part 13

8 1 0
                                    


Anfal widjaja berjalan keluar dari lift. Ia baru saja selesai melakukan pemotretan salah satu majalah bisnis ternama dinegaranya.

Menduduki urutan no satu dari 30 Most Eligible Indonesian Bachelors membuat M. salihin, tangan kanan anfal widjaja sesekali harus menunjukkan kemampuannya dalam memasang badan dari generasi micin.

Mereka sampai di basement. M. salihin membukakan pintu mobil lebar-lebar lalu menunduk hormat. Menjadi keponakan dari orang kepercayaan bapak widjaja adalah suatu anugerah, dan anugerah itu berlipat ganda setelah Ia dinobatkan menjadi tangan kanan putra tunggal bapak widjaja, pratama anfal widjaja CEO dari Widjaja & Co.

“ saya mau pergi sendiri siang ini. saya akan menyetir sendiri.”

“ tapi anfal, siang nanti ada pemotretan. “ lebih dari seluruh hidup anfal di urus oleh M. salihin, mereka tidak membutuhkan kata “ pak” untuk berinteraksi.

Anfal mengernyit. “ pemotretan lagi?”

“ pihak brand ternama yang akan meluncurkan produk baru pekan depan sangat mengharapkan the number one of 30 under 30 Asia class of 2019 menerima undangannya  menjadi model mereka sejak satu tahun yang lalu.”

“ saya tidak peduli. Cukup tadi dan tidak akan ada lagi. kalau saja pak ari majendara bukan teman baik papa, jelas pose tadi tidak akan pernah ada. “ anfal memberikan ultimatumnya. Ia menatap tegas M. salihin. Matanya seakan menyiratkan  "kamu sudah tahu itu."

M. salihin membiarkan anfal widjaja melaju di jalan raya. Berkerja hampir separuh hidupnya hingga kini usianya menginjak 46 tahun membuat ia tahu benar sifat anak tunggal widjaja. sekali tidak, tetap tidak.

Melajukan mobil hampir separuh jalan ke rumah bukan berarti anfal menghabiskan waktu luang sinag ini di rumahnya. Ia memilih berbelok di perempatan menuju taman komplek. Tempat yang memberikan oksigen pertama untuk di hirup olehnya dan rin. ah, mengingat rin membuatnya memarkirkan mobil disana.

Di balik kursi kemudi, anfal melepaskan jas yang dibandrol dengan harga yang fantastis itu. ia melipat lengan kemejanya lalu turun dari mobil. dengan celana dan kemeja khas kantoran, style anfal sangat normal untuk para pekerja kantoran. Namun tetap saja nominal setelannya dan kharisma alami yang menguar jelas di wajah itu tetap tidak bisa dibohongi meskipun hanya dalam kelihatannya saja.

Dengan elegan, anfal menapaki satu persatu bagian taman. Melewati para remaja yang kasmaran, anak-anak yang tidak mau berhenti memakan eskrim, keluarga kecil yang sedang tamasya. Sesekali anfal terkekeh melihatnya. Dan tujuan utamanya untuk merefreshkan otaknya dari pekerjaan kantor yang jelas tidak bisa ia tinggalkan meski kantornya berada di Cambridge akhirnya terwujudkan.

Suasana taman dengan beragam lintas generasi membuatnya betah hingga satu jam duduk di salah satu kursi taman.

Anfal tidak berharap lebih banyak untuk menemukan sosok yang mempengaruhi kerja otaknya seminggu ini. namun yang namanya takdir tidak pernah menunggu kesesuain harapan atau tidak, dari keberadaan anfal di kursi itu ia jelas melihat rin yang sedang memakan cokelat berukuran jumbo di kursi berhadapan dengannya. namun dibentangi jarak yang lumayan jauh. Rin tidak sadar keberadaanya. Anfal tahu itu.

Dilihatnya rin mengenakan terusan berwarna softpink. Dipadupadankan dengan jilbab lebar berwarna kuning. Warna yang cocok untuk pribadi yang ceria. Namun inilah yang membuat anfal merasa sudah terlampau dalam terpikat, karena kecerian yang ditunjjukkan dari warna baju rin tidak mampu menghilangkan keanggunan saat bersikap. Bahkan dari cara duduk dan makan cokelat yang sebenarnya biasa namun terlihat elegan sekali jika itu di lakukan rin.  bukan karena masalah perasaan yang telah membutakan anfal, namun yang terlihat begitulah adanya. Rin memang sedewasa itu untuk seorang wanita. Tergambar jelas dari penampakannya. Entah apa yang dilakukan wanita 20 tahun itu pada satu tahun terakhir ini hingga membuatnya seberubah sekarang.

Langit mulai mendung. Rin belum juga beranjak. Anfal masih memperhatikan rin. angin mulai berhembus, cukup kuat. Menjatuhkan dedaunan beringin kearah rin.

rin berdiri, mengadahkan kedua telapak tangannya, menampung dedaunan dan bunga angsana yang jatuh sempurna. Bertumpuk disana. rin menebarkan ke udara lagi. membiarkan mereka bertaburan. ia bisa melihat dengan jelas bagaimana indahnya perpaduan bunga angsana dan daun beringin di udara. Ia melakukannya berulang-ulang. Rin tersenyum lebar, sangat lebar ketika bunga tabebuya ikut nimbrung terbawa angin. ia melentangkan kedua tangannya. memutar tubuhnya. Memejamkan mata ketika angin dengan lembut menerpa wajahnya. Alam terasa sempurna sekali hari ini. begitu juga dengan anfal. ia sampai mengusap wajah beberapa kali. Mengenyahkan muka merahnya yang muncul tiba-tiba. Juga mencoba menyembunyikan senyum yang tidak mau berhenti. Anfal sampai mengatur nafas berkali-kali. Kerja jantungnya menyepat.

Lalu hujan menggantikan angin. Mengmbil posisi untuk jatuh ke bumi. Rin membuka mata. Ia suka hujan dan kembali larut di dalamnya. Taman sudah sepi. Pengunjung memilih berteduh dan berlalu pulang saat hujan belum datang.

Benar kata orang. Hujan adalah saat yang tepat menyuarakan perasaan. Cara paling ampuh untuk memunculkan ke permukaan tanpa perlu di ketahui orang-orang. Rin melakukan itu. ia mengeluarkan airmatanya. faktanya rin bukanlah orang yang selalu bahagia karena terlihat ceria. ia tahu ceria tidak menjamin bahagia.

Rin duduk di kursi taman. Mengadahkan wajahnya kelangit. Ia menutup matanya. air hujan masih turun, airmatanya juga. Satu tahun sudah ia tidak bertemu orangtuanya. Tidak ada kasih sayang lagi yang ia dapatkan meskipun hanya makan nasi putih dan telor ceplok setiap hari. Sosok ayahnya sangat membekas di benaknya. Memang bukan kehidupan berkecukupan nama tengah keluarga mereka. tapi dengan kerja keras dan kasih sayang yang ayah dan ibunya berikan, mereka termasuk keluarga bahagia. Rin mendongak sempurna.

Hujan. Aku dengar allah sertakan berkah denganmmu. Semua orang tahu butir hujan itu banyak. Tidak terhitung. Jika disetiap butir hujan telah dititipkan rahmatullah. Itu artinya ada banyak sekali harapanku. Namun sungguh, kali ini aku tidak meminta banyak. Tidak semuanya. Mungkin separuhnya saja tidak.

Hujan. Jika ada penawar rindu darimu, aku memintanya.

Hujan. Jika ada penawar lemah, aku juga memintanya. Kamu tahu? Ketidakberadaan orang yang kusayang, aku jadi mati rasa.

Hidup hanya untuk diri sendiri, aku tidak bahagia.

Hujan. Aku butuh solusi. Bisa berikan padaku?

Rin membuka matanya. ia mengusap wajah. Memunculkan sesak kepermukaan benar- benar tidak merugikan. Deru suara air hujan menjadi irama yang menenangkan untuk didengar.

Rin berdiri, memantabkan langkah untuk berjalan pergi. Dibawah air hujan yang menyenangkan, tidak menjamin langkahnya selalu ringan karena untuk pijakan ke empatnya, entah sepatu atau rumputnya terlalu licin, rin terjatuh sempurna ke tanah. Ia meringis, punggungnya sakit.

“ ayo berdiri. “

Rin mendongak. Mendapati uluran tangan didepan wajahnya. Anfal sama basah kuyupnya dengan dirinya. Rambut anfal turun. Wajah basah kuyup itu menatap rin. tangannya masih mengudara.

Rin menggerakkan kakinya hingga posisinya berdiri. Ia tidak membalas tangan anfal. Namun ia sedikit sempoyongan. Anfal mencoba meraih rin agar tidak jatuh kembali. Rin menghindar. Anfal bingung dibuatnya.

“makasih. Saya tahu niat dokter baik. Maaf bukan maksud saya sombong, Tapi lain kali tolong jangan menyentuh saya. Kita tidak halal untuk itu.” rin menghela nafas. ia berucap kembali. “ jatuh ringan seperti ini tidak masalah, saya bisa berdiri lagi. baju kotor bisa di cuci. Tapi kalau tangan kita bersentuhan, besi yang di tancap ke kepala dokter lebih baik dari dosanya. Itu jelas buruk sekali.“ anfal terkesiap mendengarnya.

" saya duluan, dokter. Assalamualaikum. " Rin kemudian tersenyum lalu melangkah pergi.

****

OKSIGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang