MEMBUKA DAN MENUTUP MATA

5 0 0
                                    


Beberapa waktu setelah itu, aku mulai mencoba merasuk ke dalam hatimu secara mendalam, aku coba memahami kebiasaanmu sehari-hari, aku ingin tahu tentang kamu mulai dari membuka mata hingga sampai kamu tertidur di tengah gelapnya lampu kamar yang kamu padamkan dengan alasan karena mama kamu sudah kebiasannya seperti itu.

Pagi buta sebelum ayam berkokok kamu sudah bangun untuk memenuhi panggilan-Nya, itu yang aku salut sama kamu. Disaat orang lain masih asyik dengan dunia tidurnya, kamu sudah rela bangunm meskipun terkantuk-kantuk utnuk menunaikan kewajibanmu sebagai hamba-Nya. Aku sendiri malu karena aku tak bisa seperti itu. Dan di setiap doamu aku selalu berharap untuk disisipkan namaku olehmu kepada-Nya, tapi langkah hal itu sangat mustahil bagiku.

Setelah sholat, aku tak tahu apa yang kamu lakukan, entah itu kentut, minum air putih, minum susu, atau malah memikirkan aku, yang pasti kamu seringnya kembali untuk menghampiri mimpi. Tak tahu kenapa ruh-mu itu senang sekali untuk bermain keluar dari tubuh-mu, padahal kalau aku menjadi ruh-mu, tubuhmu adalah tempat ternyaman yang aku tempati, aku ingin ada di dalam kamu.

Aku sebenarnya ingin tahu apa yang kamu lakukan pertama kali ketika bangun tidur. Apakah itu memikirkanku, mengecek hp, atau apapun itu. Kalau aku sih yang pasti adalah mengecek hp apakah kamu sudah bangun atau belum, kapan terakhir kali kamu online dan hari ini kira-kira kita akan melakukan apa saja, apa yang kita bicarakan, dan apakah hari ini akan menjadi hari spesial.

Setahuku, kamu hanya tidur kembali hanya beberapa waktu kupu-kupu sedang menghisap bunga. Atau bahkan kamu tak tidur lagi karena terus memikirkanku hehehe... Hm ♥

Malangnya haiku ketika kamu berangkat ke sekolah tanpa membawa tablet kamu sebagai satu-satunya alat komunikasi penghubung antara kita. Alhasil mau tak mau aku pun harus sering berpikir bagaimana caranya agar aku bisa terus berkomunikasi walaupun itu di sekolah. Aku tak cukup nyali untuk berbicara langsung kepadamu. Yang aku lakukan hanya sesering mungkin untuk curi-curi pandang melihat mahacantiknya dirimu.

Nahas bagi diriku karena sepulang sekolah kamu tidak langsung bisa memainkan tablet dengan koneksi internet. Kamu harus menunggu papamu pulang terlebih dahulu, bukan hanya kamu saja, aku juga, eh berarti kita dong. Dalam mengsi waktu menunggu aku selalu berpikir bagaimana aku bisa meninggikan nyalikan dan merendahkan ketakutanku untuk sekedar berbicara denganmu, bagaimana aku bisa menyambutmu ketika kamu sudah online kembali, pokoknya semua yang aku pikirkan adalah tentang dirimu.

"Elsa, sepulangnya sekolah aku selalu menunggu chat dari kamu, bahkan setiap waktu aku mengecek akun BBM kamu dan selalu bertanya kamu sekarang lagi apa, papa kamu belum pulang ya makanya lama banget online-nya."

Kala kamu sudah online-pun aku hanya bisa menikmatinya sesaat karena diselingi dengan waktu ibadah, dan waktu yang lain-lainnya. Tak apalah, yang penting kamu online aja aku udah senang bukan main. Terlebih lagi aku akan merasa sangat bersalah ketika kamu online tetapi aku masih berkutat dengan pekerjaanku yang membantu ayahku untuk servis ac mobil. Sungguh diriku tak ingin membuatmu menunggu, Elsa.

Lagi-lagi aku harus menunggu kamu. Tak apa, apa-apa yang serba dirimu sudah menjadi hobi bagiku. Kali ini kamu ingin les di malam hari. Sangat bagus sekali ikut les seperti itu bagimu. Tak aku memiliki pandangan lain. Ikut les justru membuat beban pikiran bertambah, kita sudah capek-capek mikir di sekolah seharian, masa harus ditambah mikir lagi di tempat les. Terkecuali kalau ada pr yang susah untuk dikerjakan, maka tanyakanlah pr tersebut kepada guru les, kemudian kerjakanlah pr tersebut tanpa capek-capek mikir. Hehehe... Hm ♥

Elsa, Mawar-ku... ♥

Aku ingin berkisah sebentar mengenai les.

Jadi waktu aku kelas 9 SMP di SMP Negeri 2 Balaraja, aku ditawari temanku untuk ikut les yang diajar oleh guru matematika-ku sendiri, kala itu bernama Ibu Sri kalau tidak salah. Beliau ini orang Jawa, meskipun mengajar di SMPN 2 Balaraja, tetapi rumahnya di Kota Tangerang, sedikit mirip dengan Ibu Endah Mayasari, guru kimia-ku sewaktu SMA. Di tengah bujukan temanku ini, aku tidak enak hati menolak ajakannya karena waktu itu aku juga sempat ingin merasakan suasana les itu seperti apa. Kebetulan waktu itu tidak dipatok biaya, jadi yang ikut les pun membayar secara sukarela.

Hari pertama masuk, lumayan banyak orang yang ikut les, satu ruangan kelas hampir terisi penuh. Satu ruangan kelas cukup untuk menampung 50 orang. Yang ikut les pun tidak hanya siswa yang diajar oleh Bu Sri, tetapi ada siswa dari kelas lain juga. Pemikiran pertama-ku mengenai les adalah les dapat membuatku lebih pandai dengan orang yang tidak ikut les. Aku berekspektasi bahwa di dalam les, kita bakal diajarkan mengenai konsep berpikir tentang mata pelajaran itu. Kalau dianalogikan itu seperti kita itu di beritahu tentang jalanpintasnya untuk mencapai tujuan. Dan aku juga berpikir yang diajarkan di les itu adalah hal yang tidak diajarkan di sekolah, jadi bisa menambah wawasan pengetahuan bagi yang mengikutinya.

Tapi setalah les itu berjalan, sepertinya aku tidak mendapatkan apa-apa. Hanya seperti jam sekolahku ditambah saja. Jadi aku terlalu banyak belajar membikin kepala pusing. Di sisi lain, aku melihat siswa yang mengikuti les bukan karena ingin pintar, karena ingin seperti orang-orang aja gitu yang ikut les, biar bisa ngetren mungkin.

Setelah satu bulan aku mengikuti les, aku tak kuat hati untuk meminta uang kepada orangtuaku, aku pun bingung ingin membayar berapa nominal yang harus ku berikan kepada Bu Sri. Setalah berdiskusi dengan temanku, mereka sepakat akan memberi uang sebesar lima puluh ribu rupiah. Kebetulan aku memiliki tabungan yang sedikit lebih banyak dari nominal itu, dan aku membayar les tersebut dengan uangku sendiri. Aku tak ingin melanjutkan les karena aku pasti akan terbebani dengan upah jasa yang harus diberikan.

Elsa, Mawar-ku... ♥ Perempuan yang menjadi primadona di kelas X.MIA.4

Untuk mengisi waktu sembari menunggu kamu selesai les, aku bukannya mengerjakan pr atau belajar untuk hari esok. Yang aku lakukan hanyalah berpikir untuk dirimu, seberapa besarkah kontribusi cintaku kepadamu meski ku tahu bahwa cinta itu tak perlu hitung-hitungan.

"Jika aku menghitung seberapa besar kontribusiku, perjuanganku, waktuku, tenagaku, jasaku, dan seluruh yang aku berikan kepadamu itu berarti aku mencintamu dengan pamrih karena cinta itu tak perlu hitung-hitungan"

Aku melakukan hal yang aku sukai. Dengan ketidakmilikanku atas bakat yang aku punya atau ketidakcakapanku dalam berseni, aku hanya memberanikan diri dengan kemampuan yang aku miliki untuk menciptakan sebuah karya, jika dilihat dari bentuknya itu bukan seni, jika dilihat dari isinya itu adalah salah satu seni aku mencintaimu. Mungkin dimata orang lain aku hanya melakukan hal konyol, tapi yang aku rasa adalah aku menyukai itu. Aku bikinkan kamu sebuah tulisan dengan rangkaian huruf yang disatukan huruf-huruf itu akan serupa dengan namamu denga berbagai latarbelakang di belakangnya secara ala kadarnya. Aku merasa kembali lagi ke masa kana-kanak-kan-ku.

Untungnya setelah les kamu langsung memegang tablet kamu, dan komunikasi kita pun berlanjut. Sayang seribu sayang lagi, kita berkomunikasi dengan waktu yang sebentar. Saking senangnya, aku merasa baru mau mngetik saja kamu sudah mau tidur lagi hehehe... Hm ♥

Denganbegitu, sebenarnya dalam satu hari kita tidak memiliki waktu yang lama untukberkomunikasi, tapi berbanding cintaku kepadamu yang tak memiliki batas waktu.Aku pun mulai terbiasa dengan kehidupanmu sehari-hari, aku mulai mengenaldirimu dari terbitnya matahari hingga terbenamnya sang fajar. Saat kamu merasadunia ini terang hingga gelap, saat kamu merasa bahwa dunia terang karenaadanya cahaya.

Jadi Pacar Aku Yuk!Where stories live. Discover now