"I hope that you will know how happy I am when I meet you." – Anonymous.
Terhitung sudah seminggu sejak terakhir kali Singto melihat Krist dan berbicara dengannya. Bukan tidak punya, Singto sudah mendapatkan nomor ponsel Krist sejak awal melalui Ice. Singto hanya tidak tahu bagaimana harus memulai. Ini bahkan jauh lebih rumit daripada menghadapi tumpukan dokumen di hadapannya.
Singto tidak tahu bahwa tanggapan Krist akan sebrutal itu. Masih teringat jelas muka Krist yang memerah tanda bahwa ia marah. Kilat kemarahan di bola mata Krist tidak akan pernah bisa Singto lupakan. Krist jelas marah padanya.
Singto menghindar. Setiap kali Sea ingin bertemu dengan Krist, Singto akan meminta Nanon untuk menggantikan dirinya. Setiap kali Sea bertanya ada apa dengannya, Singto memilih mengalihkan pembicaraan dan membiarkan pertanyaan itu tidak terjawab. Bukan tidak ingin, Singto tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
Singto ingin sekali menemui Krist. Ia tidak tahu apakah ini bisa disebut rindu, tapi ia sungguhan rindu. Singto pura-pura tidak perduli dengan celotehan Sea sehabis bertemu dengan Krist padahal sebenarnya ia sangat ingin tahu bagaimana kabar Krist. Bersyukur diam-diam setelah tahu bahwa Krist baik-baik saja.
Singto bangkit untuk pulang ke rumah. Hari ini ia tidak menjemput Sea karena adiknya itu sudah memiliki rencana untuk menemui Krist. Singto dengan segala gengsinya mengatakan bahwa hari ini ada rapat penting. Bohong, tentu saja. Sesibuk apapun Singto, ia akan tetap meluangkan waktu untuk mengantar dan menjemput Sea. Namun tidak untuk kali ini.
Singto sebenarnya hanya ingin memberikan ruang untuk Krist berpikir. Sebesar apapun Singto menginginkan Krist untuk bekerja bersamanya, ia cukup tahu diri untuk tidak memaksa. Singto bahkan tidak punya hak untuk hal itu.
Setelah sampai rumah, Singto menuju kamar Sea untuk memeriksa apa yang sedang adiknya lakukan, "Sea?" hening. Tidak ada jawaban apapun. Singto membuka pintu kamar Sea dan mendapati adiknya sudah terlelap. Singto duduk di samping ranjang lalu mengusap lembut kepala Sea. Entah apa yang akan Singto lakukan jika tidak ada Sea di hidupnya.
***
Terhitung sudah seminggu sejak terakhir kali Krist melihat Singto dan berbicara dengannya. Krist selalu senang setiap bertemu dengan Sea, namun kadang ia berharap menemukan sosok lelaki itu di belakang Sea. Menyapanya hangat dan berbincang seperti seorang kawan lama.
Di setiap pertemuannya, Sea selalu berceloteh tentang Singto yang entah mengapa akhir-akhir ini menjadi sibuk sekali. Krist tidak bisa menahan dirinya untuk tidak khawatir dengan kesehatan Singto. Tapi Sea sudah memastikan bahwa Singto baik-baik saja, Krist tidak perlu mencemaskan apapun.
Krist paham mungkin saja Singto ingin memberinya waktu untuk berpikir. Tapi bukankah seharusnya Singto kembali menemuinya? Krist mendengus lalu menggeleng. Sudah cukup dengan harapanmu, Krist! Kau akan terluka semakin dalam jika kembali berharap.
Krist berbaring di ranjangnya sambil menerawang. Tawaran Singto tempo hari terlalu sayang untuk ditolak begitu saja. Krist seharusnya tidak perlu bersikap seperti itu. Bukankah jika ia menerimanya maka akan lebih mudah untuknya bertemu dengan Singto? Ah! Lagi-lagi aku berharap.
Krist melirik jam yang bertengger di meja nakasnya, pukul 23.45. Krist segera memejamkan mata untuk menyiapkan tenaga sebelum menghadapi hari esok. Lagi dan lagi Krist tidur larut malam karena memikirkan Singto.
Tapi Krist pun tidak keberatan...
***
"Selamat pagi, P'Singto!" Sea tersenyum cerah pada kakaknya yang sedang membaca koran. Sea pernah berkomentar bahwa jika Singto terus menerus seperti itu maka Singto semakin mirip sang ayah. Singto hanya tak acuh dan mengatakan bahwa ia harus selalu tahu perkembangan perekonomian dunia.
Singto melipat kembali koran yang sudah ia baca lalu menatap Sea yang sedang menyantap sarapannya,"Bagaimana harimu kemarin? Maaf P' pulang terlalu larut,"
Sambil mengunyah Sea menjawab,"Sangat baik! Kemarin aku ujian biologi tapi tidak ada masalah. Dan.. oh iya! Aku bertemu dengan P'Krist,"
Hati Singto seperti disentil begitu mendengar nama Krist disebutkan. Seharusnya ia sudah mengantisipasi yang keluar dari mulut Sea adalah Krist, Krist dan Krist. Atau bahkan Singto memang sengaja ingin mendengarnya?
"Tapi P'Krist semakin hari semakin aneh. Aku tidak mengerti,"
"Hm?"
"Iya, P'. Kemarin saat aku bercerita bahwa P'Sing semakin sibuk, tiba-tiba P'Krist langsung cemas dan bertanya ini itu. P'Krist aneh kan, P'?" Sea kembali melanjutkan celotehannya tanpa tahu bahwa Singto sudah menatapnya terkejut.
Sentilan kedua Singto rasakan. Baiklah, Singto tidak memperkirakan hal ini. Krist khawatir padanya? Benarkah? Dan mengapa?
Tidak kunjung mendapat jawaban, Sea menoleh pada Singto yang sekarang tersenyum sendiri. Sea menggelengkan kepalanya. Apa orang dewasa memang selalu aneh seperti itu?
***
Krist kembali menjalani harinya seperti biasa, bangun pagi dan bersiap untuk bekerja. Namun entah mengapa Krist sangat merasa lemas, perutnya terasa sakit dan kepalanya pusing. Krist rasa ia sudah mengisi perutnya dengan baik, ada apa dengan tubuhnya? Jika tidak ingat dengan tagihan kamar sewanya, mungkin Krist akan lebih memilih kembali bergelung dengan selimutnya. Tapi hal itu tentu saja mustahil terjadi.
Krist bekerja dengan ekstra pelan dan nyaris tidak bisa fokus. Krist bahkan langsung mendapat teguran dari bosnya karena sudah tiga kali salah mencatat pesanan. Hampir saja menumpahkan minuman jika tidak segera ditahan oleh rekan kerjanya.
Krist mengusap peluh di dahinya. Obat yang tadi ia minum sama sekali tidak membantu. Bahkan sekarang badannya sudah demam. Krist melirik jam di tangannya, sebentar lagi jam kerjanya akan selesai. Dengan sisa tenaga yang ada, Krist beranjak untuk berganti baju dan pulang. Sekarang yang ada di otaknya adalah kasurnya. Ia benar-benar butuh tidur.
Krist berjalan keluar cafe. Pandangannya sudah tidak fokus. Haruskah ia menghubungi seseorang? Siapa? Sea? Tidak, tidak. Krist menggelengkan kepalanya. Sea akan sangat cemas nanti. Oh, tidak! Kenapa di sekitarnya berputar semua? Ada apa ini?
Sebelum Krist jatuh, seseorang menangkap tubuhnya,"Krist? Kau baik-baik saja? Krist!"
Dan sebelum kesadaran Krist benar-benar hilang, ia seperti mendengar suara Singto. Singto?
Lalu semuanya gelap...
TBC
Tahu nggak? Pendapatmu itu sangat berpengaruh untuk seorang penulis, lho! Coba tuangkan apa pendapatmu untuk karyanya atau bahkan kamu bisa memberikan masukan yang membangun, mungkin? :) Semoga harimu menyenangkan. Terimakasih dan selamat membaca.
-M
cr. pict: GATEKTPS
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir
Ficção Adolescente"Aku menyayangi adikku dengan sepenuh hati. Apapun akan kulakukan demi membuatnya bahagia, termasuk mendapatkanmu." - Singto. "Aku akan selalu melindungi kakak tercintaku. Siapapun yang berani melukainya, akan berhadapan denganku." - Sea. "Aku tida...