part 11

7 1 0
                                    


Hari ini memang tidak ada jadwal kuliah setelah fisika matematika 1. Teman-teman rin sudah bubar sejak 10 menit yang lalu. ia tidak punya kegiatan lagi di kampus.

Waktu dzuhur sudah datang sejak tadi, rin sudah shalat. Ia juga sudah selesai makan siang di warung sebelah halte. bus belum juga datang.

Beberapa mahasiswa dan ibu-ibu yang berada di halte sudah berkali-kali menyeka keringat. Sinar matahari memang terik hari ini. ditambah banyaknya penunggu halte membuat keringat-keringat keluar dua kali lebih cepat. tapi sebenarnya cuaca seperti ini di kategorikan bagus untuk beraktifitas di luar rumah, apalagi hari ini hari senin. Semua aktifitas dimulai kembali  setelah weekend. Tidak heran jalanan akan lebih ramai
Rin menunggu dengan tenang di halte. sesekali tertawa membaca chat dari grup yang hanya terdiri dari lima orang. Pengagum pak eistein, itu nama grupnya. Entah siapa yang duluan berinisiatif memberi sebutan itu. yang pasti tidak jauh-jauh dari penghuni grub itu sendiri. yaitu dirinya, ana, isra, andriani, dan putri.

Ana : jadi ada berapa banyak yang harus di perbaiki rin? kalau semua masih konslet ringan lo tenang aja. Masih jadi kapasitas gue kalau gitu.

Me : kalau kategori lumayan dan berat Gimana dong?

Andriani : jangan khwatir.kategori Lumayan pun lo tau kan siapa yang punya kapasitas untuk benerin.

putri : konslet berat juga lo rin?

Isra : kalau yang berat, lo tahu sendiri harus konsultasi sama siapa. ( Gue lah, siapa lagi).

me : bakat terpendam kalian kayaknya gak terealisasikan lagi deh. Alhamdulillahnya gue baik-baik aja.

ana : yaaaaahhhh……

me : hahaha pusingnya tadi aja. jangan kayak perasaan yang sering dibawa-bawa dong, nanti baper. Kan gak yes.

putri : yaudah rin lo gak usah baper. Biar gue aja yang baper sama pak dimas. Pak dimas kan orangnya tanggung jawab, yes dong ya kalau perasaan gue di tanggungjawabin

isra : …..

ana : ,,,,,,

andriani : -------

me : sedang mengetik….

Tiiiitttttt…..tuuuuuutttttttt…..
Teeeetteteetteeeeetttt…….
Teeeeettttttuuuuuttttt…..

Klakson motor dan mobil mengudara. Rin sontak melepaskan ponsel sangking kagetnya. Semua penghuni halte  menutup telinga erat erat. Keras sekali suaranya. Entah apa yang dilakukan pengemudi di jalan. beberapa klakson motor yang di kendarai remaja lebih mendominasi.

Rin mengambil ponselnya kembali lalu mendongak, mencari-cari penyebab keriuhan.
Rin membelalakkkan mata. Saat ini Ia dua kali lebih terkejut dari tadi.

Tidak pikir dua kali rin bergegas menuju jalanan lalu memapah wanita paruh baya yang tampak ketakutan. lalu membawanya duduk di kursi halte. syok tercetak jelas di wajah nenek ini. wajahnya memucat. Rin memberikan air mineral. Untuk menetralkan syoknya. beruntung tidak ada luka yang didapatinya.
Ia beristigfar berkali-kali, kalau tidak ada poltas yang telah menangani para pengendara  tentu kemarahannya akan meledak pada para remaja tadi.

Ia benar-benar tidak habis pikir dengan para remaja itu. dimana hati mereka? dihadapan rin ini wanita paruh baya yang kentara sekali susah untuk sekedar berjalan normal, malah di kagetkan dengan suara yang keras. Memangnya mereka tidak di lahirkan dari Rahim seorang wanita? Hanya karena menghambat perjalanan mereka membuat para remaja itu setega ini. astagfirullah.. berulangkali rin beristigfar karenanya.

Orang-orang yang sempat mengerumuni mereka mulai bubar karena kondisi nenek ini tidak apa-apa. Hanya syok ringan. Sedangkan para remaja tadi sudah diamankan pihak kepolisian.

Beberapa menit kemudian rin masih diam. ia menunggu nenek ini tenang.

“ terimakasih, nak.” nenek itu berucap. Suaranya terdengar bergetar.

Rin tersenyum. Senyum yang sengaja ia pasang untuk menenangkan nenek. “ iya, nek. Sama sama. nenek kenapa tadi mau nyebrang?”

“ nenek mau beli kue di sebelah warung itu, nak.” Rin mendogak mengarahkan pandangannya pada toko kue keju yang ditunjuk nenek ini.

“ cucu nenek suka kue keju. nenek mau beli untuk cucu nenek.” Suara nenek sudah normal. Wajahnya juga sudah tidak sepucat tadi. Namun kakinya masih bergetar. Ia mencoba berdiri, matanya masih mengarah pada toko roti yang ditujunya sejak tadi. Rin menahan nenek ini dan mengarahkannya untuk duduk kembali.

Rin tersenyum lebar. Mengambil kotak kue keju disampingnya lalu memberikannya pada nenek ini.

“ nenek gak usah kesana. Tadi saya sempat beli kue keju seperti kesukaan cucu nenek itu. Ini untuk nenek. “

Wanita paruh baya itu menatap rin lamat lamat.
“ nggakppa nek. Saya bisa beli lagi nanti.”

Rin tersenyum lebih lebar. Ia mengangguk meyakinkan. nenek itu tersenyum balik. Apa rin bilang, senyum itu menularkan rasa bahagia. Dan mendapati seseorang bisa tertular itu menyenangkan.

“ jadi nenek kesini tadi sendirian ya?” Tanya rin.

“ ibu tidak apa-apa?” rin mendongak. Pria sekitar 40-an menghampiri mereka. kekhawatiran kentara sekali di wajahnya.

“ alhamdulillh ibu nggakppa. Tadi di tolongin sama adek ini.” bapak itu beralih ke rin.

“ terimakasih ya nak, terimaksih sekali. Saya khawatir sekali ibu saya tidak ada ketika saya keluar dari ATM. Awalnya saya pikir ibu saya kembali ke mobil. Tapi ternyata tidak. Sekali lagi terimakasih ya nak. ” Rin tersenyum. Ia mengangguk. Bapak ini kemudian menyodorkan rin uang. Entah rin tidak tahu pasti  berapa tapi yang jelas diatas 5 juta. Dari penampilanya nenek dan bapak ini memang tidak terlihat dari kalngan sedang apalagi bawah. 

Rin tersenyum menanggapi. Ia menggeleng keras. Berkali kali gelengan rin setiap bapak itu memaksa. Ia memang  ingin menolong dan sangat tidak berharap dengan imbalan. Ia tulus menolong nenek dan rasanya ketulusnnya tidak mau di ganggu dengan keberadaan uang itu.

Jalanan sudah sedari tadi normal. Bapak dan nenek pun melangkah pergi. Juga dengan rin yang masuk ke dalam bus ke dua sejak kejadian tadi. Dan yang terakhir, mobil sport yang berdiam diri di dekat halte berjalan mengikuti bus barusan. Menggaruk tengkuk yang tidak gatal, anfal melaju santai di belakang bus sampai didepan rumah rin, memastikan sampai rin masuk kerumahnya sendiri.

**** 

OKSIGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang