"A mother's heart is always with her children." – Anonymous
.
.
"Sea, ada apa denganmu?" Singto bertanya pelan.
Sea kembali menangis, "P'Singto! Aku menemukan Mama!"
Singto mengernyit tidak mengerti. Pandangannya mengedar ke seluruh cafe, lalu setelahnya napasnya tertahan. Tatapannya tertumbuk pada satu orang yang sejak tadi berada di dekat mereka. Jantung Singto berdegup dengan kencang. Singto paham sekarang. Paham sekali.
Mata itu...
.
.
Singto terkejut menatap wajah di depannya. Pipi bulat yang merona, alis tebal dan hidung yang mancung memang sangat berbeda dengan sang Mama. Namun mata pemuda itu nyaris sama. Tatapannya teduh dan menghangatkan. Mendadak Singto merasa kesulitan bernapas. Ia seperti sedang ditatap oleh Mamanya. Mata Singto memanas. Ia rindu sekali.
"P'..." lirih Sea.
Singto segera tersadar, ia melepas pelukannya dan menatap Sea, "Sea, kita harus pulang."
Sea menggeleng, "Tidak. Aku ingin bersama Mama,"
Singto menghela napas,"Sea, ini sudah larut. Ayo.."
Singto menarik tangan Sea dengan sedikit paksaan. Awalnya Sea menolak, namun ia luar biasa lelah sekali. Pertemuan yang tidak terduga ini menguras energi dan juga hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Singto. Jika boleh, Singto ingin sekali menatap mata itu sedikit lebih lama. Ia rindu memeluk Mama, menceritakan segala keluh kesahnya.
Singto menatap Nanon, memerintahnya untuk ikut. Singto sama sekali tidak ingin melihat ke arah pemuda tadi. Ia meragukan dirinya sendiri. Bisa saja ia langsung lari memeluk pemuda itu.
Berteman dengan Sea sekian tahun, mampu membuat Nanon mengerti. Nanon mengangguk pada pemuda tadi. Meminta maaf lalu ikut pulang bersama Singto dan Sea.
"Krist?" panggil pelayan lain pada pemuda tadi.
Krist menoleh.
"Hari yang aneh ya?"
Krist mengangguk. Tentu saja aneh. Tidak pernah terpikir olehnya akan dipanggil "Mama" oleh seseorang. Hey, ingatkan dirinya jika ia masih laki-laki tulen. Krist sudah ingin tertawa keras-keras jika ia tidak melihat genangan air mata pada kedua bola mata gadis tadi. Krist terkesiap. Mata itu sarat akan kerinduan dan kesedihan. Jika pemuda yang ternyata adalah kakaknya tidak datang, mungkin Krist yang akan memeluk gadis itu. Krist tidak sampai hati melihat seseorang menangis tersedu-sedu.
Krist meremas dadanya. Hatinya ikut sakit. Lahir dengan tanpa kedua orang tua kandung di sisinya, sedikit banyak membuat Krist paham perasaan gadis tadi. Mungkin gadis tadi sedikit beruntung, Krist bahkan tidak pernah tahu bagaimana wajah ibu dan ayahnya.
Sudah cukup. Krist menggelengkan kepalanya. Masih banyak pekerjaan yang harus ia lakukan.
***
Sea langsung tertidur pulas begitu duduk di mobil. Kepalanya bersandar pada Nanon yang sejak tadi diam. Nanon hanya menatap sedih pada Sean. Menyesal kenapa ia menyetujui permintaan Sea.
Singto menghela napas lalu melirik Nanon yang berada di kursi belakang, "Nanon?"
"Ya, P'?"
"Berjanjilah padaku. Ini pertama dan terakhir kalinya Sea bertemu dengan pemuda tadi, mengerti?" jelas Singto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir
Teen Fiction"Aku menyayangi adikku dengan sepenuh hati. Apapun akan kulakukan demi membuatnya bahagia, termasuk mendapatkanmu." - Singto. "Aku akan selalu melindungi kakak tercintaku. Siapapun yang berani melukainya, akan berhadapan denganku." - Sea. "Aku tida...