23th of December 2001,
Suwon, Gyeonggi, South Korea.Pria kecil berumur 8 tahun itu terlihat bersemangat berlari menuju pintu utama rumah sang nenek. Ia bahkan sudah terlihat tampan hanya dengan kaos hitam polos dan celana denim yang menutupi tubuhnya.
Nampak kedua orangtuanya menuntun dari belakang sambil membawakan beberapa tas berisi makanan.
Sambutan hangat sang nenek langsung diterima oleh si pria kecil tatkala kakinya sudah berhasil masuk ke ruang utama rumah yang cukup besar namun nampak sederhana tersebut.
“Nenek!”, teriak sang pria kecil ketika Ia telah menangkap neneknya yang masih bugar itu keluar dari kamarnya.
“Oh, Hanbin cucuku? Itu kau?”. Sang nenek menyipitkan matanya, berusaha meneliti apakah yang tengah berlari ke arahnya itu benar-benar sang cucu.
Pria kecil bernama Hanbin itu tersenyum sumringah, “Tentu saja ini aku, nek,”
Sang nenek tersenyum lebar, meraih badan Hanbin lalu memeluknya dengan erat, “Oh, cucuku yang tampan. Kau sudah besar sekarang,” ucapnya dengan tatapan bangga melihat cucunya yang semakin hari semakin tumbuh menjadi pria tampan.
Hanbin hanya merespon dengan senyuman dan memberitahu sang nenek bahwa orangtuanya sedang mengangkat barang-barang, “masuklah dulu ke kamar, nenek ingin menjemput ayah ibumu,”.
Hanbin mengangguk menyetujui. Ia kembali berlari menuju kamar yang sudah disediakan oleh sang nenek. Namun tak lama langkahnya berhenti. Matanya terpencar ke sebuah bingkai foto yang kini tengah menggantung di dinding ruang tengah rumah sang nenek.
Ia menangkap sesosok gadis kecil dengan wajah cantik tengah menampilkan senyum menawannya ke arah kamera. Wajah sang nenek juga terlihat disana. Lengannya tengah digenggam oleh gadis kecil tersebut.
Pria kecil itu mulai menjinjitkan kakinya, mengangkat salah satu tangannya untuk meraih foto tersebut.
Matanya nampak berbinar ketika bingkai foto itu berhasil Ia copot dari dinding rumah neneknya. Senyum gadis kecil itu sungguh menenangkan. Pria kecil berhidung mancung itu tak sadar bahwa Ia sedari tadi telah menyunggingkan senyum simpul menatap gadis kecil yang seolah-olah tengah tersenyum kepadanya.
Ia kembali berlari ke ruang utama rumah sang nenek, berteriak memanggil neneknya yang tengah menenteng beberapa buah kantong plastik berisikan buah-buahan yang dibawa mereka dari Seoul, “nenek, siapa gadis ini?”
Sang nenek menurunkan kantong plastik tersebut dari tangannya, membungkukkan badannya untuk menyamai tingginya dengan tinggi sang cucu lalu meraih bingkai foto yang tengah cucu satu-satunya itu pegang. Ia tersenyum simpul, “Ah, ini adalah Roe,” sang nenek mulai berdiri, menarik Hanbin menuju sofa yang berada diruang tengah. Wanita berumur 67 tahun itu kembali melanjutkan percakapannya dengan sang cucu, “Dia sudah nenek anggap cucu sendiri. Roe adalah gadis yang baik, pengertian, tidak manja, dan tulus. Nenek sangat menyayanginya,”
Hanbin menatap sang nenek penuh tanda tanya, “memang apa yang terjadi dengannya, nek?”
Pandangan nenek yagg awalnya fokus ke foto sang gadis kecil itu beralih kepada cucu tampannya, “Roe itu adalah anak yatim piatu. Nenek menemukannya ketika Ia masih berusia 3 tahun. Nenek merawatnya dengan sangat senang hati. Namun ketika usianya sudah 5 tahun, Ia tak ingin tinggal, Ia bilang tak mau merepotkan nenek,”
Hanbin menyimak setiap perkataan yang diucapkan dari neneknya dengan seksama. Pria kecil itu kembal bertanya lagi, “lalu, dia ada dimana nek?”
KAMU SEDANG MEMBACA
F I C T I O N ✓ completed
General FictionMenjadi seorang penulis sukses diumur 26 tahun tak pernah menyurutkan tekad seorang Kim Hanbin untuk mencari gadis yang menjadi peran utama dalam buku terbitan paling terkenal miliknya yang berjudul "Fiction". Gadis yang bahkan tak pernah Ia jumpai...