Eighteenth Step

2 1 0
                                    

"Hey, Jack. Bungkusan apa itu?"

Seorang teman yang tengah bermain di rumah pemuda itu menunjuk ke sebuah bingkisan yang tergeletak di samping ranjang.

"..."

Pemuda itu mematung, dengan pandangan pilu yang ditampilkannya.

"Sebuah hadiah...kurasa..."

"Apa maksudmu dengan itu? Hadiah siapa?"

"Bingkisan itu sudah kusiapkan sejak bulan Agustus. Sebuah hadiah yang spesial."

"Agustus?! Gila! Skrng udah bulan Februari, Bro!"

"Hem... Sudah selama itu ya?"

"Kenapa tak kau berikan ke orangnya?"

"Aku tak bisa."

"Ada alasan khusus?"

"Entahlah...
Melihat tatapannya yang dingin itu
Ataupun melihat dirinya yang seakan tak ingin mengakui eksistensi ku
Melihat dirinya yang bahagia ketika bersama orang lain
Keadaan ini dimana seakan aku yang membencinya
Keadaan dimana kami bahkan tak berbicara satu sama lain
Bagaimana aku bisa memberikan kado itu?"

Pemuda itu menunduk. Tekanan yang besar dapat dirasakan di sekitarnya. Teman pemuda itu hanya dapat ikut merasakan kesedihannya.

"Jadi sebenarnya, apa alasanmu tak ingin memberikannya?
Sudah lama sekali kado itu berada di ruangan ini.
Kau bahkan tak menyembunyikan ataupun membuangnya.
Kau membiarkan hadiah itu terpajang disitu.
Tempat dimana kau dapat sering melihatnya."

"Bingkisan itu berisi banyak hadiah.
Hadiah yang mungkin takkan pernah bisa kuberikan kepadanya.
Hadiah ultah tahun nya.
Hadiah natalnya.
Hadiah valentine nya.
Hadiah yang memang ditujukan untuknya.
Hadiah yang takkan pernah bisa diterima oleh orang lain.
Bahkan oleh diriku sendiri."

"Kalau begitu berikanlah ! Mau sampai kapan dirimu menunda?!"

Pemuda itu tersenyum lesu. Menghela napas panjang.

"Mungkin aku.. hanya takut mendengar penolakan dari nya.
Selama ini sudah cukup banyak penolakan yang kuterima.
Entah itu disengaja atau pun tidak.
Bahkan disaat aku sedang ada perlu dengannya.
Dia berpura-pura tak mendegarku
Meski aku telah berteriak kencang memanggil namanya.
Aku...
Mungkin cuma lelah...
Aku tak masalah disakiti olehnya..
Aku takkan membencinya..
Tapi..
Bukankah rasa sakit
Ketika ditumpuk
Akan semakin menjadi parah?"

"Kau tak apa, Jack?"

"Hm..
Entahlah
Aku dapat terlihat baik-baik saja di hadapannya
Seakan bahagia terlepas darinya
Tertawa kencang seakan tanpa masalah
Tapi sejujurnya,
Aku
Hancur.
Tapi mungkin ini yang terbaik.
Setidaknya, dia baik-baik saja tanpa ku.
Setidaknya salah satu dari kami bahagia.
Meski bukan aku.
Meski hanya dia."

My LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang