Part 17

2.8K 99 0
                                    

Sejak saat itu Damian seolah-olah menghilang dari kehidupan Serena, Serena merenung dalam mobil rumah sakit yang membawa mereka pulang ke apartemen.
Hari ini Rafi sudah boleh pulang dari rumah sakit, bersama Vanessa dan suster Anamereka pulang ke apartemen. Suster Ana memutuskan untuk tinggal sementaramembantu Serena, dan Vanessa sudah berjanji akan berkunjung setiap hari untukmengecek kondisi rafi dan melakukan terapi rutin.
Kata Dokter Vanessa, Damian memutuskan mengambil tugas perjalanan ke eropadan mungkin akan kembali dalam waktu yang lama.
Dada Serena terasa nyeri, ketika sekali lagi mengakui kenyataan itu kepada dirinyasendiri, Oh ya, dia merindukan Damian, sangat merindukannya. Ternyata cinta memangbisa tumbuh tanpa direncanakan. Serena mencintai Damian. Dia tidak tahu kapanperasaan ini bertumbuh. Dia hanya tahu dia mencintai Damian, itu saja.
"Aku tidak menyangka bosmu yang kelihatannya sombong itu bisa begitu baik,meminjamkan apartemennya", Rafi memecah keheningan, menatap Serena dengan sedikit menyelidik, dia bertanya-tanya karena akhir-akhir ini Serena begitu murung,
"Aku yang membujuknya", Vanessa yang duduk di kursi depan cepat-cepatmenjawab, tahu bahwa Serena pasti kebingungan dengan pertanyaan Rafi itu, "Damianadalah sahabat suamiku, aku bilang merawatmu penting bagiku, karena kamu adalahsalah seorang yang selamat dari kecelakaan yang menewaskan suamiku. Jadi Damianmau meminjamkan apartemen itu, toh apartemen itu tidak terpakai."
Diam-diam Serena dan suster Ana menarik napas lega mendengar kelihaian dokterVanessa menjawab.
Mereka sampai di apartemen, dan Serena mendorong kursi roda Rafi memasuki ruanganitu.
Begitu mereka masuk tanpa sadar Serena mengernyit, semua kenangan itu seolah menghantamnya. Di sini, di apartemen ini dia menghabiskan waktu berdua denganDamian, makan malam bersama, bercakap-cakap bersama....



"Apartemen yang sangat bagus, kita beruntung Serena, bos mu sangat baik." Rafimendongakkan kepalanya ke belakang menatap Serena sambil tersenyum,
Mau tak mau Serena memaksakan senyuman di bibirnya. Kuatkah ia berada di sini? Apalagi di kamar itu... Serena melirik kamarnya, tempat Damian juga menghabiskansebagian besar waktunya di sana. Tidak! dia tidak mau masuk lagi ke kamar itu!
Dengan cepat dan efisien mereka menyiapkan segalanya sehingga Rafi selesai di terapidan beristirahat di kamarnya. Suster Ana menjaganya sebentar, lalu berpamitan untukkembali ke rumah sakit, berjanji akan pulang dan menginap di sini nanti malam.
Setelah memastikan Rafi tertidur pulas, Vanessa menyeduh teh dan mengajakSerena duduk di ruang depan.
"Dia sudah kembali dari eropa." Vanessa membuka percakapan, menatap Serena dariatas cangkir kopi yang diteguknya.
Seketika itu juga hati Serena melonjak, tahu siapa yang di isyaratkan sebagai'dia' itu.
"Apakah dia baik-baik saja?" Tanya Serena pelan.
Vanessa tersenyum miring mendengar kelembutan dalam suara Serena,
"Kau itu baik hati ya, sudah menerima arogansinya yang tidak tanggung- tanggung, tetapimasih saja mencemaskannya," dengan pelan Vanessa meletakkan cangkirnya, "Yah, diabaik-baik saja, sedikit kurus, terlalu memaksakan diri dan jadi pemarah seperti beruangterluka, tak ada yang berani menyinggungnya dan mendekatinya dalam radius 100 meterkalau dia sedang mengeluarkan aura pemarahnya, bahkan direktur keuangan memilih berhubungan dengannya via telepon," Vanessa terkekeh. Lalu wajahnyaberubah serius melihat kesedihan Serena, "Yah.... dengan melupakan fakta kalau akhir- akhir ini dia lebih seperti mayat hidup daripada manusia, sepertinya dia baik-baik saja."
Serena memalingkan wajahnya dengan pedih,
"Dia menderita Serena..." desah Vanessa kemudian, "Aku tidak pernah melihatnyaseperti ini sebelumnya."


"Sudah..." Serena tidak tahan lagi mendengarnya, penderitaan Damian serasa mengiris-iris hatinya, "Sudah aku tidak mau mendengar lagi."
Vanessa menarik napas,
"Tapi tadi dia memintaku menyampaikan pesan kepadamu."
Kata-kata Vanessa yang menggantung membuat Serena menoleh, tertarik, "Pesan?"Vanessa menggangguk,
"Ya, sebuah pesan... malam ini jam delapan, ditunggu di restourannya," laluVanessa menyebutkan nama sebuah hotel,
Dan Serena mengernyit, hotel tempat pertama kali dia bersama Damian.
***
Serena merasa tidak nyaman, pakaiannya terlalu biasa-biasa saja untuk ukuran hotelyang mewah ini. Dia berdiri dengan kikuk di lobby, tak tahu harus berbuat apa.
Entah dorongan apa yang membuatnya datang menemui Damian malam ini. Dia tahu dianekat, seperti memancing iblis untuk membakarnya. Tapi dia tidak bisa menahan diri.Dia ingin bertemu Damian, walaupun mungkin ini untuk terakhir kalinya.
"Bisa dibantu nona?" Lelaki petugas hotel itu datang menghampiri, sepertinya melihatkebingungan Serena,
"Eh saya...saya Serena...saya sudah ditunggu..."
"Nona Serena," petugas itu berubah sopan dan membungkukkan tubuh, "silahkan, anda sudah ditunggu, mari saya antar."
Dengan ragu Serena melangkah mengikuti petugas hotel itu, memasuki restaurantyang tertata dengan mewah dan elegan.
Dan disanalah Damian, duduk dengan pakaian resminya, mata Damian sudahmelihatnya ketika dia memasuki ruangan. Dan tidak lepas memandanginya dengantajam setelahnya.


Ketika Serena mendekat, Damian berdiri dengan sopan lalu duduk lagi setelahSerena duduk,
Hening sejenak, masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. "Terimakasih sudah datang." gumam Damian lembut,Serena mengangguk, matanya berkaca-kaca melihat kelembutan tatapanDamian.
"Mungkin ini untuk terakhir kalinya, mungkin setelah ini aku tidak akan datang lagi."gumam Serena pelan.
Damian menggangguk,
"Setelah ini aku tidak akan pernah memintamu datang lagi."
Hening lagi. Sampai pelayan membawakan makanan pembuka, mereka makan malamdalam diam.
Sampai kemudian Damian menuangkan anggur ke gelas Serena, Serenamengernyit,"Aku tidak pernah minum alkohol."
Damian tersenyum menggoda, senyum pertamanya malam itu,
"Tenang saja, aku akan menjagamu. Kemungkinan terburuknya mungkin kaudiperkosa saat mabuk."
Pipi Serena langsung merona dan Damian terkekeh.
Anggur itu mencairkan segalanya, suasana menjadi hangat, dan percakapan merekamengalir lancar, Damian menceritakan tentang perjalanannya ke Eropa dan Serenamendengarkannya dengan penuh minat.
Sampai kemudian, Damian menggenggam tangan Serena lalu mengecupnya, "Akuingin memelukmu."Hanya satu kalimat, tapi Serena mengerti. Dia menganggukkan kepalanya. Entah kenapadia menyetujuinya. Mungkin karena anggur itu sudah mempengaruhi pikirannormalnya. Yang pasti Serena juga ingin merasakan pelukan Damian.



Dengan lembut Damian menghela Serena, melangkah ke lantai atas,
Ketika Damian membuka pintu kamar, Serena menatap Damian bingung, danDamian tertawa menyadari kebingungan Serena,
"Yah... kamar yang sama... Kuakui... aku memang agak sedikit sentimental," Damianmengangkat bahu, pipinya sedikit merona, "Kupikir... tempat saat pertama akan cocokuntuk menjadi tempat saat terakhir kita."
Serena tersenyum lembut, dan membiarkan Damian membimbingnya memasuki kamar,
Mereka berdiri dengan canggung, sampai Damian mengeluarkan sebuah kotak darisakunya,
"Aku membawa cincin keluargaku, cincin yang diberikan turun-temurun untukpengantin perempuan," dengan tenang dia membuka kotak itu dan menunjukkan cincindengan berlian biru yang mungil dan cantik, "Aku ingin memberikannya kepadamu."
"Tidak!!" Serena langsung berseru keras, menolak, "Jangan Damian, itu... itu cincin yangsangat penting, itu untuk pengantin wanitamu!"
"Bagiku, kaulah pengantin wanitaku," Damian menarik tangan Serena, memaksamemasangkan cincin itu ketangannya, lalu menggenggamnya erat-erat ketika Serenaberusaha melepaskan cincin itu, "Aku ingin kau memilikinya."
"Damian..." Serena merintih penuh penderitaan, penuh air mata, Dan Damian mengusap air matanya lembut, mengecup air matanya lembut,
"Serena," bisiknya seolah kesakitan, lalu mencium bibirnya dengan lembut dan penuhperasaan, "Astaga... Serena.... Serena... Betapa aku merindukanmu..."
Ciumannya semakin dalam, semakin bergairah, semakin penuh kerinduan, tak tertahankan....
***
Damian melepaskan ciumannya dan menatap Serena lembut,
"Kau mabuk ya?" senyumnya. Merasa senang karena Serena membalas ciumannyadengan sama bergairahnya.


Serena hanya merangkulkan tangannya erat-erat di leher Damian, merasakan benaknyamelayang-layang. Sepertinya dia memang mabuk, karena sekarang dia merasa bebas danbegitu nyaman bersama Damian.Damian terkekeh geli,"Aku senang kalau kau mabuk, kau begitu penurut dan tidak takut-takut," denganlembut Damian mengecup telinga Serena, mencumbunya dengan penuh kelembutan,"biarkan aku mencintaimu malam ini Serena...."Dengan lembut Damian menghela Serena ke atas tempat tidur dan mengecupi wajahnyapenuh perasaan, "selama ini kita berhubungan seks...tapi malam ini aku berjanji, kitaakan.... bercinta."Damian menggerakkan tangannya menurunkan gaun Serena dan mulai mengecupipundaknya, tersenyum senang ketika mendengar desahan Serena,"Hmm, kau senang sayang? Kau menyukainya ya?" dengan penuh perasaan di kecupinyasemua permukaan kulit Serena.Serena merasa dirinya melayang-layang, pengaruh alkohol, ditambah kemesraanDamian yang luar biasa membuatnya merasa di awang-awang, dibukanya matanya, dansamar-samar dilihatnya Damian mengecupi jemarinya, ketika Damian menatapnya,mata laki-laki itu tampak berkilauan,Posisi mereka begitu intim, telanjang bersama dengan tubuh menyatu. Damianmendesakkan dirinya lebih rapat, menikmati tubuh perempuannya yang melingkupinya.Dadanya serasa membuncah oleh perasaan hangat, ketika mata mereka bersatu dalampesan yang tersirat,"Aku mencintaimu." bisik Damian lembut. Dan Serenapun melayang, terbawa olehcinta Damian.****

A Romantic Story About Serena by Santhy AgathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang