partie vingt-neuf

727 128 30
                                    

Sebuah mobil hitam keluaran Mercedes Benz itu dengan sedikit lambat membelah jalanan luas Suwon, desa kecil yang selama belasan tahun tak pernah lagi Ia kunjungi.

Banyak perubahan yang terjadi dari desa yang dulu rindang dan hijau yang kini berubah menjadi sedikit gersang dan tak berpenghuni.

Mobilnya terus melaju, menemukan sebuah pondok kecil tempatnya dulu sering bermain bersama teman-teman desanya ketika Ia masih kecil. Memorinya terbang, di momen ketika neneknya akan membawakan beberapa buah minuman dan cemilan untuknya dan teman-temannya.

Tepat didepan pondok yang sudah tak terurus itu, matanya menangkap rumah yang tidak terlalu besar, namun rindang dan sudah banyak noda-noda hitam yang menghinggapi dinding rumah tersebut.

Itu, adalah rumah neneknya.

Kim Hanbin mengehentikan laju mobilnya, mulai turun dari mobil mewah tersebut. Matanya berkaca-kaca melihat bagaimana perbedaan besar yang terjadi dengan rumah itu sepeninggalannya selama belasan tahun.

Kim Hanbin melirik kesudut rumah, menemukan seorang wanita tua yang tengah menyapu halaman rumah sang nenek.

Ia tak ingin menggubrisnya. Kim Hanbin hanya melanjutkan langkah pelannya, berdiri tepat di depan pintu utama rumah sang nenek dan mulai mengetuk-ngetuk pintu rumah itu.

“Nek. Buka, nek. Ini Kim Hanbin, nek. Cucu nenek. Aku sudah kembali, nek”, ucapnya sembari terus mengetuk pintu kayu tersebut.

Sang wanita tua yang menyadari keberadaan Hanbin kini hanya menatapnya aneh, “hey, anak muda! Kau sedang mencari siapa?”, tegur Ibu tersebut.

Hanbin menoleh, menemukan si wanita yang sudah berdiri hampir berdekatan dengannya.

Ah, maaf. Aku tengah mencari nenek Haeri. Apa aku bisa bertemu dengannya?”.

Wanita tua itu mengernyit, “kau siapa?”, tanyanya lagi.

Hanbin tersenyum kecil, “aku cucunya. Aku ingin menemui nenekku. Sudah lama aku tidak mengunjunginya”.

Wanita itu tiba-tiba menghela nafas, “kalau ingin mengunjunginya, kunjungi Ia dipemakaman,”.

Hanbin menautkan kedua alisnya, matanya membulat ketika wanita tua itu dengan lancang mengatakan hal tersebut, “jadi bibi pikir nenekku sudah meninggal? Bisa bibi jaga omonganmu?”.

Wanita hanya menggeleng-gelengkan kepala, sedikit tidak percaya dengan ucapan Hanbin barusan, “kau yakin kau adalah cucu Haeri? Dia sudah meninggal setahun yang lalu. Cucu macam apa yang tidak mengetahui kepergian neneknya sendiri”.

Hanbin menahan nafas. Wanita itu baru mengatakan bahwa neneknya sudah meninggal.

“Nenek, sudah meninggal?”, ucapnya dengan suara gemetar.

Wanita mengangguk, “kau ingin mengunjunginya? Aku bisa mengantarmu”.

Dada pria itu terasa nyeri dan sesak. Bagaimana mungkin Ia tak mengetahui neneknya yang sudah meninggal?

“Apa, aku bisa masuk kedalam sebentar?”.

Wanita itu memandangi Kim Hanbin dalam diam. Dari sorot matanya, benar-benar dapat dilihat bahwa pria itu sangat terpukul.

Wanita itu mulai mendekat, mengeluarkan kunci rumah sang nenek dan mulai membukanya untuk Kim Hanbin, “katakan aku bila sudah selesai. Aku menyapu di halaman depan”.

Hanbin mengangguk, mulai melangkah masuk meninggalkan sang wanita tua.

Suasana yang diberikan rumah itu benar-benar terasa berbeda daripada saat terakhir kali Hanbin mengunjungi rumah ini. Dimana ketika sang nenek akan dengan semangat keluar dari kamarnya menyambut Kim Hanbin yang baru datang.

F I C T I O N ✓ completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang