Part 14 : Izin

16 2 0
                                    

Terkadang kamu dapat sangat benar menyadari kehadirannya hanya pada kejadian-kejadian tertentu. Entah pada ketenangan atau pada pertengkaran. Karena kamu sering kali larut dalam waktu yang memang kamu jalani. Tapi tidak pernah kamu dapat memaknai.

"Kita mau kemana?" Tanya Rena memulai obrolan. Karena jika dirinya tetap diam,malah akan memulai sendu yang sudah tenang ketika menatap punggung Tama didepannya.

Terkadang,hal kecillah yang membuat kita teringat apa yang seharusnya terlupa.

"Jalan aja dulu. Nanti kalo ada tempat yang cocok,ya kita kesitu."

"Ngapain?"

"Nyuci piring mie ayam."

Rena terkekeh menabok pelan punggung Tama. "Ga jelas."

Tama juga terkekeh menatap senyum yang menampakkan giginya. Jarang sekali dia melihat senyum tersebut. Hanya beberapa bulan yang lalu. Entah apa alasannya sampai senyum itu terbenam dan jarang terbit.

Ternyata yang dilihat tidak senyata apa yang sebenarnya. Mana tau Tama jika senyum itu tulus karena gurauannya atau tidak. Tama tidak tau apa dibalik senyum yang Rena pancarkan.

Bukankah,seseorang yang sering terlihat tertawa itu adalah orang yang lebih sering terluka?
Oh! Berlebihan sepertinya.

"Hem.. pernah mikir ga si? Kalo kita jarang banget malam mingguan. Malam minggu pertama kita aja malah cuma chat ngebahas yang.."

"Yang sebenarnya ga perlu dibahas," potong Rena cepat membuat senyum Tama memudar.

Tentu saja keduanya ingat. Malam minggu itu keduanya malah membahas yang sangat tidak perlu dibahas apa lagi dipertengkarkan. Sampai selalu pada ending yang sama. Rena yang mengalah dan mengangaku tidak apa-apa.

Meski sebenarnya,dalam sepi tidak ada yang tau bahwa sendu selalu mengadu. Hati yang terus teriris katanya. Suara parau yang selalu menjadi penghuni fikiran dalam sepi. Semua terekam jelas bagaimana suara yang sebenarnya sering sekali menjatuhkan. Bukan menguatkan.

"Lagian bahasnya malam minggu pertama gitu. Udah kaya malem pertama tau ga si!" Gurau Rena memecah suasana yang sedikit menegangkan.

"Tapi bener kan? Kita tu baru kali ini malem mingguan?"

"Iya si. Nanti aja deh ngobrolnya. Dimotor takut ganggu yang lain."

Sial! Kenapa mengakhiri obrolan yang sangat jarang terjadi? Kenapa ketika obrolan yang asik harus diakhiri? Bodoh sekali! Tapi titahnya itu langsung terlontar begitu saja.

Ah sudahlah! Perasaannya terlalu banyak ditemani takut dan ragu.

"Sini aja ya.." ucap Tama melepas helmnya.

"Kamu tau tempat ini dari mana?" Tanya Rena. Karena tempatnya tidak terlalu ramai. Hanya taman yang tidak berbeda jauh seperti taman kompleks rumahnya. Dominan pada kursi putih yang muat untuk dua orang.

"Kan aku asli Semarang," jawab Tama dengan nada menyombongkan.

"Iya yang asli mah beda."

Tama terkekeh,"Aku mau beli minum dulu. Kamu mau minum apa?"

"Pepsi ada ga si?" Tanya Rena bingung. Karena jika di Jakarta,dia dengan mudah mendapatkan pepsi,tapi entah jika di Semarang. Beberapa bulan di Semarang,Rena lebih memilih beli pepsi ukuran besar.

"Ada kali. Kalo ga ada mau apa?"

"Fanta atau sprit atau coco cola."

"Soda semua gantinya?" Tanya Tama meyakinkan.

Kehilangan yang MenemukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang