"Hati manusia persis seperti lautan, penuh misteri. Kita tidak pernah tahu kejadian menyakitkan apa yang telah dilewati seseorang." ― Tere Liye, Tentang Kamu.
Praepailin.
Tidak hanya Singto, Em dan Ice yang memang mengenalnya sejak semasa kuliah pun ikut melongo. Bukan rahasia lagi bahwa hubungan Singto dan Praepailin kandas begitu Praepailin melanjutkan studinya ke Amerika. Em merasa bodoh sekali, ia tidak curiga saat membaca nama Praepailin dan mendengar suaranya. Seharusnya Em tahu bahwa Praepailin yang ini yang akan bekerja sama dengannya.
Rapat segera dimulai, Praepailin dengan fokus menjelaskan kepada Singto dan karyawannya mengenai proyek yang akan mereka laksanakan jika perjanjian ini berhasil. Singto berusaha keras untuk fokus pada pembahasannya tapi diam-diam ia memerhatikan Praepailin. Praepailin jauh lebih dewasa dan tegas, tidak seperti dulu saat mereka masih menjadi sepasang kekasih.
Setelah Praepailin menjelaskan, sekarang giliran Singto yang berbicara. Singto berdeham untuk mengumpulkan kembali fokusnya. Singto tetaplah Singto. Siapapun lawannya, ia tidak akan pernah mengalah. Perjanjian ini sangat penting untuk kedua belah pihak tapi Singto tidak akan menjadi pihak yang mengalah. Tidak akan.
Praepailin memerhatikan Singto, ia terpesona dengan Singto yang sangat berkarisma. Singto sangat tegas dan memukau sekali. Caranya membalas tuntutan Praepailin pun sangat merinci, tidak sekali pun terpancing emosi.
Selama dua jam ke depan, rapat menjadi sangat sengit. Baik Singto maupun Praepailin tidak ada yang ingin mengalah. Keduanya sama-sama ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari yang lain.
Praepailin mengangkat tangannya, menyerah,"Baiklah, aku ikuti sesuai keinginanmu. Tapi jangan lupa dengan hak-hak yang harus kuterima, deal?" Praepailin dengan menantang mengulurkan tangannya pada Singto.
Singto menjabat tangan itu,"Deal."
...
Singto segera membersihkan dirinya begitu sampai di rumah lalu ia masuk ke dalam kamar Krist. Memeluknya erat. Krist terbangun karena mendadak dipeluk dengan begitu erat. Krist membuka matanya melihat wajah Singto yang begitu gelisah.
"Ada apa?" Krist bertanya lembut sambil mengusap kepala Singto. Singto perlahan melepas pelukannya. Ia hanya menatap Krist, bingung bagaimana ingin menjelaskannya. Singto paham ia bisa menceritakan apapun pada Krist tapi entah mengapa sulit sekali.
"Masalah pekerjaan?"
Tidak ada jawaban. Singto masih mempertimbangkan apakah ia harus memberi tahu Krist. Tapi Singto sungguhan ingin menumpahkan beban di hatinya. Ia lelah sekali.
Singto memerhatikan wajah Krist sekali lagi, Krist-nya begitu cantik. Singto mungkin akan menyakiti Krist jika ia bercerita tentang wanita lain, tentang masa lalunya. Dan Singto tidak akan membiarkan Krist tersakiti bahkan olehnya. Dengan segala pertimbangan tadi, Singto memilih diam dan memeluk Krist erat. Topik itu tidak penting setidaknya untuk saat ini.
...
Sea sedang merapihkan buku dan alat tulis, bersiap untuk pulang. Merasa diperhatikan, ia menoleh dan menemukan Nanon sedang menatapnya ragu. Sea hanya mengangkat kedua alisnya.
"Kemarin sore... eum.." Nanon berkata ragu, bingung apakah ia harus mengatakannya apa menyimpannya sendiri.
Sea menatapnya dengan malas,"Apa?"
Nanon menghela napas,"Kemarin sore aku melihat P'Prae,"
Gerakan tangan Sea berhenti. Perhatiannya teralih penuh pada Nanon,"Kau yakin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir
Novela Juvenil"Aku menyayangi adikku dengan sepenuh hati. Apapun akan kulakukan demi membuatnya bahagia, termasuk mendapatkanmu." - Singto. "Aku akan selalu melindungi kakak tercintaku. Siapapun yang berani melukainya, akan berhadapan denganku." - Sea. "Aku tida...