part 3

11 1 0
                                    


Denting jarum jam terdengar menggema di ruangan berwalpaper hijau daun. rin membuka matanya perlahan. Ia meringis, merasakan ada yang mengganjal ditangannya. Mendapati infus dan beberapa furniture khas di ruangan ini membuat rin tahu keberadaannya sekarang.

beberapa menit setelah kesadaran rin pulih adzan berkumandang. Rin memang sedang tidak sholat sekarang, namun ia memperhatikan adzan tersebut, menyadari adzan subuhlah yang berkumandang membuat rin membelalakkan matanya. Selama itukah ia pingsan?

Tidak ada siapapun yang rin jumpai di sini.  Rin sadar segelintir orang terdekatnya pasti tidak tahu kondisinya sekarang. rin mengarahkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Berharap dokter yang membawanya ke sini tidak lupa mengikutsertakan tasnya.

Rin turun dari ranjang ketika mendapati tasnya terletak di meja depan sofa besar di ruangan ini. ia menggeledah isi tasnya yang tersisa. Harapan rin menjadi kenyatan ketika mendapati ponsel dan dompetnya disana. Dompetnya kembali dalam keadaan utuh benar-benar diluar dugaan rin. Meski satu lembar uang seratus ribu tidak ada di sana, ia tetap merasa sangat bersyukur. Rin kembali memusatkan perhatiannya pada ponsel, menghubungi seorang yang harus ia kabari mengenai kondisinya.

“assalamulaikum, bu.” Salam rin membuka.

“wa’alaikumsallam. Iya rin. Ada apa?”

“maaf ganggu waktu ibu pagi pagi. Gini bu, rin mau izin gak bisa datang ke restoran untuk beberapa hari kedepan. Rin dapat musibah bu, kecelakaan.”

“ya allah. Terus gimana kondisi kamu sekarang rin? “ nada khawatir terdengar jelas dari suara bu elsa. Rin tersenyum di buatnya.

“udah mendingan, bu. Baru sadar dari pingsan. Tapi masih lemas”

“ya udah kamu istirahat saja dulu. Masalah pekerjaan gak usah dipikirkan. “ perintah bu elsa.

“iya, bu. Kalau ibu sempat jengukin ya. “ ujar rin. Ia memang sudah menganggap ibu elsa sebagai ibunya. Tidak hanya rin, kebaikan sang manager restoran membuat semua pegawai di sana menjdikan bu elsa sebagai sosok ibu di tempat kerja.

“ iya, kalau ibu ada waktu nanti ibu jenguk. Udah ya ibu tutup. Kamu butuh istirahat rin.” Rin membenarkan kemudian menutup telpon setelah menjawab salam bu elsa.

Ponsel masih berada di tangannya. Rin menimbang nimbang apakah akan memberitahu mbak eni atau tidak. Namun beberapa detik kemudian ia meletakkan kembali ponselnnya di atas meja. Memberitahu mbk eni sama saja membuat mbak eni dan orang kampung khawatir padanya. Rin tidak mau itu terjadi.

Ruangan ini mengalihkan perhatian rin. Furniturenya sangat lengkap. Ada tv 28 inc di pojok kiri. Sofa berukuran besar di sebelah kanan. Kulkas brukuran sedang di sebelahnya. Ac di bagian atas yang bisa rin setel sesuka hati, ada beberap barang lagi yng tidak rin ketahui namanya. Rin akui ruangan ini memang luas dan nyaman. Kecuali keberadaan imfus yang melekat di tanggannya dan suster yang baru saja mengganti cairan infus yang habis saat ia menelpon tadi membuat rin tidak merasa sedang berada di kamar rawat rumah sakit. Tapi rin sudh memastikn sendiri dari suster tadi bahwa dia sekarang memang sedang berada di rumah sakit. Di ruangan VVVIP lebih tepatnya. Sang dokter yang menabraknya kemarin baik juga rupanya hingga menempatkaan rin din ruangan ini. tapi mengingat dokter itu, dimana dia sekarang? entahlah. Rin tidak mau ambil pusing dengan keberadaan dokter itu. Kecuali sang dokter tidak bertanggung jawab hingga pergi begitu saja tanpa membayar biayanya selama disini.

Jendela di samping tempat tidur sangat besar. Terbentuk dari kaca bening transparan. Rin bisa melihat pemandangan indah kota dari atas. Fajar yang mulai muncul menamabah penglihatan rin pagi ini menjadi sempurna.

Namun kesempurnaan pemandangan itu tidak mampu meredam suara gemuruh dari perut rin. Ia lapar sekarang. sarapan dari rumah sakit belum juga sampai di kamarnya. Hanya air putih yang ada di meja sebelah ranjang tidurnya. Kulkas juga tidak ada isinya.

OKSIGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang