Fourteenth Step

6 1 0
                                    

"Jack, ku dengar Elaine mengikuti perlombaan tarik tambang. Mau pergi melihatnya?"

Pemuda itu ragu untuk mengiyakan.
Karena dia sudah berusaha keras untuk tidak mempedulikan gadis itu, meski masih diam-diam memperhatikannya.
Dia juga sudah berusaha untuk menghilangkan eksistensinya dari gadis itu, meski dengan cara yang salah.
Dia sudah berusaha untuk tak menyapa dan menganggap bahwa Elaine hanya lah orang asing baginya.
Namun, rasa sayang yang terpendam, membuatnya merasa ingin menemui gadis itu.

"Ayo. Kita dukung dia." , ucap pemuda itu.

Gadis itu, terlihat berusaha keras sekali untuk memenangkan pertandingan. Dirinya bahkan tak mempedulikan dirinya sendiri. Hingga pada akhirnya, gadis itu melukai dirinya sendiri.

Pemuda itu, melihat darah yang mengalir, memihat gadis itu yang meringis, segala tindakan pemuda itu yang semula berusaha tak mempedulikan,
Yang berusaha untuk menjauh,
Yang berusaha untuk pergi dari hidup gadis itu,
Yang merasa takut untuk memulai percakapan,
Yang merasa takut untuk memulai pergerakan,
Yang telah terkecewakan sebegitu seringnya,
Mendadak tak terpikirkan lagi.

Pemuda itu dengan cepat menghampiri gadis itu. Dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Elaine! Kau tak apa?"

Pemuda itu berusaha menghindari kontak fisik. Gadis itu bahkan tak ingin memandang pemuda itu.

"Tak apa.", jawab gadis itu singkat.

"Elaine! Aku serius! Kau terluka! Pakai lah plester ini!" Pemuda itu menyentuh pundak gadis itu. Entah darimana keberanian itu muncul.

"Kubilang tak apa!" Gadis itu menepis plester yang diberikan pemuda itu.

Tapi pemuda itu anehnya tak ciut, dan malah mengikuti gadis itu.

"Elaine, kumohon, dipakai ya plesternya.."

Gadis itu hanya menggelengkan kepala dengan tatapan dingin.

Pemuda itu sadar bahwa dirinya tak bisa mengubah keputusan gadis itu. Pemuda itu kemudian pergi dan menitipkan plester itu kepada teman gadis itu.

Tapi..

"Jack, Elaine menolak nya.", teman gadis itu menyerahkan plester tersebut kepada pemuda itu.

Pemuda itu hanya bisa tersenyum tipis.
"Baiklah, terima kasih karena sudah berusaha."

Pemuda itu menundukkan kepala, merasa sedih dan khawatir. Tapi anehnya, rasa sakit yang dirasakannya tak sebesar yang dulu dialaminya, dan jauh di dalam lubuk hatinya, ia tak menyesal telah mendatangi Elaine seperti itu. Karena sebesar itu lah rasa pedulinya terhadap gadis itu.

My LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang