Di bawah cakrawala, aku memandang diriku yang begitu usang
Maluku mencuat, sebab selalu lupa setiap hidup punya waktu tenggang
Pun bagianku yang sama sekali tak sanggup ke terawangAku lah sang penantang
Aku lah sang penyimpang
Aku lah sang pembangkangDiriku tak sadar, kuasa-Mu yang membentang
Di langit jagat yang berbintang
Di setiap pijakanku di bumi-Mu yang menopangAku lalai di setiap panggilan-Mu yang berkumandang
Yang memanggilku untuk menjadi pemenang
Setiap langkahku terkekang
Sebab kesenanganku ku jadikan sebagai inang
Setiap niatku begitu cepat hilang
Menjadikan imanku begitu mudah tumbangWahai Dzat yang begitu Agung, aku bersimpuh kepadamu agar Engkau tak berang
Sebab diriku yang tak tau diri tentang adaku yang hanya menumpang
Sebab diriku yang tak tau diri tentang Engkau yang sedang menimbang
Sebab diriku yang tak tau diri tentang ruhku yang nanti kan Kau sidangSetiap dosaku terus membayang
Sebab amalku yang begitu terbelakang
Pendirianku terus bimbang
Sebab aku terlalu menganggap segalanya gampang
Namun, kuharap secercah hidayah dapat kujemput sebelum tubuhku menjadi tulang belulangHidup harusnya seperti penambang
Yang terus berusaha menggali, hingga menemukan permata yang begitu terangNamun, untuk sekarang jalanku hanyalah tanah yang gersang
Sebab, aku hanyalah pecundang yang sedang mencari arah untuk memandang
KAMU SEDANG MEMBACA
phenophase
PoetryIni hanya kumpulan huruf-kata-kalimat-paragraf yang mengandung sekelumit makna. Jika kau suka maka bawalah pergi bersamamu, namun ingat setiap pergi punya pulangnya masing-masing. Maka jangan pernah lupa untuk pulang. Karena aku tak akan kemana-mana.