Malam itu sudah nampak sangat larut. Seperti biasa, Hanbin akan menginjakkan kakinya di jam-jam seperti itu.
Sama halnya dengan hari-hari yang telah berlalu, pria itu selalu menangkap sang pendamping yang kini tengah terlelap di atas sofa.
Melihat jasadnya yang tengah tertidur itu membuatnya kembali memutarkan memorinya kepada ucapan Myungsoo yang beberapa saat yang lalu Ia ucapkan kepada Hanbin.
“jika kau memang tak bisa memperlakukan asistenmu itu dengan layak, biar aku saja yang membawanya pulang,”
Hanbin menggerutu dalam hati, “sejak kapan aku tak memperlakukannya dengan layak? Aku menggajinya, memberinya tempat tinggal, bahkan mengangkat derajatnya menjadi seorang asisten pribadiku. Bagian mananya yang tak layak?”
Ia mulai berdecak kesal. Selain menjadi orang yang tidak peduli, Hanbin juga merupakan tipikal manusia yang tidak sabaran akan sesuatu yang sudah mengganjal dalam hatinya. Tanpa rasa segan ataupun ragu, pria tersebut dengan teganya membangunkan wanita yang tengah mengarungi mimpinya itu, “Hey, bangun!”
Dengan mata yang masih sayu, Jennie berusaha membuka matanya. Netranya kini menangkap wajah Hanbin yang hanya beberapa senti saja dengan wajahnya. Wajah pria itu nampak lelah, namun mata Jennie yang masih belum terbuka secara sempurna masih bisa menangkap tatapan malas dan kesal dari Hanbin.
“Hey! Sudah pulang?”, ucapnya sambil mengucek kedua matanya. Paling tidak dengan melakukan hal tersebut, mata Jennie bisa terbuka seutuhnya.
Badan Hanbin nampak Ia jauhkan dari badan Jennie yang kini sudah dalam keadaan posisi duduk. Kedua alis pria itu Ia angkat sambil menanyakan sesuatu pada Jennie, “Hal apa yang kau adukan kepada Myungsoo?”
Jennie membenarkan posisi duduknya. Kedua alisnya Ia tautkan mendengar satu pertanyaan dari Kim Hanbin tersebut, “Apa yang kau bicarakan?”
Hanbin berdecak sambil tertawa sumbang, “Apa kau bilang padanya bahwa aku tak pernah memperlakukanmu dengan layak?”
Jennie kembali melemparkan tatapan bertanyanya kepada pria tersebut, “Serius. Kim Hanbin, aku tak mengerti arah pembicaraanmu? Apa yang kau bicarakan?”
Hanbin menghela nafas kasar, “katakan sejujurnya. Kau pulang dengan Myungsoo semalam, kan?”
Jennie menelan salivanya. Gadis itu mulai terlihat khawatir dan ragu. Bahkan kini Ia sudah tak berani menatap netra Kim Hanbin yang terlihat tidak bersahabat malam itu.
Hanbin kembali berujar, masih dengan suara berat miliknya yang terdengar sedikit mengerikan, “Apa kau mengatakan sesuatu padanya? Apa kau bilang padanya bahwa aku memperlakukanmu dengan tidak layak?”
Jennie terdiam. Ia menggeleng pelan tanpa sedikitpun ada niat untuk menatap balik Hanbin yang sudah dipastikan tengah menatapnya penuh amarah saat ini.
Pria itu nampak mengepalkan tangannya. Matanya juga terlihat memerah, entah karena mengantuk atau memang karena tengah menumpahkan kemarahannya kepada Kim Jennie saat ini.
“Mengapa diam? Ayo jawab pertanyaanku!”, pekiknya lagi.
Jennie masih menggeleng pelan. Mulutnya kini mulai nampak terbuka untuk mengatakan sesuatu, “Aku tak pernah mengatakan apapun padanya,” ucapnya dengan suara pelan dan tertahan.
Hanbin lagi-lagi memekik ke arah asistennya itu, “Jennie Kim! Seharusnya kau sadar dan tau diri! Aku menggajimu, memberimu tempat tinggal, memberikanmu fasilitas yang layak. Harusnya kau tau posisimu yang hanya menumpang disini!”
Jennie terdiam. Dengan segenap kekuatan yang ada, Ia mencoba untuk tak mengeluarkan airmata. Ia benar-benar tak ingin terlihat cengeng di depan pria tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
F I C T I O N ✓ completed
Narrativa generaleMenjadi seorang penulis sukses diumur 26 tahun tak pernah menyurutkan tekad seorang Kim Hanbin untuk mencari gadis yang menjadi peran utama dalam buku terbitan paling terkenal miliknya yang berjudul "Fiction". Gadis yang bahkan tak pernah Ia jumpai...