Desiran angin malam yang menerpa kulit putih Kim Hanbin lagi-lagi menjadi teman merenungnya malam ini. Tatapan yang sedari tadi Ia fokuskan kedepan nampak kosong. Selama beberapa menit kebelakang, Ia tak sedikitpun mengubah posisinya.
Di atas balkon kamarnya, Ia kembali memikirkan tentang dibatalkannya pengangkatan film dari bukunya.
Sangat mengecewakan. Ia tak ingat kapan terakhir kali Ia merasa sangat kecewa. Tapi hal ini merupakan hal yang paling mengecewakan seumur hidupnya. Mengangkat bukunya menjadi sebuah film merupakan impian terbesarnya setelah Ia telah berhasil menerbitkan buku. Namun, ketika semua itu hampir terwujud, secepat mungkin hancur. Hanya karena ketelitiannya yang berlebihan.
Pria itu kembali menatap langit malam yang nampak dipenuhi bintang-bintang. Bayangan wajah Roe yang samar secara tiba-tiba tergambar di atas langit tersebut.
Terbesit rasa sedikit kecewa juga terhadap gadis khayalan pujaannya bernama Roe itu. Namun Ia berusaha untuk tidak menyalahkannya. Karena Roe, tak akan pernah salah dimata Kim Hanbin. Ia hadir dipikirannya ketika Hanbin memang memikirkannya.
Ditengah renungannya, secara samar Ia gendang telinganya menangkap suara lembut namun dalam yang kini tengah memanggil namanya,
“Kim-- Hanbin-ssi”,
Hanbin menoleh. Untuk pertama kalinya setelah beberapa saat selama 3 tahun terakhir, gadis itu memanggil namanya dengan akhiran ‘ssi’.
Tak merespon, Ia kembalikan fokusnya ke arah langit. Gadis yang saat ini tengah membawa teh hangat dan sebuah sup ayam mulai menaruh makanan tersebut di atas meja balkon. Ia kemudian mulai melangkah maju menghampiri Kim Hanbin yang masih berdiri menatap langit.
Kim Jennie, gadis yang sudah berdiri di samping Kim Hanbin dengan hati-hati mempertanyakan kemurungannya hari ini, “Kau, baik-baik saja, kan?”
Hanbin tak menoleh, hanya menjawab dengan suara datarnya, “tidak sama sekali,”
Jennie menatap pria itu sendu. Kalau saja Ia tau masalah apa yang membuatnya tak baik-baik saja, Ia tak akan menanyakannya dan langsung memeluknya. Ia hanya sedikit berpikir. Bila Jennie menanyakan hal tersebut, mungkin mood Kim Hanbin akan menjadi semakin buruk.
Gadis itu sedikit menghela nafas, “aku membuatkanmu teh hangat dan sup ayam. Ku harap kau akan merasa sedikit lebih baik,” ujarnya sembari mulai berbalik untuk meninggalkan pria tersebut.
Belum jauh melangkah, suara berat nan datar Kim Hanbin yang memanggil namanya menghentikan langkah Jennie, “Jennie-ah,”
Jennie berbalik, menatap punggung kokoh Kim Hanbin, “ya?”
Hanbin tetap tak menoleh, kembali berujar sambil membelakangi wanita itu, “apa yang akan kau lakukan bila terjadi hal yang sangat mengecewakanmu?”
Jennie mengernyitkan dahinya. Terdiam, memikirkan pertanyaan Hanbin yang dilontarkan kepadanya. Ia langsung berpikir bahwa Kim Hanbin sedang menyesali perbuatannya kepada Jennie selama ini.
Gadis itu kembali melangkah maju, berdiri tepat disamping Kim Hanbin yang masih setia menatap langit malam.
Tetap, Ia tak ingin berekspetasi banyak. Cukup menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan apa yang Ia lakukan bila seseorang membuatnya kecewa selama ini, “aku akan tersenyum. Paling tidak dengan tersenyum kekecewaanku akan sedikit hilang. Aku tak ingin bila kekecewaan terus menerus mengganggu pikiranku,”
Hanbin terdiam. Sedikit mengangguk dengan jawaban Jennie.
Ia terdiam. Membuat Jennie mau tak mau menanyakan hal tersebut, “aku tak bermaksud untuk ikut campur dalam urusan personalmu. Dan aku minta maaf bila hal ini akan menurunkan moodmu. Tapi, apa ada hal buruk yang terjadi padamu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
F I C T I O N ✓ completed
General FictionMenjadi seorang penulis sukses diumur 26 tahun tak pernah menyurutkan tekad seorang Kim Hanbin untuk mencari gadis yang menjadi peran utama dalam buku terbitan paling terkenal miliknya yang berjudul "Fiction". Gadis yang bahkan tak pernah Ia jumpai...