"If I did anything right in my life, it was when I gave my heart to you, my special one." – Anonymous.
Singto tidak bisa berhenti memikirkan Krist. Setelah mendengar cerita Sea, Singto bukannya tenang, ia bahkan menjadi semakin penasaran. Menurutnya ada sesuatu yang harus ia pastikan. Ia harus segera mencari tahu.
Singto bukanlah seseorang yang penakut. Ia tidak akan takut dengan apapun yang ia hadapi. Terlebih saat ia ditinggalkan oleh kedua orangtuanya, Singto harus mampu menjadi tameng untuk Sea. Singto juga tidak boleh ragu, ia harus selalu tepat dalam mengambil keputusan. Jadi sebenarnya bukan masalah besar mencari tahu dan menghadapi tentang Krist.
Singto termenung untuk yang kesekian kalinya. Urusan Krist mengapa menjadi sedemikian rumitnya? Singto berpikir bahwa mungkin ia hanya penasaran. Selama ini ia tidak pernah meminta seseorang untuk bekerja dengannya. Orang-orang itu lah yang mendatangi perusahaannya, meminta untuk direkrut agar bisa bekerja. Krist menjadi semakin misterius di mata Singto. Rasa 'penasaran' itu semakin menumpuk di dalam dirinya.
Krist. Singto ingin tahu sedang apa Krist sekarang. Apakah Krist sama memikirkan perkara ini dengan berlebihan? Oh.. apakah justru aku yang berlebihan?
Ice melirik Singto. Sudah kurang lebih tiga puluh menit Ice menjelaskan tentang perusahaan baru yang ingin bekerja sama dengan Prachaya Company namun sepertinya tidak ada satu kata pun yang Singto dengarkan. Ice melihat perubahan sikap Singto sejak terakhir kali tuannya itu mengunjungi seseorang yang bernama Krist. Dan setelahnya Singto tidak pernah mengunjungi Sapphire Blue lagi. Ice sekiranya bisa menebak alasannya.
Ice berdeham,"Tuan?"
Singto segera tersadar dari lamunannya,"Ya? Oh, maaf. Kau bilang apa tadi?"
Ice memandang Singto rumit. Setelah bekerja dengan Singto sekian tahun, Ice mengerti bahwa akan sangat percuma jika ia kembali menjelaskan. Sederhana, karena Singto akan kembali melamun dan tidak akan mendengarkan ucapannya. Oleh karena itu, sebagai seseorang yang sudah berada di samping Singto sejak lama, biarkanlah Ice mengambil inisiatif.
"Sudah tidak ada lagi janji pertemuan untuk sore ini, Tuan," Ice membelot dengan topik yang tadi ia bicarakan. Mungkin ia akan membahasnya kembali esok hari setelah tuan mudanya menyelesaikan perkara cintanya. Cinta?
Singto mengangguk lalu Ice kembali melanjutkan,"Dan Nona Sea meminta untuk tidak dijemput karena ia akan berkunjung ke Perpustakaan Nasional dengan Nanon,"
Singto menghentikan gerakannya,"Bagaimana kau tahu?"
Ice berdeham lagi,"Tadi Tuan tidak kunjung menjawab panggilan dari Nona Sea sehingga Nona Sea menghubungi saya."
Singto memeriksa ponselnya lalu melihat pemberitahuan 10 panggilan tidak terjawab dan 5 pesan singkat yang semuanya berasal dari adiknya. Singto menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ada apa dengannya hari ini?
"Baiklah, Ice. Kau boleh pulang sekarang," kata Singto lugas lalu segera meninggalkan ruangannya. Meninggalkan Ice yang mendengus geli melihat tingkah tuannya.
Biarkan Singto menjemput si rasa 'penasaran' itu.
***
Singto melirik jam di tangannya. Tadi ia terburu-buru sehingga melupakan segalanya. Singto hanya ingin segera sampai. Masih ada waktu sepuluh menit lagi sampai waktu pulang Krist. Ya. Singto sekarang berada di seberang cafe Sapphire Blue. Ia bahkan sengaja sekali tidak masuk. Ada banyak kemungkinan Krist akan menolak bertemu dengannya, Krist bisa menghindar untuk melayani pesanannya. Jadi Singto mengambil kesimpulan untuk menemui Krist setelah jam kerjanya selesai. Krist tidak punya alasan untuk menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir
Teen Fiction"Aku menyayangi adikku dengan sepenuh hati. Apapun akan kulakukan demi membuatnya bahagia, termasuk mendapatkanmu." - Singto. "Aku akan selalu melindungi kakak tercintaku. Siapapun yang berani melukainya, akan berhadapan denganku." - Sea. "Aku tida...