Lembar 8

1.9K 317 54
                                    


"Minho kapan kamu mau mutusin Hyunjin?" Jisung menyeruput es coffee yang berada dalam tangannya. Hari itu, mereka memang mempunyai jadwal untuk menyelesaikan tugas, lagi. Maklum, mahasiswa semester atas memang mempunyai banyak tugas untuk di selesaikan.

Sejak semalam, Minho kelimpungan. Hyunjin tidak mengabari dimana dia berada. Setelah pesan terakhir yang berbunyi 'Kak Minho, jemput aku!'
Minho benar-benar kewalahan dengan situasi saat itu. Ia tidak bisa berkonsentrasi mengerjakan tugasnya, sekalipun dengan Jisung.

"Minho!" Jisung mengerucutkan bibirnya gemas. Mendengar teriakan Jisung, Minho segera mengalihkan atensinya pada pemuda tupai yang berada di sampingnya.

"Aku nggak bakal mutusin, Hyunjin! Paham?" setelah itu Minho kembali berkutat dengan ponselnya lagi.

Jisung memutar bola matanya malas, ia beranjak dari sofa dan mendudukkan dirinya diatas pangkuan Minho. Tangannya mengambil pelan ponsel yang menyita semua waktunya.

"Kamu harus mutusin, Hyunjin. Minho! Kamu udah punya aku!" kecupan sensual mendarat pada bibir Minho, mereka memang sering melakukan hubungan seks tanpa sepengetahuan Hyunjin.

Minho yang meminta, karena tubuh Jisung cantik. Dan suaranya ketika mendesah sangat indah. Bukan karena tubuh Hyunjin jelek, hanya saja Minho tidak mau melakukan hubungan seks dengan Hyunjin, itu belum waktunya untuk mereka. Minho sangat menjaga Hyunjin.

Lumatan Jisung semakin menuntut, sedangkan Minho tak membalas. Ia justru menarik tubuh Jisung menjauh.

"Jisung, Hyunjin nggak bisa dihubungi. Aku nggak tahu dia kemana. Aku khawatir." Jisung mendecak kesal.

"Jangan bicarain Hyunjin kalau sama aku, Minho! Aku nggak suka!" Minho menghembuskan napasnya, ia mengusap tengkuk Jisung. Mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibir tipisnya.

"Aku udah bilang, Han. Kamu cuma pelampiasanku, nggak lebih. Aku sayang sama Hyunjin, aku cinta sama Hyunjin. Jadi, aku nggak bisa nerima perasaan serius kamu, paham?" Jisung memukul dada Minho dengan kencang.

"Nggak apa, buat kali ini kamu emang masih cinta sama Hyunjin, tapi besok kamu bakal balik lagi ke aku." Jisung tersenyum lembut. Minho terkekeh pelan. Ia mencubit gemas pangkal hidung Jisung.

"Tentu, aku bakal balik ke kamu, buat pemuas nafsu." Jisung memekik tak terima. Ia kembali menerjang Minho, menggigit kencang pada lehernya, meninggalkan bekas hickey disana. Minho juga tidak melawan, karena ia tidak bisa menolak sentuhan nikmat dari Jisung.

"Selesai, kamu milikku. Hyunjin akan marah setelah ini." Jisung kembali mengecup singkat hasil karyanya.

"Sialan! Jisung sialan!" Minho mendorong Jisung dari atas tubuhnya hingga terjerembab. Bukannya marah, Jisung justru terkekeh senang.

Minho menyambar ponselnya, lantas berjalan keluar dari apartemen milik Jisung.

Mobilnya melaju kearah kediaman Hyunjin. Ia ingin memastikan jika Hyunjin baik-baik saja di sana. Persetan dengan tanda yang Jisung berikan. Ia akan menjelaskannya nanti.

Lantai tiga paling pojok adalah apartemen milik Hyunjin. Minho mencoba mengetuk pintu apartemen kekasihnya. Berharap jika kekasihnya baik-baik saja.

Selang beberapa saat, Hyunjin membukakan pintu untuk Minho. Wajahnya masih sangat pucat, ia baru saja diantar pulang oleh Chan. Belum sempat sarapan, Chan terhalang rapat, katanya ia akan menjenguk Hyunjin saat selesai rapat. Itu janji Chan.

"Kak Minho, ada apa?" Minho bukannya menjawab, justru menggendong Hyunjin dan membawanya ke sofa.

"Semalem, kamu kemana, Hyunjin?"

[3] Crazy In love {ChanJin} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang