Hadir

587 77 1
                                    


"Tidak ada yang pergi daripada hati. Tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan" ― Tere Liye.

Nanon sedang ingin membeli minuman di minimarket yang terletak tak jauh dari rumahnya. Nanon terus memilih minuman saat tidak sadar sedikit menabrak orang di sampingnya. Nanon terkejut lantas meminta maaf,"Maaf, P'."

"Ya, tidak ap—Nanon?" seru orang tersebut.

Nanon terkejut setengah mati,"P'Prae?"

Setelahnya Nanon dan Praepailin berbincang, membahas perubahan-perubahan yang terjadi pada kota Bangkok. Maklum saja, banyak sekali yang berubah. Bahkan Praepailin bercanda bahwa Nanon dulu hanya setinggi perutnya.

"P'Prae sudah bertemu P'Singto?"

"Sudah, kami akan bekerja sama sebentar lagi." Praepailin menjawab dengan tersenyum seperti sudah mengetahui bahwa Nanon akan menyinggung soal Singto.

Praepailin mengingat sesuatu,"Ah, ya.."

"Sea pasti sangat membenciku, kan?" lanjut Praepailin.

Nanon diam, ia tidak harus menjawab apa. Toh menurutnya pertanyaan tersebut adalah pertanyaan retoris. Nanon dan Sea memang sepakat membenci Praepailin. Mereka yang belum bisa paham benar, masih mempertanyakan keputusan Praepailin bahkan hingga sekarang. Sekian tahun berlalu, Sea memutuskan untuk melupakan Praepailin. Nama Praepailin seperti tabu di antara mereka. Dan Sea menganggap Praepailin bukan hal penting.

"P'Sing sudah memiliki kekasih," Nanon sangat ingin tahu sekali reaksi dari Praepailin. Dan benar saja, Praepailin memang terkejut lantas mendengus, tentu saja Singto sudah memiliki kekasih. Tidak mungkin setelah sekian tahun, tidak ada yang mengisi ruang spesial di hati Singto.

Praepailin berjalan menuju mobilnya setelah berpamitan dengan Nanon. Pikirannya melayang, muka Singto jelas tergambar di otaknya. Praepailin bersikeras bahwa sudah tidak ada lagi yang tersisa antara dirinya dengan Singto. Semua sudah usai. Praepailin tidak munafik, ia jelas tahu bahwa dirinya lah penyebab dari berakhirnya hubungan mereka.

Seandainya saja aku memiliki keberanian untuk mencoba...

Seaindanya saja aku tidak egois...

Seandainya saja...

Singto...

...

Darvid berteriak hingga otot lehernya tegang,"Bajingan! Jadi ia sudah melakukan perjanjian? Dan wanita itu setuju?"

"Seperti yang sudah saya katakan, mereka melakukan perjanjian dua hari yang lalu." Jawab seorang karyawan.

Darvid menghela napas kasar. Proyek ini sangat penting untuk mendongkrak perusahaannya. Namun sekarang rencananya gagal total, ia dikalahkan oleh kompetitornya.

"Apa yang dimiliki orang itu?" tanya Darvid sinis.

"Menurut informasi yang saya dapat, kepala proyek ini adalah seorang teman dari CEO tersebut."

Teman ya? Darvid tersenyum licik. Jika orang tersebut bisa mengagalkan rencananya maka ia harus merasakan hal yang sama. Orang tersebut harus membayar dengan setimpal.

Darvid membaca lagi nama yang tertera di dokumen yang diberikan karyawannya, Singto Prachaya.

...

Krist sedang membersihkan sebuah meja saat bahunya ditepuk. Krist menoleh dan menemukan seseorang yang dikenalnya,"Darvid?"

Darvid mengangguk sambil berbasa-basi sebentar lalu memesan sebuah makanan. Setelah mencatat pesanannya, Krist menghilang di balik dapur.

Bunga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang