Tama. Apansi," tahan Rena.

"Kenapa? Mau dipegang-pegang sama dia?" Sinis Tama membuat Rena menggeleng heran dengan sikapnya yang masih sama.

Kehilangan yang MenemukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang