Sebuah mobil berwarna hitam mengkilat keluaran BMW F82 M4 dengan gesitnya membelah jalanan kota Seoul. Malam itu keadaan jalanan begitu ramai. Hanbin tertegun sambil memfokuskan pandangannya ke arah jalanan. Tak ada lagu atau berita yang Ia hidupkan lewat audio mobilnya. Keadaan di dalam mobil yang hanya diisi oleh lelaki berumur 26 tahun di kursi kemudi tersebut sangat sunyi.
Tak akan ada lagi hal lain yang memenuhi kepalanya selain seseorang bernama Roe, gadis yang sudah Hanbin cintai hampir seumur hidupnya yang bahkan tak pernah Ia temui.
Pria itu hanya memutar-mutar memorinya ketika Ia melihat bayangan wanita itu di kala ramainya orang-orang.
“Kau dimana?”, ucapnya pelan sambil sesekali memijit pelipisnya.
Tak lama mobil miliknya itu berhenti, memarkirkannya di depan sebuah restoran Internasional di Seoul. Di tempat ini Ia membuat perjanjian dengan sang ‘pendamping’ untuk menemaninya makan malam.
“Selamat datang! Nikmati malam anda,” ucap seorang pelayan yang berdiri di depan pintu masuk, bertugas untuk menyambut setiap pengunjung yang datang.
Pria itu tak memberikan ekspresi apapun kepada pelayan yang telah menyapanya dengan ramah. Ia bahkan mungkin tak mengetahui keberadaan pelayan tersebut.
Kim Hanbin yang kini tengah memakai sebuah tuxedo berwarna hitam itu terlihat sangat tampan malam ini. Hal itu akan jadi sangat masuk akal karena kini beberapa mata telaj tertuju kepadanya.
Ia akhirnya duduk di salah satu kursi dengan design layaknya sebuah sofa berbentuk setengah lingkaran. Di seberang meja bulat tersebut juga telah di sediakan satu kursi serupa.
Kini seorang pelayan wanita datang sambil membawakan sebuah buku menu yang terlihat sangat fancy, bersamaan dengan buku pesanan dan pena di tangannya.
“Selamat datang, tuan. Silahkan lihat menu hidangan kami,”
Pria itu meraih buku menu tersebut tanpa sedikitpun memberikan pandangannya kepada pelayan wanita itu. Ia mulai membulak-balikkan halaman pada buku menu tersebut, melihat-lihat makanan apa yang cocok menjadi hidangannya untuk makan malam kali ini.
“Aku ingin Ribs Steak dengan sedikit merica. Aku tidak ingin ada tambahan sayuran atau yang lain. Kematangan iganya juga harus pas. Aku tidak ingin menemukan ada bagian dagingnya yang tidak matang. Lalu sajikan aku Chicken Pot Pie dengan sedikit tambahan garam. Aku tidak ingin kau menambahkan cabai atau hal-hal berbau pedas di dalamnya. Kematangannya juga harus pas dan tidak terlalu lembek. Satu lagi, berikan aku anggur merah dan es krim kurma. Aku tak ingin menunggu lama dan aku tak mau ada alasan habis,”
Pelayan wanita itu nampak bergelut dengan pena dan kertasnya, mencatat semua yang dikatakan Hanbin barusan dan berusaha untuk tak meninggalkam sedikitpun, “Itu saja, tuan?”
Hanbin hanya menatapnya dingin sambil mengangguk pelan, “Silahkan pergi,”
Pelayan itu mengangguk sambil memeberikan pelayanannya lagi sebelum meninggalkan pria itu dengan pesanannya, “Hidangan akan segera datang. Silahkan menunggu, tuan”
Hanbin tak merespon. Setelah pelayan wanita itu pergi, Ia mulai melirik jam tangannya. 15 menit lagi sudah akan pukul 9 malam. Ia mendengus pelan. Pria itu akhirnya meraih ponsel besutan iPhone miliknya yang berada di kantung jasnya.
Tak ada yang Ia lakukan selain hanya sekedar menggeser-geser menu pada ponselnya itu.
Tak lama matanya menangkap seorang wanita yang dengan tidak sopannya tiba-tiba duduk di kursi yang harusnya diisi oleh Jennie.
“Kau? Kau Kim Hanbin, kan? Penulis buku Fiction itu?”
Hanbin menoleh. Wanita dengan balutan kemeja putih dan rok di atas lutut itu memandanginya penuh kagum, “Ya. Ada apa?”, jawabnya dengan nada datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
F I C T I O N ✓ completed
General FictionMenjadi seorang penulis sukses diumur 26 tahun tak pernah menyurutkan tekad seorang Kim Hanbin untuk mencari gadis yang menjadi peran utama dalam buku terbitan paling terkenal miliknya yang berjudul "Fiction". Gadis yang bahkan tak pernah Ia jumpai...